Pontianak (ANTARA Kalbar) - Beberapa pengamat menyatakan, pembentukan Satuan Kerja Migas oleh pemerintah setelah dibubarkannya BP Migas sudah tepat dan tidak perlu dipermasalahkan agar tidak menimbulkan keraguan para investor minyak dan gas.
"Kita harus mendukung langkah yang telah diambil pemerintah dengan membentuk Satuan Kerja (SK) Migas, karena sudah tepat dan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan dibubarkannya BP Migas," kata pengamat migas yang juga mantan Rektor Universitas Kristen Indonesia Profesor DR Ing Tunggul K Sirait dalam keterangan persnya kepada ANTARA di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, dibentuknya SK Migas sudah bagus dan seharusnya hal semacam itu sudah lebih dulu dilakukan oleh BP Migas.
"Saya mendukung target SK Migas, yang akan melakukan efisiensi dalam kerjanya dengan mencermati `recovery cost` (biaya pemulihan). Hal itu cukup bagus karena ini yang selalu jadi bibit masalah bagi pihak-pihak yang mempermasalahkan BP Migas," ujarnya.
Menurut tokoh Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) itu, partainya merupakan satu-satunya parpol di DPR RI yang menolak ditetapkannya UU No. 22/2001 tentang Migas.
Dia menyatakan, UU Migas sudah perlu direvisi, karena kalau tidak dilakukan akan menimbulkan masalah dan merugikan bangsa Indonesia.
Dia menyatakan, dirinya sudah menyerahkan draf usulan revisi UU Migas ke Komisi VII sejak setahun lalu, di antaranya mengusulkan penghapusan keberadaan BP Migas dari UU Migas dan membentuk BUMN khusus hulu yang berfungsi sebagai pembina, pengawas, pengatur kegiatan hulu migas.
Sementara itu mantan Deputy Operasi BP Migas Budi Indarto juga menyatakan dukungannya atas dibentuknya SK Migas, agar bisa menyempurnakan hal-hal yang terkait kinerja dan keberadaan BP Migas.
"Dibentuknya SK Migas, hendaknya didukung oleh masyarakat, karena para investor, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas perlu adanya jaminan kepastian atas investasi, salah satunya dengan dibentuknya SK Migas itu," ujar Budi Indarto yang sudah mengundurkan diri dari Deputy Operasi BP Migas sebelumnya.
Budi berharap, SK Migas mewujudkan kepedulian langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mewajibkan para KKKS mempekerjakan masyarakat di lingkungan pertambangan migas, sehingga bisa meraih simpati masyarakat langsung terhadap keberadaan SK Migas.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Adityo Rizaldi mengatakan, dibentuknya SK Migas memang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengganti peran BP Migas setelah dibubarkan MK. Namun untuk selanjutnya peran BP Migas harus digantikan oleh BUMN yang didirikan khusus untuk hal tersebut.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, pembentukan SK Migas merupakan keputusan cerdas pemerintah, dan akan dimaklumi publik sebagai hak konstitusi pemerintah.
"Adanya kekhawatiran atas kontrak kerja dengan KKKS yang akan membahayakan kedudukan pemerintah dengan SK Migas, hal itu bisa saja diatasi dengan cermat pemerintah melindungi kepentingan dan keberadaannya dalam perjanjian atau kontrak tersebut," ungkapnya.
Menurut dia, kekhawatiran akan hal itu, sebaiknya tidak perlu terlalu dipermasalahkan apalagi jika sampai berpotensi menghambat kegiatan hulu migas.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Kita harus mendukung langkah yang telah diambil pemerintah dengan membentuk Satuan Kerja (SK) Migas, karena sudah tepat dan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan dibubarkannya BP Migas," kata pengamat migas yang juga mantan Rektor Universitas Kristen Indonesia Profesor DR Ing Tunggul K Sirait dalam keterangan persnya kepada ANTARA di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, dibentuknya SK Migas sudah bagus dan seharusnya hal semacam itu sudah lebih dulu dilakukan oleh BP Migas.
"Saya mendukung target SK Migas, yang akan melakukan efisiensi dalam kerjanya dengan mencermati `recovery cost` (biaya pemulihan). Hal itu cukup bagus karena ini yang selalu jadi bibit masalah bagi pihak-pihak yang mempermasalahkan BP Migas," ujarnya.
Menurut tokoh Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) itu, partainya merupakan satu-satunya parpol di DPR RI yang menolak ditetapkannya UU No. 22/2001 tentang Migas.
Dia menyatakan, UU Migas sudah perlu direvisi, karena kalau tidak dilakukan akan menimbulkan masalah dan merugikan bangsa Indonesia.
Dia menyatakan, dirinya sudah menyerahkan draf usulan revisi UU Migas ke Komisi VII sejak setahun lalu, di antaranya mengusulkan penghapusan keberadaan BP Migas dari UU Migas dan membentuk BUMN khusus hulu yang berfungsi sebagai pembina, pengawas, pengatur kegiatan hulu migas.
Sementara itu mantan Deputy Operasi BP Migas Budi Indarto juga menyatakan dukungannya atas dibentuknya SK Migas, agar bisa menyempurnakan hal-hal yang terkait kinerja dan keberadaan BP Migas.
"Dibentuknya SK Migas, hendaknya didukung oleh masyarakat, karena para investor, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas perlu adanya jaminan kepastian atas investasi, salah satunya dengan dibentuknya SK Migas itu," ujar Budi Indarto yang sudah mengundurkan diri dari Deputy Operasi BP Migas sebelumnya.
Budi berharap, SK Migas mewujudkan kepedulian langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mewajibkan para KKKS mempekerjakan masyarakat di lingkungan pertambangan migas, sehingga bisa meraih simpati masyarakat langsung terhadap keberadaan SK Migas.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Adityo Rizaldi mengatakan, dibentuknya SK Migas memang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengganti peran BP Migas setelah dibubarkan MK. Namun untuk selanjutnya peran BP Migas harus digantikan oleh BUMN yang didirikan khusus untuk hal tersebut.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, pembentukan SK Migas merupakan keputusan cerdas pemerintah, dan akan dimaklumi publik sebagai hak konstitusi pemerintah.
"Adanya kekhawatiran atas kontrak kerja dengan KKKS yang akan membahayakan kedudukan pemerintah dengan SK Migas, hal itu bisa saja diatasi dengan cermat pemerintah melindungi kepentingan dan keberadaannya dalam perjanjian atau kontrak tersebut," ungkapnya.
Menurut dia, kekhawatiran akan hal itu, sebaiknya tidak perlu terlalu dipermasalahkan apalagi jika sampai berpotensi menghambat kegiatan hulu migas.
(A057)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012