Oleh Nurul Hayat

Pontianak (Antara Kalbar) - Setiap badan atau pun lembaga publik wajib membentuk pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) sebagai penerapan dari Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik No 14 tahun 2008.

Fahrurrazi dari Lembaga Pengkajian dan Studi Arus Informasi Regional (LPS-AIR) mengatakan hal itu pada diskusi bertema "Komitmen Daerah dalam Penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP)" kerja sama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) dengan Kinerja-USAID Kalbar, di Pontianak, Jumat.

"Masih banyak badan atau lembaga publik yang belum menunjuk PPID, termasuk di tingkat pemerintah kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Barat," kata Manajer Program LPS-AIR itu.

Ia mengatakan, Undang-undang No. 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sudah ditindaklanjuti Pemerintah Pusat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No. 14 tahun 2008.

PP tersebut menjelaskan tugas dan tanggung jawab Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID adalah pejabat yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan atau pelayanan informasi di badan publik.

Untuk dapat menjalankan pelayanan informasi yang cepat, tepat dan sederhana, maka setiap badan publik perlu menunjuk PPID tersebut.

Namun dalam perkembangannya, masih banyak badan atau lembaga publik yang belum menunjuk PPID tersebut, termasuk di tingkat pemerintah kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Barat.

LPS-AIR menjadi mitra Kinerja-USAID untuk mendorong pembentukan PPID di lima wilayah di Kalbar yang menjadi wilayah program Kinerja-USAID, meliputi Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, Bengkayang, Melawi dan Sekadau.

Dia mengatakan, dari lima kabupaten/kota yang masuk dalam program (projek kerja) lembaga tersebut, baru empat yang sudah terbentuk PPID. Yakni Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang, Melawi, dan Sambas. Sementara Kabupaten Sekadau, masih belum terbentuk.

Menurut dia, masih adanya pemerintah kabupaten yang belum membentuk PPID itu, karena ada alasan tertentu.

Di antaranya karena adanya konflik otoritas. Menurut imbauan Mendagri, PPID bisa dibentuk di bidang umum atau pelayanan umum informasi atau humas. Namun imbauan itu menimbulkan persoalan ada yang menganggap PPID tidak di humas karena humas adalah "corongnya" pemerintah.

Jadi tidak melayani informasi daerah. Sementara pihak Kominfo sendiri, cenderung cuek atau kurang peduli untuk membentuk PPID tersebut, dan alasan lainnya masih belum jelasnya persoalan anggaran.

Padahal, menurut dia, penerapan UU KIP kini sudah memasuki masa "injury time" atau waktu penghentian. Karena UU itu sudah diterbitkan sejak tahun 2008 atau sekitar lima tahun.

LPS-AIR sebagai mitra Kinerja-USAID, sejak dua tahun terakhir mendorong dan membina terus pembentukan PPID di lima kabupaten yang masuk dalam wilayah kerja Kinerja-USAID tersebut.

Masih menurut Fahrurrazi, untuk Indonesia ada sejumlah provinsi yang menanggapi dengan segera penerapan UU KIP. Provinsi tersebut, yakni Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, ada Kabupaten Probolinggo (Jawa Timur), Kota Banda Aceh (Provinsi Aceh). Kota Makassar (Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Luwu (Sulawesi Selatan).

"Jika masih banyak pemerintah daerah yang belum membentuk PPID, maka akan banyak sengketa informasi yang terjadi," katanya. Jika PPID sudah terbentuk atau diluncurkan, maka PPID wajib mempublikasikan daftar informasi publik.

Ia mencontohkan informasi yang harus segera diketahui publik misalnya mengenai data kasus wabah.

"Itu harus segera dipublikasikan, dan itu masuk kategori `serta merta` (harus dipublikasikan), kalau tidak dipublikasikan, pejabat bisa dipidanakan," imbuhnya.

Kemudian risalah dan notulensi, juga harus dibuka ke publik. Dibuka sepanjang tidak mengganggu kerahasiaan negara.

Sementara itu, Ketua Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), Kusmalina mengatakan diskusi diadakan guna memberikan pemahaman kepada para jurnalis mengenai pentingnya pembentukan dan keberadaan PPID di setiap badan atau lembaga publik.

Selain itu, juga mengetahui sejauh mana menerapkan UU KIP di wilayah Kalbar, dan yang sudah didorong oleh Kinerja-USAID untuk pembentukannya.

"Jurnalis berperan mempublikasikan informasi yang harus diketahui publik dan keberadaan PPID nantinya penting untuk masyarakat," katanya.

Sebanyak 20 jurnalis cetak maupun elektronik, hadir dalam diskusi yang digelar di aula Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalbar di Jalan Sutoyo, Kota Pontianak, sejak pukul 08.30 WIB hingga 11.00 WIB, untuk membahas penerapan UU KIP tersebut. 

(N005/I006)



 

Pewarta:

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013