Jakarta (ANTARA) - Dalam 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, ancaman terhadap pertahanan negara tidak hanya mencakup ancaman tradisional, tetapi mulai meluas pada ancaman modern yang melibatkan kecerdasan buatan, bahkan ancaman biologis, sebagaimana yang terjadi selama pandemi COVID-19.
Oleh karena itu, sejak periode pertama pemerintahannya yang berlanjut pada periode kedua, Presiden Jokowi menunjukkan komitmen dan konsistensinya memperkuat postur pertahanan negara sebagaimana yang dia tetapkan dalam dua peraturan presiden, yaitu Perpres Nomor 97 Tahun 2015 dan Perpres Nomor 8 Tahun 2021.
Dua peraturan presiden itu kemudian dijalankan oleh dua menteri pertahanan berlatar militer, yaitu Jenderal TNI (Purn.) Ryamizad Ryacudu pada periode pertama pemerintahan Jokowi, kemudian berlanjut kepada Jenderal TNI (HOR) Prabowo Subianto pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi yang bakal berakhir pada 20 Oktober 2024. Dua perpres itu juga menjadi pedoman bagi seluruh kebijakan pertahanan pemerintahan Jokowi yang saat ini hampir menyentuh 10 tahun.
Presiden Jokowi dalam pedoman kebijakan pertahanan yang dia buat menyoroti beberapa aspek penguatan postur pertahanan, yang di antaranya mencakup melanjutkan kebijakan modernisasi alutsista TNI, meningkatkan profesionalisme TNI, membentuk komponen cadangan, meningkatkan penguasaan terhadap teknologi pertahanan dan meningkatkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri, serta mengintegrasikan kekuatan pertahanan tiga matra TNI untuk menunjang kebijakan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Keinginan Presiden Jokowi meningkatkan kekuatan pertahanan Indonesia itu kemudian diwujudkan secara bertahap dalam 10 tahun terakhir. Langkah itu menjadi mutlak mengingat situasi geografis Indonesia yang strategis, kemudian situasi geopolitik dunia yang dalam beberapa tahun terakhir masih diliputi ketegangan dan adu unjuk kekuatan militer negara-negara kuat seperti China, Amerika Serikat, dan pakta pertahanan negara-negara Barat, misalnya, AUKUS (Australia, Inggris, dan AS).
Modernisasi alutsista TNI
Dalam deretan kebijakan pertahanan pemerintahan Presiden Jokowi, modernisasi alutsista menjadi salah satu agenda prioritas, mengingat Presiden berupaya mewujudkan TNI sebagai kekuatan yang punya daya tangkal serta mampu menghadapi ancaman perang yang berlarut. Keinginan mewujudkan kekuatan yang punya daya tangkal itu pun diwujudkan dalam berbagai pembelian alutsista baru terutama yang ditujukan untuk memperkuat matra udara dan matra laut TNI yang menjadi garda terdepan menangkal ancaman-ancaman dari luar. Bahkan, jika mengamati rencana pembelian sejumlah alutsista dalam beberapa tahun terakhir, pemerintahan Presiden Jokowi juga serius membentuk kekuatan TNI yang berproyeksi ke luar (outward looking), yang artinya kekuatan TNI punya kemampuan untuk bertempur di luar wilayah Indonesia.
Kebijakan membeli alutsista baru, terutama yang berteknologi tinggi itu, bukan tanpa halangan. Ragam kritik juga mewarnai belanja alutsista baru yang dijalankan selama pemerintahan Presiden Jokowi. Debat antara belanja alutsista versus peningkatan kesejahteraan publik (gun vs butter) pun sempat menjadi komoditas politik khususnya saat memasuki masa Pilpres 2024. Anggaran pertahanan yang tahun ke tahun trennya naik pun kerap menjadi sorotan beberapa kelompok, terutama dari organisasi masyarakat sipil.
Namun, perdebatan untuk menentukan salah satu yang menjadi prioritas pada akhirnya kontraproduktif karena luput mempertimbangkan peran penting pertahanan negara yang fungsinya tidak sekadar menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, tetapi juga menjaga kepentingan nasional, yang dimensinya menjangkau sektor-sektor di luar pertahanan, yaitu kepentingan ekonomi, politik, sosial, dan budaya nasional. Terkait itu, contoh paling tepat melihat bagaimana China memutuskan untuk membuat pangkalan militer di Djibouti, Afrika Timur, pada 2017, dan saat ini dalam proses membangun pangkalan militer kedua di Guinea Ekuatorial di Afrika Barat, kemudian AS pun merespons itu dengan mengubah Komando Pertahanan Pasifik-nya (USPACOM) menjadi Komando Pertahanan Indo-Pasifik (USINDOPACOM) pada 2018. Komando pertahanan itu, yang terbentuk sejak 77 tahun lalu, mengendalikan armada dan aset-aset militer AS yang tersebar dari Samudera Pasifik hingga Samudera Hindia, kawasan yang saat ini dikenal dengan Indo-Pasifik.
