Bandarlampung (Antara Kalbar)- Beberapa warga yang menekuni usaha kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat, Kamis, menyebutkan permintaan atas kopi luwak cenderung meningkat, namun mereka terkendala permodalan dan hal teknis untuk mengekspornya.
"Kami tidak tahu bagaimana cara mengekspornya, padahal banyak permintaan dari luar negeri, seperi China dan Australia," kata salah seorang pengusaha kopi luwak, Gunawan, di Liwa Kabupaten Lampung Barat, sekitar 246 km sebelah barat Bandarlampung.
Kendala utama lainnya adalah permodalan untuk memenuhi permintaan tersebut, serta makin sulitnya mendapatkan luwak atau musang.
"Untuk memproduksi kopi luwak, kami sering melakukan tambal sulam dalam hal pembiayaannya," katanya.
Menurut dia, harga kopi di Liwa telah mencapai Rp600.000/kg, di Bandarlampung Rp700.000/kg, sedang harganya di Jakarta mencapai Rp1.500.000/kg.
"Salah seorang wisatawan asal China yang berkunjung ke tempat saya bahkan mengatakan harga kopi luwak di negaranya mencapai Rp800.000 per gelas," katanya.
Karena tidak mengerti tentang cara mengirimkan kopi luwak ke pasar ekspor, ia menyebutkan kopi luwak umumnya dibawa sebagai cindera mata oleh wisatawan yang berkunjung ke Liwa Lampung Barat.
"Seperti wisatawan dari China itu, begitu menikmati kopi luwak di rumahku kemarin, langsung membeli dua kg kopi luwak," katanya.
Dia juga menyebutkan wisatawan dari Australia belum lama ini juga berkunjung ke rumahnya, yang juga sekaligus tempat penangkaran musang dan produksi kopi luwak, dengan membawa contoh kopi luwak yang dibelinya di luar Lampung.
"Setelah mencoba kopi luwak produksi Lampung Barat, ia akhirnya membeli 18 kg," katanya.
Ia kembali menyebutkan permintaan atas kopi luwak sebenarnya tinggi, namun mereka terkendala permodalan dan hal teknis untuk mengirimkannya.
Dia juga menyebutkan ancaman lainnya yang bisa mematikan usaha kopi luwak, yakni kesulitan mendapatkan luwak (musang) serta menjamurnya kopi luwak asalan atau yang diproduksi menggunakan mesin.
"Kalau di Liwa ini, kopi luwak diproduksi dari kotoran musang itu sendiri," katanya.
Menurut dia, dalam empat tahun terakhir, para pelaku usaha kopi luwak belum pernah mendapatkan pencerahan dari Pemkab Lampung Barat tentang cara memelihara dan menangkarkan luwak.
"Karenanya, banyak luwak mati, dan kami selalu tergantung dari hasil tangkapan para pemburu. Jika di hutan ditangkap luwak, dijual kepada kami," katanya.
Sehubungan itu, ia mengharapkan pemerintah setempat membantu para pelaku usaha kopi luwak agar tidak gulung tikar, terutama dalam hal permodalan dan ekspor kopi luwak.
(H009)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Kami tidak tahu bagaimana cara mengekspornya, padahal banyak permintaan dari luar negeri, seperi China dan Australia," kata salah seorang pengusaha kopi luwak, Gunawan, di Liwa Kabupaten Lampung Barat, sekitar 246 km sebelah barat Bandarlampung.
Kendala utama lainnya adalah permodalan untuk memenuhi permintaan tersebut, serta makin sulitnya mendapatkan luwak atau musang.
"Untuk memproduksi kopi luwak, kami sering melakukan tambal sulam dalam hal pembiayaannya," katanya.
Menurut dia, harga kopi di Liwa telah mencapai Rp600.000/kg, di Bandarlampung Rp700.000/kg, sedang harganya di Jakarta mencapai Rp1.500.000/kg.
"Salah seorang wisatawan asal China yang berkunjung ke tempat saya bahkan mengatakan harga kopi luwak di negaranya mencapai Rp800.000 per gelas," katanya.
Karena tidak mengerti tentang cara mengirimkan kopi luwak ke pasar ekspor, ia menyebutkan kopi luwak umumnya dibawa sebagai cindera mata oleh wisatawan yang berkunjung ke Liwa Lampung Barat.
"Seperti wisatawan dari China itu, begitu menikmati kopi luwak di rumahku kemarin, langsung membeli dua kg kopi luwak," katanya.
Dia juga menyebutkan wisatawan dari Australia belum lama ini juga berkunjung ke rumahnya, yang juga sekaligus tempat penangkaran musang dan produksi kopi luwak, dengan membawa contoh kopi luwak yang dibelinya di luar Lampung.
"Setelah mencoba kopi luwak produksi Lampung Barat, ia akhirnya membeli 18 kg," katanya.
Ia kembali menyebutkan permintaan atas kopi luwak sebenarnya tinggi, namun mereka terkendala permodalan dan hal teknis untuk mengirimkannya.
Dia juga menyebutkan ancaman lainnya yang bisa mematikan usaha kopi luwak, yakni kesulitan mendapatkan luwak (musang) serta menjamurnya kopi luwak asalan atau yang diproduksi menggunakan mesin.
"Kalau di Liwa ini, kopi luwak diproduksi dari kotoran musang itu sendiri," katanya.
Menurut dia, dalam empat tahun terakhir, para pelaku usaha kopi luwak belum pernah mendapatkan pencerahan dari Pemkab Lampung Barat tentang cara memelihara dan menangkarkan luwak.
"Karenanya, banyak luwak mati, dan kami selalu tergantung dari hasil tangkapan para pemburu. Jika di hutan ditangkap luwak, dijual kepada kami," katanya.
Sehubungan itu, ia mengharapkan pemerintah setempat membantu para pelaku usaha kopi luwak agar tidak gulung tikar, terutama dalam hal permodalan dan ekspor kopi luwak.
(H009)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013