Pontianak (ANTARA Kalbar) - Di saat berlebaran, warga Sambas Kalimantan Barat punya cara tersendiri dalam merayakan Idul Fitri dan menghormati para tamunya. Salah satunya, hampir di setiap rumah tersaji menu lontong sayur dan kue lapis khas Melayu Sambas.
Menu lontong sayur dan kue lapis, memang mempunyai rasa yang khas sehingga mengundang daya tarik tersendiri oleh masyarakat luar kabupaten itu untuk mencicipinya.
Rodiah (53) salah seorang ibu rumah tangga di Desa Sempalai, Sambas, menyatakan selalu menghidangkan lontong sayur dan kue lapis khas Sambas bagi setiap tamu yang berkunjung baik kerabat dan tetangga.
"Menu lontong sayur yang dibuat dari sayur santan dan daging sapi atau ayam kampung, kami hidangkan khusus tamu-tamu dari keluarga dekat, sementara kue lapis bagi tamu lainnya," kata Rodiah.
Menurut ibu enam anak itu menanyakan, lebaran tanpa menghidangkan lontong sayur dan kue lapis, terasa kurang, karena setiap tamu yang berkunjung pasti mencari kedua menu tersebut.
Menurut tradisi masyarakat Sambas, lontong sayur biasanya dihidangkan untuk kerabat. Sedangkan kue lapis khas itu konon sudah menjadi tradisi sejak zaman Kerajaan Sambas terdahulu. Pada awalnya kue lapis khas itu dihidangkan pihak keluarga kerajaan kepada tamu yang dihormati. Namun kini warga Sambas mengikutinya untuk menghormati para tetamunya.
Rodiah mengungkapkan, pembuatan kue lapis khas Sambas cukup sederhana, yakni telur bebek 50 butir, mentega, gula, susu, pengembang kue, pewarna secukupnya, kemudian campur lalu dikocok hingga mengembangkan.
Adonan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan sedikit demi sedikit ke dalam cetakan, setelah itu dimasukkan dalam open pembakar menggunakan kayu atau listrik. Setelah matang, langkah selanjutnya membakar lapis per lapis hingga adonan itu habis.
Ia mengatakan, agar kue lapis khas Sambas rasanya khas, maka pembakarannya harus menggunakan kayu. "Rasa kue akan gurih dan nikmat dan sedikit maser di lidah. Sementara kue sekarang agak kering dan tidak maser serta bikin 'neg' kalau terlalu banyak dimakan," ujarnya.
Kue lapis khas Sambas itu memiliki aneka bentuk, diantaranya, lapis susu, belacan, kacang, minyak, dan lapis agar-agar.
Pengamat Budaya Sambas, A Muin Ikram (68) menyatakan, tradisi menghidangkan kue lapis khas Sambas tersebut perlu dilestarikan, karena bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi orang luar untuk berkunjung ke daerah itu.
"Apalagi rasa kekeluargaan dan kunjung-mengunjungi antartetangga dan kerabat masih kental sehingga perlu dilestarikan," katanya.
Silaturahim ke Keraton Sambas
Selain merayakan Idul Fitri dengan sajian lontong sayur dan kue lapis khas, tradisi sebagiaan masyarakat Kabupaten Sambas melakukan kunjungan ke Keraton Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas yang merupakan kebanggaan masyarakat Melayu Sambas.
"Ada masyarakat yang bersilaturahim ke kerabat keraton, ada yang membayar niat (nazar). Namun sebagian besar hanya berwisata melihat Keraton Sambas," kata Raden Dewi Kencana (51)i, salah satu kerabat keraton. Tampaknya keraton yang dibangunmegah pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943), sultan ke-15 Kesultanan Sambas, tetap menjadi kebanggaan warga Sambas.
Bangunan keraton yang awal pembangunannya menelan biaya sekitar 65.000 gulden itu kini dipercayakan kepada Pemangku Kesultanan Sambas Pangeran Ratu M. Tarhan Winata Kesuma, sejak 2008 setelah ayahnya Pangeran Winata Kesuma telah meninggal.
Raden Dewi Kencana yang merupakan keturunan raja Sambas yang kesembilan itu menyatakan, mulai dibukanya bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikan secara langsung Istana Alwatzikhoebillah baru beberapa tahun ini.
"Dulu Istana Alwatzikhoebillah baru dibuka pada hari-hari tertentu saja, tetapi sekarang sudah terbuka bagi masyarakat yang akan melihat secara langsung peninggalan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin," ungkpanya.
Sampai-sampai, menurut dia, masyarakat bisa secara langsung masuk ke kamar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, yang dulunya tidak boleh dibuka atau dimasuki oleh masyarakat biasanya.
"Rata-rata masyarakat yang berkunjung ke sini untuk bayar niat (nazar)," ujarnya.
Bayar niat dimaksud, yakni apabila seseorang berniat setelah sukses atau sembuh dari penyakit akan berkunjung ke kerabat dan Keraton Kesultanan Sambas, kata Raden Dewi Kencana.
Yuni salah seorang pengunjung dari Desa Sungai Kelambu, Kecamatan Tebas mengaku,kagum dengan masih terawatnya Istana Sambas.
