Pontianak (Antara Kalbar) - Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Provinsi Kalimantan Barat dalam unjuk rasa, Senin, mengingatkan pemerintah terkait kebijakan pertanian dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang lebih banyak merugikan Indonesia.
"Sejak bergabungnya Indonesia sebagai anggota WTO tahun 1995, malah kebijakan WTO banyak yang merugikan Indonesia, sehingga kami mendesak agar Indonesia keluar dari keanggotaan WTO," kata Humas GMNI Provinsi Kalbar Zubeiri saat melakukan orasi di Bundaran Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak, Jl Ahmad Yani.
Zubeiri menjelaskan, saat ini negara-negara maju malah mendesak negara berkembang menghapuskan subsidi sektor pertanian, padahal sektor pertanian yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
"Negara-negara maju tidak berlaku adil soal penghapusan subsidi pertanian sebagai jalan memasuki pasar pangan negara-negara dunia ketiga," ungkapnya.
Padahal, di sisi lain negara maju tidak berlaku adil soal penghapusan subsidi pertanian, karena sampai sekarang saja AS masih memberikan subsidi pada sektor pertaniannya yang nilainya mencapai 130 miliar dolar AS atau sekitar Rp1,4 triliun, kata Zubeiri.
"Sehingga kami menilai, tidak ada untungnya Indonesia bergabung dengan WTO, dan sebaiknya keluar saja dari keanggotaan tersebut," ujarnya.
Dia menilai kebijakan pertanian menurut WTO malah membawa malapetaka Indonesia, karena berdampak produksi pangan nasional yang terus merosot, bentuk usaha tani tidak lagi sanggup mensejahterakan petani, akibatnya banyak petani yang meninggalkan pekerjaan mereka.
"Ironisnya di Indonesia sekitar 60 persen penerima beras masyarakat miskin (raskin), selain itu Indonesia semakin bergantung pada impor sehingga hampir semua kebutuhan pangan bergantung impor, seperti impor gandum yang mencapai 100 persen, kedelai 78 persen, gula pasir 54 persen, daging sapi 18 persen, dan bawang putih 95 persen," ungkap Humas GMNI Provinsi Kalbar.
Untuk itu dalam tuntutannya, GMNI Provinsi Kalbar menyatakan sikap, agar pemerintah tidak menandatangani dalam bentuk apapun dalam forum konferensi tingkat menteri WTO di Bali 3-4 Desember, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan Indonesia sebagai anggota WTO, dan mendesak pemerintah sekarang mempertanggungjawabkan kesepakatan yang telah dibuat dengan WTO sebelumnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Sejak bergabungnya Indonesia sebagai anggota WTO tahun 1995, malah kebijakan WTO banyak yang merugikan Indonesia, sehingga kami mendesak agar Indonesia keluar dari keanggotaan WTO," kata Humas GMNI Provinsi Kalbar Zubeiri saat melakukan orasi di Bundaran Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak, Jl Ahmad Yani.
Zubeiri menjelaskan, saat ini negara-negara maju malah mendesak negara berkembang menghapuskan subsidi sektor pertanian, padahal sektor pertanian yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
"Negara-negara maju tidak berlaku adil soal penghapusan subsidi pertanian sebagai jalan memasuki pasar pangan negara-negara dunia ketiga," ungkapnya.
Padahal, di sisi lain negara maju tidak berlaku adil soal penghapusan subsidi pertanian, karena sampai sekarang saja AS masih memberikan subsidi pada sektor pertaniannya yang nilainya mencapai 130 miliar dolar AS atau sekitar Rp1,4 triliun, kata Zubeiri.
"Sehingga kami menilai, tidak ada untungnya Indonesia bergabung dengan WTO, dan sebaiknya keluar saja dari keanggotaan tersebut," ujarnya.
Dia menilai kebijakan pertanian menurut WTO malah membawa malapetaka Indonesia, karena berdampak produksi pangan nasional yang terus merosot, bentuk usaha tani tidak lagi sanggup mensejahterakan petani, akibatnya banyak petani yang meninggalkan pekerjaan mereka.
"Ironisnya di Indonesia sekitar 60 persen penerima beras masyarakat miskin (raskin), selain itu Indonesia semakin bergantung pada impor sehingga hampir semua kebutuhan pangan bergantung impor, seperti impor gandum yang mencapai 100 persen, kedelai 78 persen, gula pasir 54 persen, daging sapi 18 persen, dan bawang putih 95 persen," ungkap Humas GMNI Provinsi Kalbar.
Untuk itu dalam tuntutannya, GMNI Provinsi Kalbar menyatakan sikap, agar pemerintah tidak menandatangani dalam bentuk apapun dalam forum konferensi tingkat menteri WTO di Bali 3-4 Desember, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan Indonesia sebagai anggota WTO, dan mendesak pemerintah sekarang mempertanggungjawabkan kesepakatan yang telah dibuat dengan WTO sebelumnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013