Jakarta (ANTARA Kalbar) - Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, isu etnis Rohingya, yang belakangan ini dirasakan makin krusial, diharapkan tidak berdampak buruk hubungan umat beragama di Indonesia, khususnya antara Buddha dan Islam karena dalam catatan sejarah sudah berjalan baik.

Kejadian yang menimpa umat Islam etnis Rohingya di Myanmar telah banyak makan korban, tapi hendaknya hal itu tidak membangkitkan kebencian antara umat Buddha dan Islam, kata Suryadharma Ali yang disampaikan di luar teks pidatonya saat acara penandatanganan prasasti peningkatan status vihara Ekayana menjadi vihara Ekayana Arama Indonesia Buddhist Center di Jakarta, Sabtu malam.

Hadir pada acara itu Dirjen Bimas Buddha Drs A Joko Wuryanto Msi, pimpinan Wihara Ekayana Buddhist Center YA Maha Sthawira Aryamaitri dan sejumlah tokoh agama Buddha.

Menag mengatakan, harus dipisahkan kejadian di negara lain, Myanmar. Jangan sampai nanti isu krusial itu membawa dampak buruk bagi umat. Sebab, dalam sejarah hubungan umat Buddha dan Islam berjalan baik. "Saya harapkan kejadian di Myanmar yang menimpa etnis Rohingya tidak merembet ke Indonesia," katanya yang disambut tepuk tangan hadirin.

Umat beragama harus mengedepankan kedamaian. Merugi sekali umat Islam dan Buddha jika persoalan Rohingya dibawa ke Tanah Air yang berujung munculnya ketidakharmonisan antar umat beragama. "Saya berharap kejadian itu tidak berdampak ke Tanah Air. Umat Buddha dan Islam harus bergandengan tangan," katanya lagi.

Indonesia adalah bangsa besar, memiliki perbedaan seperti suku, agama, adat istiadat, kebiasaan, bahasa. Sesungguhnya perbedaan itu merupakan kekayaan Indonesia.

Adanya perbedaan itu, lanjutnya, sesungguhnya juga merupakan kekuatan. Untuk itu jangan sampai ada celah untuk memberikan peluang pihak tertentu untuk mengadu domba satu sama lain. Untuk itu Suryadharma Ali mengimbau untuk bersama-sama membantu umat yang berseteru di Myanmar.

"Ambil langkah-langkah agar pertumpahan darah di Myanmar tidak berlanjut terus. Tuhan tentu tidak suka dengan perbuatan seperti itu," katanya yang kembali disambut tepuk tangan para hadirin.

Sementara itu biksu Dharmavimala yang ditemu secara terpisah mengatakan, pernyataan Menag Suryadharma Ali tersebut merupakan pesan yang harus diindahkan. Hubungan umat Islam dan Buddha di Indonesia sudah berjalan baik.

Ia pun sepakat bahwa kekerasan di Myanmar atas suku Rohingya tidak bisa didiamkan. Dari sisi kemanusiaan, pertumpahan darah di Myanmar harus dihentikan. "Kita berharap, semua pihak dapat memberi kontribusi untuk mencegah kekerasan yang menimpa suku Rohingya," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya Presiden Myanmar mengatakan kepada PBB, hanya ada dua solusi untuk sekitar suku Rohingya di negaranya: tinggal di kamp pengungsi atau dideportasi.

Presiden Thein Sein mengatakan, Myanmar akan mengirim kaum Rohingya pergi "jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka."

"Kami akan mengambil tanggung jawab atas suku-suku etnik kami, tapi tidak mungkin menerima orang-orang Rohingya yang masuk secara ilegal, yang bukan termasuk etnik Myanmar," katanya kepada Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi, Antonio Guterres.

Pada bulan Juni, bentrokan antara kaum Rohingya yang Muslim dan etnik Rakhine mengakibatkan paling tidak 80 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi.

Setelah puluhan tahun mengalami diskriminasi, kaum Rohingya kini tidak punya negara atau stateless. Myanmar pun membatasi gerak mereka dan  tidak memberi hak atas tanah, pendidikan dan layanan publik, demikian dikatakan PBB.

Suku Rohingya yang kehadirannya di Myanmar dan Bangladesh ditolak selama bertahun-tahun menyebabkan banyak di antara mereka yang bermigrasi ke Malaysia atau Thailand. Diperkirakan ada 300 ribu orang yang tinggal di dua negara tersebut.

Menurut badan urusan migrasi dan imigran PBB, UNHCR, sekitar satu juta orang Rohingya kini diperkirakan hidup di luar Myanmar, tapi belum ada negara ketiga yang bersedia menerima mereka.

(E001)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012