Jakarta (ANTARA Kalbar) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengindikasikan adanya penyimpangan dalam perjalanan haji di bawah wewenang Kementerian Agama.

"Kami mencium keras ada penyimpangan dalam perjalanan ibadah haji. Saat ini kami sedang mengaudit biayanya karena melihat ada pengeluaran yang tidak transparan di sana," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf dalam Refleksi Akhir Tahun 2012 PPATK di Jakarta, Rabu.      

Yusuf melihat sepanjang 2004-2012 ada dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp80 triliun dengan bunga sekitar Rp2,3 triliun.

"Jadi seharusnya jamaah tidak perlu mengalami kesusahan saat berjalan dari Mekkah ke Madinah bila ada dana sebanyak itu," tutur Yusuf.

Indikasi lainnya adalah dana Rp80 triliun itu ditempatkan di suatu bank tanpa ada standardisasi penempatan yang jelas.

"Kenapa dana itu ditempatkan di bank X bukan bank Y, padahal bila ada selisih bunga 1 persen saja maka jumlahnya akan banyak sekali, jadi harus ada standardisasi penempatan uang tersebut," jelas Yusuf.

Hal lain terkait dengan pembelian valuta asing untuk katering maupun akomodasi yang dinilai oleh PPATK belum jelas.

"Kami sudah menyerahkan hasil pemeriksaannya kepada KPK, sehingga bukan hanya analisis, tapi memang harus sudah didalami misalnya terkait dengan operasional kantor yang seharusnya masuk dalam pos APBN tapi dimasukkan ke dalam BPIH. Selanjutnya mengenai oknum yang disuruh membeli valas dalam jumlah besar apakah tempat pembelian valasnya telah disurvei terlebih dahulu," tambah Yusuf.

Menurut Yusuf, bila bunganya mencapai Rp2,3 triliun itu semua adalah uang jamaah haji yang perlu didalami.

Selain itu, dalam pelaksanaan juga ada uang yang seharusnya digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji, tetapi digunakan untuk merenovasi kantor dan membeli kendaraan operasional.

"Kenapa bukan uang dari Kementerian? Hal seperti ini yang perlu didalami," tambah Yusuf.

(D017)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013