Jakarta (ANTARA) - Direktur Kerja Sama dan Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Tuti Wahyuningsih mengungkap modus penghimpunan dana terorisme di Indonesia tahun 2021 terdiri atas donasi pribadi, penyalahgunaan donasi yayasan, dan dana badan usaha.
“Di 2021 ini, memang itu ada tiga hal (modus) yang sangat mengemuka. Pertama, ada donasi dari pribadi, kemudian penyalahgunaan donasi yayasan, dan pendanaan dari badan usaha yang sah,” ujar Tuti Wahyuningsih, saat menjadi narasumber dalam Podcast Kafe Toleransi bertajuk “PPATK Bongkar Modus Pendanaan Terorisme” yang diunggah di kanal YouTube Humas BNPT, dipantau dari Jakarta, Sabtu.
Ketiga modus atau karakteristik penghimpunan dana terorisme itu, kata dia, merupakan hasil pemantauan PPATK di sepanjang tahun 2021. Sebelum itu, kata Tuti, tepatnya pada 2015, penghimpunan dana terorisme di Indonesia cenderung melalui praktik kekerasan, seperti perampokan.
“Di 2015, masih cukup kental terkait pendanaan dengan kekerasan, seperti perampokan. Sudah ada juga melalui donasi yayasan,” ujar dia pula.
Akan tetapi pada tahun 2019, kata Tuti lagi, terjadi perubahan pola penghimpunan dana terorisme dari perampokan menjadi penggalangan donasi dari media sosial.
Meskipun telah mengetahui adanya pola perubahan dan tiga modus di 2021 ini, menurut Tuti Wahyuningsih, upaya berbagai pihak terkait, terutama PPATK untuk menguak dan memutus aliran pendanaan terorisme masih dihadapkan pada sejumlah kendala.
Selain bentuk modus yang senantiasa berubah, ada pula kendala lain, yakni nama donasi pribadi, yayasan, dan kegiatan usaha yang berubah-ubah.
Di samping itu, kata Tuti, sumbangan yayasan melalui kotak-kotak amal pun sulit untuk dilacak dan diberantas, bahkan selalu populer digunakan karena masyarakat Indonesia cenderung berjiwa sosial tinggi dan dermawan.
“Kita itu sangat sosial dan masyarakat Indonesia cenderung generous (dermawan),” kata dia pula.
Dengan demikian, kelompok teroris senantiasa memanfaatkan modus penghimpunan dana dari seperti itu, terutama melalui kotak amal yang ada di minimarket.
“Itu memang menjadi PR (pekerjaan rumah) kita bersama ke depannya,” kata Tuti Wahyuningsih.