Jakarta (Antara Kalbar) - PDI Perjuangan menilai pertemuan Joko Widodo atau Jokowi dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Rois Am PBNU Mustofa Bisri antara lain membahas krisis keteladanan dan karakter bangsa.
"PDI Perjuangan, NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah berpandangan bahwa bangsa Indonesi saat ini telah mengalami krisis keteladanan dan krisis karakter bangsa," kata Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Jumat.
Menurut Tjahjo, pada pertemuan itu ketiga organisasi tersebut berpandangan bahwa krisis ini muncul akibat dari upaya sistematis yang tidak melibatkan kedua organisasi umat Islam terbesar di Indonesia tersebut dalam membicarakan persoalan bangsa.
Dari hasil pertemuan itu, kata dia, PDI Perjuangan mengambil sikap sebagai berikut, pertama, akan menegakkan garis politik Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, agar bangsa ini kembali pada jejak sejarahnya yang menempatkan NU dan Muhammadiyah sebagai bagian penting dari tiang penyangga negara.
Tjahjo menambahkan, jika PDI Perjuangan dan Jokowi mendapatkan mandat kepercayaan rakyat untuk memimpin negara ini selama lima tahun ke depan, maka NU dan Muhammadiyah serta pilar agama-agama lainnya di Indonesia, merupakan bagian dari elemen bangsa yang penting dalam menuntaskan berbagai agenda kebangsaan.
Agenda kebangsaan itu antara lain, menciptakan lapangan kerja bagi rakyat, mewujudkan kehidupan rakyat yang cukup sandang, pangan dan papan.
Selain itu, kata dia, PDI Perjuangan juga akan membangun komitmen kebangsaan dengan NU dan Muhammadiyah untuk melakukan kaderisasi kepemimpinan nasional, sehingga kehidupan politik ke depan akan ditandai dengan munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang memiliki karakter, jati diri, kewibawaan, berakhlak mulia, dan berani bertanggung jawab untuk mengemban masa depan bangsa dan negaranya.
Tjahjo menjelaskan, pertemuan antara Jokowi dengan Din Syamsuddin di Jakarta dan dilanjutkan pertemuan dengan KH Mustofa Bisri di Rembang, Jawa Tengah, pada Kamis (20/3), sesungguhnya adalah merupakan bagian dari kesadaran politik kader PDI Perjuangan terhadap jejak sejarah bangsa.
PDI Perjuangan dan Jokowi, kata dia, melihat NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi utama umat Islam yang telah memberikan kontribusi besar terhadap tegaknya Republik Indonesia sekaligus menjadi pilar pemersatu bangsa.
Pada kedua pertemuan itu, kata dia, terungkap adanya kegelisahan dan kepedulian yang sama antara PDI Perjuangan dengan NU dan Muhammadiyah dalam melihat realitas kehidupan bangsa dan negara saat ini.
"PDI Perjuangan, Muhammadiyah dan NU berpandangan bahwa pilar bekerjanya ekonomi rakyat yang dulunya digerakkan oleh NU dan Muhammadiyah, kini telah tergantikan oleh jejaring produk impor," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"PDI Perjuangan, NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah berpandangan bahwa bangsa Indonesi saat ini telah mengalami krisis keteladanan dan krisis karakter bangsa," kata Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Jumat.
Menurut Tjahjo, pada pertemuan itu ketiga organisasi tersebut berpandangan bahwa krisis ini muncul akibat dari upaya sistematis yang tidak melibatkan kedua organisasi umat Islam terbesar di Indonesia tersebut dalam membicarakan persoalan bangsa.
Dari hasil pertemuan itu, kata dia, PDI Perjuangan mengambil sikap sebagai berikut, pertama, akan menegakkan garis politik Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, agar bangsa ini kembali pada jejak sejarahnya yang menempatkan NU dan Muhammadiyah sebagai bagian penting dari tiang penyangga negara.
Tjahjo menambahkan, jika PDI Perjuangan dan Jokowi mendapatkan mandat kepercayaan rakyat untuk memimpin negara ini selama lima tahun ke depan, maka NU dan Muhammadiyah serta pilar agama-agama lainnya di Indonesia, merupakan bagian dari elemen bangsa yang penting dalam menuntaskan berbagai agenda kebangsaan.
Agenda kebangsaan itu antara lain, menciptakan lapangan kerja bagi rakyat, mewujudkan kehidupan rakyat yang cukup sandang, pangan dan papan.
Selain itu, kata dia, PDI Perjuangan juga akan membangun komitmen kebangsaan dengan NU dan Muhammadiyah untuk melakukan kaderisasi kepemimpinan nasional, sehingga kehidupan politik ke depan akan ditandai dengan munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang memiliki karakter, jati diri, kewibawaan, berakhlak mulia, dan berani bertanggung jawab untuk mengemban masa depan bangsa dan negaranya.
Tjahjo menjelaskan, pertemuan antara Jokowi dengan Din Syamsuddin di Jakarta dan dilanjutkan pertemuan dengan KH Mustofa Bisri di Rembang, Jawa Tengah, pada Kamis (20/3), sesungguhnya adalah merupakan bagian dari kesadaran politik kader PDI Perjuangan terhadap jejak sejarah bangsa.
PDI Perjuangan dan Jokowi, kata dia, melihat NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi utama umat Islam yang telah memberikan kontribusi besar terhadap tegaknya Republik Indonesia sekaligus menjadi pilar pemersatu bangsa.
Pada kedua pertemuan itu, kata dia, terungkap adanya kegelisahan dan kepedulian yang sama antara PDI Perjuangan dengan NU dan Muhammadiyah dalam melihat realitas kehidupan bangsa dan negara saat ini.
"PDI Perjuangan, Muhammadiyah dan NU berpandangan bahwa pilar bekerjanya ekonomi rakyat yang dulunya digerakkan oleh NU dan Muhammadiyah, kini telah tergantikan oleh jejaring produk impor," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014