Lombok Barat, NTB (Antara Kalbar) - Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), dan United Nation Reducing Emission from Deforestation and Degradation in Developing Countries (UNREDD) meluncurkan edisi bahasa Inggris indeks tata kelola hutan komprehensif.

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)/REDD+ Task Force Imam Santoso, Rabu, mengatakan, indeks tersebut menganalisa kondisi tata kelola hutan saat ini dan implikasi terhadap program REDD+.

Peluncuran indeks tata kelola hutan komprehensif untuk pertama kalinya bagi Indonesia itu berlangsung dalam pertemuan internasional di bidang kehutanan yang digelar pada 25 Juni hingga 2 Juli 2013, di Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pertemuan yang diikuti sekitar 150 orang dari 37 negara itu diawali dengan rapat Project Grant Agreement (PGA) atau perjanjian proyek hibah, sekaligus peluncuran indeks perlindungan hutan itu.

Indonesia merupakan negara dengan tutupan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, telah mengambil langkah-langkah positif untuk melindungi hutan.  

Indonesia juga salah satu negara pertama yang berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara drastis sebesar 26 persen pada 2020 yang sebagian besar disebabkan degradasi hutan dan lahan gambut.    

"Laporan ini berisi rincian rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan akuntibilitas dan transparansi yang merupakan kunci perlindungan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan di Indonesia," ujarnya.      

Ia berharap, peluncuran indeks tersebut dapat menjadikan Indonesia sebagai negara panutan untuk pelaksanaan program REDD+.  

"Saya berharap pengalaman Indonesia dalam menganalisa hutan, lahan gambut dan kelola hutan REDD+ bersama dengan beberapa negara lain, dapat membuat Indonesia menjadi negara panutan untuk pelaksanaan tata kelola," ujarnya.

Sementara itu, Tim Clairs dari UN-REDD Program mengatakan, pihaknya sangat menghargai keberanian Pemerintah Indonesia yang secara terbuka mengakui adanya tantangan tata kelola hutan.

"Dengan tersedianya data awal yang komprehensif, inilah langkah-langkah awal yang penting untuk memperbaiki sistem tata kelola dan strukturnya," ujarnya.

Sedangkan, Direktur UNDP Indonesia Beate Trankmann mengatakan, tata kelola hutan di Indonesia merefleksikan komitmen Pemerintah Indonesia enangani isu-isu tata kelola dalam pengimplementasian REDD+.

"Ini menjadi suatu pembuktian bahwa REDD+ tidak bisa berjalan tanpa tata kelola yang baik. Tata kelola yang baik mutlak diperlukan agar sistem publik, institusi dan Undang-Undang untuk melindungi hutan dan lahan gambut bisa berlangsung efektif," ujar Beate.

Menurut dia, penelitian selama satu tahun ini dilaksanakan melalui konsultasi erat dengan Satgas REDD+, Kementerian Kehutanan dan BAPPENAS.

Laporan tersebut juga disusun melalui konsultasi publik yang intensif serta didukung akademisi dan ahli terkemuka di Indonesia.

Indonesia dengan dukungan dari UN-REDD Global Progamme, merupakan salah satu dari empat negara yang menjadi pilot project peluncuran PGA tentang tata kelola hutan. Negara lainnya yakni Ekuador, Nigeria dan Vietnam.

Laporan itu mencakup 10 provinsi di Indonesia yang luas hutannya mencapai setengah dari luas hutan di Indonesia, yakni Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua Barat dan Papua serta dua kabupaten di setiap provinsi.

Peluncuran laporan tersebut kurang dari dua minggu sebelum moratorium pembukaan hutan di Indonesia berakhir. Moratorium tersebut dikeluarkan setelah Pemerintah Indonesia menyepakati skema REDD+ yang didukung Pemerintah Norwegia.

Laporan tersebut menghitung nilai indeks keseluruhan tata kelola hutan, lahan dan REDD+ sebesar 2.33 dalam skala 1 sampai 5. Nilai itu merupakan agregat indeks rata-rata di tingkat pusat digabungkan dengan indeks rata-rata 10 provinsi dengan kawasan hutan terbesar (2.39) dan indeks rata-rata 20 kabupaten dalam provinsi tersebut (1.8).

Pewarta: Anwar Maga

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013