"Saya selalu menyempatkan mengambil air dari sumur kerajaan Sambas untuk disimpan, bisa saja untuk mandi dan lain-lain," ujarnya.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
Menu lontong sayur dan kue lapis, memang mempunyai rasa yang khas sehingga mengundang daya tarik tersendiri oleh masyarakat luar kabupaten itu untuk mencicipinya.
Rodiah (53) salah seorang ibu rumah tangga di Desa Sempalai, Sambas, menyatakan selalu menghidangkan lontong sayur dan kue lapis khas Sambas bagi setiap tamu yang berkunjung baik kerabat dan tetangga.
"Menu lontong sayur yang dibuat dari sayur santan dan daging sapi atau ayam kampung, kami hidangkan khusus tamu-tamu dari keluarga dekat, sementara kue lapis bagi tamu lainnya," kata Rodiah.
Menurut ibu enam anak itu menanyakan, lebaran tanpa menghidangkan lontong sayur dan kue lapis, terasa kurang, karena setiap tamu yang berkunjung pasti mencari kedua menu tersebut.
Menurut tradisi masyarakat Sambas, lontong sayur biasanya dihidangkan untuk kerabat. Sedangkan kue lapis khas itu konon sudah menjadi tradisi sejak zaman Kerajaan Sambas terdahulu. Pada awalnya kue lapis khas itu dihidangkan pihak keluarga kerajaan kepada tamu yang dihormati. Namun kini warga Sambas mengikutinya untuk menghormati para tetamunya.
Rodiah mengungkapkan, pembuatan kue lapis khas Sambas cukup sederhana, yakni telur bebek 50 butir, mentega, gula, susu, pengembang kue, pewarna secukupnya, kemudian campur lalu dikocok hingga mengembangkan.
Adonan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan sedikit demi sedikit ke dalam cetakan, setelah itu dimasukkan dalam open pembakar menggunakan kayu atau listrik. Setelah matang, langkah selanjutnya membakar lapis per lapis hingga adonan itu habis.
Ia mengatakan, agar kue lapis khas Sambas rasanya khas, maka pembakarannya harus menggunakan kayu. "Rasa kue akan gurih dan nikmat dan sedikit maser di lidah. Sementara kue sekarang agak kering dan tidak maser serta bikin 'neg' kalau terlalu banyak dimakan," ujarnya.
Kue lapis khas Sambas itu memiliki aneka bentuk, diantaranya, lapis susu, belacan, kacang, minyak, dan lapis agar-agar.
Pengamat Budaya Sambas, A Muin Ikram (68) menyatakan, tradisi menghidangkan kue lapis khas Sambas tersebut perlu dilestarikan, karena bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi orang luar untuk berkunjung ke daerah itu.
"Apalagi rasa kekeluargaan dan kunjung-mengunjungi antartetangga dan kerabat masih kental sehingga perlu dilestarikan," katanya.
Silaturahim ke Keraton Sambas
Selain merayakan Idul Fitri dengan sajian lontong sayur dan kue lapis khas, tradisi sebagiaan masyarakat Kabupaten Sambas melakukan kunjungan ke Keraton Alwatzikhoebillah Kesultanan Sambas yang merupakan kebanggaan masyarakat Melayu Sambas.
"Ada masyarakat yang bersilaturahim ke kerabat keraton, ada yang membayar niat (nazar). Namun sebagian besar hanya berwisata melihat Keraton Sambas," kata Raden Dewi Kencana (51)i, salah satu kerabat keraton. Tampaknya keraton yang dibangunmegah pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943), sultan ke-15 Kesultanan Sambas, tetap menjadi kebanggaan warga Sambas.
Bangunan keraton yang awal pembangunannya menelan biaya sekitar 65.000 gulden itu kini dipercayakan kepada Pemangku Kesultanan Sambas Pangeran Ratu M. Tarhan Winata Kesuma, sejak 2008 setelah ayahnya Pangeran Winata Kesuma telah meninggal.
Raden Dewi Kencana yang merupakan keturunan raja Sambas yang kesembilan itu menyatakan, mulai dibukanya bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikan secara langsung Istana Alwatzikhoebillah baru beberapa tahun ini.
"Dulu Istana Alwatzikhoebillah baru dibuka pada hari-hari tertentu saja, tetapi sekarang sudah terbuka bagi masyarakat yang akan melihat secara langsung peninggalan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin," ungkpanya.
Sampai-sampai, menurut dia, masyarakat bisa secara langsung masuk ke kamar Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, yang dulunya tidak boleh dibuka atau dimasuki oleh masyarakat biasanya.
"Rata-rata masyarakat yang berkunjung ke sini untuk bayar niat (nazar)," ujarnya.
Bayar niat dimaksud, yakni apabila seseorang berniat setelah sukses atau sembuh dari penyakit akan berkunjung ke kerabat dan Keraton Kesultanan Sambas, kata Raden Dewi Kencana.
Yuni salah seorang pengunjung dari Desa Sungai Kelambu, Kecamatan Tebas mengaku,kagum dengan masih terawatnya Istana Sambas.
"Saya selalu menyempatkan mengambil air dari sumur kerajaan Sambas untuk disimpan, bisa saja untuk mandi dan lain-lain," ujarnya.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012