Jakarta (Antara Kalbar) - Tudingan sejumlah aktivis lingkungan yang menyebutkan adanya pelanggaran hak-hak satwa terhadap produksi kopi luwak ditengarai hanya bagian dari strategi perang dagang saja.
"Karena keeksotisan kopi luwak menyebabkan harganya mahal, dan mungkin ada beberapa pihak yang merasa terganggu," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, saat dijumpai para wartawan, di Jakarta, Jumat.
Bayu mengatakan, beberapa pihak yang merasa terganggu tersebut kemudian mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sesungguhnya tidak perlu untuk menjatuhkan posisi kopi luwak yang saat ini harganya mencapai 150 Euro per satu kilogram.
"Saat ini perdagangan kopi luwak sudah mulai terganggu dan kemudian ada langkah-langkah untuk melarang perdagangan kopi luwak," kata Bayu.
Berdasarkan investigasi aktivis lingkungan tersebut menemukan bahwa penduduk desa memelihara luwak dalam kandang sempit dan kotor yang tidak layak dan dipaksa untuk mengkonsumsi biji kopi secara berlebihan.
"Tidak sulit untuk membayangkan bahwa hal tersebut merupakan perang dagang, karena kompetisinya sangat tinggi, harganya mahal dan mampu mengangkat kopi Indonesia," kata Bayu.
Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam lembaga People for The Ethical Treatments of Animals (PETA) mengajak peminum kopi untuk berhenti mengkonsumsi kopi luwak, karena hampir seluruh kopi luwak yang diberi label hasil produksi luwak liar sebenarnya diproduksi dari luwak yang dipelihara di kandang.
Bahkan, beberapa hotel mewah di Hong Kong berhenti menyajikan kopi luwak seperti Langham Hotel, InterContinental Hotel, dan Landmark Mandarin Oriental memutuskan berhenti menyajikan kopi luwak akibat hasil laporan kelompok pembela hak satwa tersebut.
Boikot Kopi Luwak Bagian dari Perang Dagang
Jumat, 15 November 2013 16:43 WIB