Singkawang (ANTARA Kalbar) - Umat Islam dua kali setahun berkumpul dan bersatu dalam melaksanakan Idul Fitri dan Idul Adha sebagai hari kemenangan, namun dalam kenyataan kehidupan sosial kemanusiaan umat Islam masih terpecah, kata Ketua Jurusan Dakwah STAIN Pontianak, Wajidi Sayadi.
"Dalam kenyataan kehidupan sosial kemanusiaan, umat Islam masih terkesan bercerai berai, susah bersatu," kata Wajidi saat menjadi Khatib Idul Adha 1433 H di Masjid Raya Singkawang, Jumat.
Menurut dia, umat Islam terkesan hanya bersatu ketika shalat berjamaah dan di dalam masjid. Namun ketika di luar masjid, bercerai berai, terpecah belah bahkan cenderung bermusuhan.
"Egoisme dan kepentingan pribadi dan kelompok masih dominan dalam diri kita, merasa yang benar hanya diri dan kelompok kita. Ada yang hanya mau menerima pengorbanan orang lain, tapi diri sendiri tidak mau berkorban, bahkan mengorbankan saudara-saudaranya untuk memperoleh kepentingannya," ujar dia.
Ia melanjutkan, demikian juga terkadang dalam pengamalan agama secara ritual bagus, tapi di sisi amalan sosial kemanusiaan masih kurang.
Misalnya rajin shalat dan puasa tapi sering menyakiti teman, sahabat dan orang lain. "Ini kesenjangan yang memprihatinkan, saleh secara ritual dan spiritual, tetapi secara sosial kemanusiaan dan lingkungan, tidak saleh," kata Wajidi yang juga Ketua Komisi Fatwa MUI Kalbar itu.
Padahal, ia menambahkan, di dalam Islam, kesalehan ritual, sosial, lingkungan dan moral, semuanya harus terpadu secara integral.
"Keterpaduan inilah yang saya maksudkan, dengan istilah tauhid sosial," kata dia.
Rasulullah SAW, ujarnya mengutip hadis riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan saat shalat, hendak memperpanjang bacaan shalat. Namun, setelah beliau mendengan tangisan bayi, beliau segera memperpendek bacaan shalatnya. Rasulullah menyadari bahwa ibu sang bayi sedang ikut shalat berjamaah maka semakin panjang bacaan maka akan membuat semakin lama bayi itu menangis.
"Ini bukti nyata bahwa Rasulullah SAW sangat peduli terhadap persoalan sosial kemanusiaan dan lingkungan walau sedang beribadah ritual. Inilah namanya kesalehan sosial kemanusiaan dan lingkungan," katanya menegaskan. Bukan sekadar mengorbankan sosial kemanusiaan dan lingkungan demi mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya dalam ibadah ritual.
(T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Dalam kenyataan kehidupan sosial kemanusiaan, umat Islam masih terkesan bercerai berai, susah bersatu," kata Wajidi saat menjadi Khatib Idul Adha 1433 H di Masjid Raya Singkawang, Jumat.
Menurut dia, umat Islam terkesan hanya bersatu ketika shalat berjamaah dan di dalam masjid. Namun ketika di luar masjid, bercerai berai, terpecah belah bahkan cenderung bermusuhan.
"Egoisme dan kepentingan pribadi dan kelompok masih dominan dalam diri kita, merasa yang benar hanya diri dan kelompok kita. Ada yang hanya mau menerima pengorbanan orang lain, tapi diri sendiri tidak mau berkorban, bahkan mengorbankan saudara-saudaranya untuk memperoleh kepentingannya," ujar dia.
Ia melanjutkan, demikian juga terkadang dalam pengamalan agama secara ritual bagus, tapi di sisi amalan sosial kemanusiaan masih kurang.
Misalnya rajin shalat dan puasa tapi sering menyakiti teman, sahabat dan orang lain. "Ini kesenjangan yang memprihatinkan, saleh secara ritual dan spiritual, tetapi secara sosial kemanusiaan dan lingkungan, tidak saleh," kata Wajidi yang juga Ketua Komisi Fatwa MUI Kalbar itu.
Padahal, ia menambahkan, di dalam Islam, kesalehan ritual, sosial, lingkungan dan moral, semuanya harus terpadu secara integral.
"Keterpaduan inilah yang saya maksudkan, dengan istilah tauhid sosial," kata dia.
Rasulullah SAW, ujarnya mengutip hadis riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan saat shalat, hendak memperpanjang bacaan shalat. Namun, setelah beliau mendengan tangisan bayi, beliau segera memperpendek bacaan shalatnya. Rasulullah menyadari bahwa ibu sang bayi sedang ikut shalat berjamaah maka semakin panjang bacaan maka akan membuat semakin lama bayi itu menangis.
"Ini bukti nyata bahwa Rasulullah SAW sangat peduli terhadap persoalan sosial kemanusiaan dan lingkungan walau sedang beribadah ritual. Inilah namanya kesalehan sosial kemanusiaan dan lingkungan," katanya menegaskan. Bukan sekadar mengorbankan sosial kemanusiaan dan lingkungan demi mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya dalam ibadah ritual.
(T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012