Mataram (ANTARA Kalbar) - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan program Indonesia Bebas Pasung 2014 harus berakar di daerah karena domisili masyarakat setempat dan pemerintah daerah yang lebih memahami kondisinya.

"Itu program harus berakar di daerah, oleh karena itu pemerintah daerah yang berkewenangan merencanakan dan melaksanakan program pembangunan kesehatan itu," kata Nafsiah setelah meninjau kondisi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Sabtu sore.

Ia mengatakan pembangunan kesehatan sangat tergantung bagaimana pandangan pemerintah daerah beserta masyarakatnya, serta realisasi kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-undang kesehatan.  
    
Oleh karena itu, pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya, termasuk orangtua dan sanak keluarga diminta untuk tidak memasung orang yang terkena gangguan kejiwaan.

"Itu melanggar hak azasi manusia, tidak boleh ada pasung lagi. Berilah pengobatan yang baik, cinta kasih yang baik, serta dukungan psikososial yang baik, agar pasien itu dapat kembali menjadi rakyat yang produktif," katanya.

Nafsiah berharap para kepala daerah mendorong peningkatan frekuensi penyuluhan kesehatan, termasuk terus menyosialisasikan gerakan Indonesia Bebas Pasung yang ditargetkan pada akhir 2014.   
    
Manajemen RSJ Mataram sebagai salah satu bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di jajaran Pemerintah Provinsi NTB, juga terus berupaya meningkatkan frekuensi penyuluhan Indonesia Bebas Pasung itu.

Menurut Direktur RSJ Mataram dr Elly Rosila W SpKj frekuensi penyuluhan ditingkatkan, dari semula sekali setahun menjadi 3-5 kali, agar tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya rehabilitasi kejiwaan di pusat pelayanan kesehatan jiwa juga semakin meningkat.

"Diperkirakan jumlah penderita gangguan kejiwaan di wilayah NTB yang dipasung sekitar 300 orang, 72 orang di antaranya sudah ditemukan dan 40 orang di antaranya dibawa ke RSJ Mataram untuk dirawat dan dibina," katanya.

Selain terus mencari keberadaan penderita gangguan jiwa yang dipasung sanak keluarganya, manajemen RSJ Mataram juga memedomani hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) di wilayah NTB pada 2007 (survei berikutnya 2017).      
    
Hasil SKMRT itu menunjukkan rumah tangga dewasa yang menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa berat mencapai 0,96 persen dari total penduduk NTB yang mencapai 4,2 juta jiwa.

Gangguan kesehatan jiwa ringan mencapai 12,8 persen, sehingga menempatkan peringkat NTB di atas nasional yang mencapai 11,6 persen dan dari 33 provinsi NTB, serta berada pada peringkat 10 besar nasional.

Jika mengacu kepada data SKMRT itu, sekitar 40 ribu penderita gangguan jiwa berat dan lebih dari 500 ribu warga NTB menderita gangguan jiwa ringan.

SKMRT itu juga menunjukkan gangguan mental emosional yang ditemukan pada penduduk pada usia 15 tahun ke atas.

Dengan demikian, terdapat puluhan ribu orang dewasa di NTB yang teridentifikasi menderita gangguan kejiwaan, yang tentunya membutuhkan pertolongan medis dan terapi kejiwaan.

Menurut Elly, tingginya angka gangguan kejiwaan itu mengharuskan pihaknya terus meningkatkan komitmen, dedikasi, dan profesionalitas dalam memberikan pelayanan kepada para pasiennya.

RSJ Mataram pun harus mampu memberikan pelayan yang optimal kepada masyarakat yang senantiasa dilandasi perencanaan program yang selaras dengan visi dan misi Pemerintah Provinsi NTB.

Selain itu, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa juga harus terus ditingkatkan meskipun hingga saat ini masih ada yang memosisikan pasien penyakit jiwa sebagai komunitas masyarakat yang perlu dikucilkan.

"Kami sadari itu, namun harapan kami pemerintah daerah mendukung sepenuhnya baik dalam bentuk kebijakan maupun dukungan anggaran," katanya.

Selain itu, pihaknya membentuk tim medis kejiwaan lalu mengadvokasi sekaligus memberi pelayanan medis dan terapi di daerah tertentu yang teridentifikasi memiliki banyak warga yang mengalami gangguan kejiwaan.

Tim itu bekerja secara berkelanjutan hingga mencapai target yang diharapkan, yakni masyarakat bebas pasung.

"Masih berlanjut hingga tahun ini, meskipun baru beberapa lokasi kecamatan di Kabupaten Lombok Timur. Program itu akan sangat bagus jika masif di berbagai daerah, namun dibutuhkan dukungan anggaran yang memadai. Untuk merampungkan program itu dibutuhkan sekitar Rp250 juta per kecamatan," katanya. 

(A058)

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012