Jika membandingkan kekuatan militer Indonesia dengan dua negara kuat itu, tentu jaraknya masih relatif jauh. Namun, upaya menuju ke arah itu perlu dimulai jika memang tujuan bangsa ke depan ingin menjadi negara maju pada 2045. Visi itu yang saat ini dikenal luas dengan slogan Indonesia Emas 2045.
Oleh karena itu, pemenuhan kekuatan pokok minimum (MEF) secara bertahap terus dilakukan semasa pemerintahan Presiden Jokowi. Sejak periode pertama pemerintahannya, pemenuhan MEF terus berjalan hingga saat ini mendekati akhir masa kerja periode kedua pemerintahan Jokowi. Rata-rata pencapaian MEF untuk memperkuat tiga matra TNI mendekati 70 persen. Targetnya, pemenuhan kekuatan pokok minimum itu tuntas pada akhir 2024.
Dari matra udara, belanja alutsista penting yang menjadi sorotan, di antaranya pembelian 42 unit pesawat tempur generasi 4.5 Rafale dari Dassault Aviation Perancis, lima pesawat angkut C-130 J Super Hercules buatan Lockheed Martin Amerika Serikat, ada juga delapan helikopter angkut berat Airbus H225M yang perakitan dan kustomisasinya dikerjakan oleh perusahaan plat merah PT Dirgantara Indonesia (DI), kemudian ada program pembaruan Falcon Star-Enhance Mid Life Update (eMLU) untuk 10 pesawat tempur F-16 TNI AU, dua pesawat angkut Airbus A400M, limaTNI unit pesawat angkut Casa NC-212i buatan PT DI, delapan unit drone tempur CH-4 Rainbow buatan China Academy of Aerospace Aerodynamics (CASC), Radar Leonardo RAT-31 DL/M yang mampu mendeteksi rudal nuklir buatan Italia, dan 25 radar baru yang 13 di antaranya radar Ground Control Interception (GCI) GM-403 buatan Thales Perancis bekerja sama dengan PT Len Industri dan 12 lainnya buatan Retia dari Ceko. Pemerintah Indonesia saat ini juga bekerja sama dengan Pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace Industry membangun pesawat tempur generasi 4.5 KF-21 Boramae.
Kementerian Pertahanan RI terutama di bawah kepemimpinan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga membidik untuk memborong 24 pesawat tempur generasi 4.5 F-15EX buatan Boeing, kemudian 24 helikopter Sikorsky S-70M Black Hawk, dan empat unit helikopter H145 yang produksinya bakal dikerjakan bersama-sama oleh Airbus dan PT DI. Kemudian, ada juga rencana mendatangkan sejumlah drone tempur dari Turki, terutama yang berkemampuan MALE, di antaranya Anka dari Turkish Aerospace Industries dan Bayraktar dari Baykar Technology. Alutsista lain yang juga dibidik untuk memperkuat TNI Angkatan Udara, di antaranya pesawat berkemampuan deteksi pesawat, kapal, dan objek-objek bergerak lainnya dalam jarak jauh, serta punya fungsi komando dan kendali (AWACS), pesawat pengisian bahan bakar (MRRT), dan drone tempur berbasis satelit sehingga mampu mendukung pertempuran udara jarak jauh (BVR).
Dari matra laut, selama 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi beberapa pembelian alutsista penting mencakup dua kapal selam Scorpene Evolved buatan Naval Group Prancis yang produksinya nanti bekerja sama dengan galangan kapal dalam negeri PT PAL di Surabaya, kemudian program modernisasi 41 kapal perang TNI AL yang dipimpin oleh PT PAL dan melibatkan galangan-galangan kapal dalam negeri, dan ada juga pembelian dua kapal patroli lepas pantai (PPA) yang dapat ditingkatkan fungsinya menjadi fregat buatan galangan kapal Italia Fincantieri, pembangunan dua Fregat Merah Putih di galangan PT PAL yang bekerja sama dengan Babcock Inggris, sistem evakuasi kapal selam (SRVS) SRV-F Mk.3 buatan Submarine Manufacturing & Products (SMP) Inggris, dan ada juga dua kapal selam kelas Chang Bogo KRI Ardadedali-404 dan KRI Alugoro-405, kemudian dua kapal pemburu ranjau (MCMV) buatan galangan kapal Jerman Abeking Rasmussen Shipyard yang keduanya diberi nama KRI Pulau Fani-731 dan KRI Pulau Fanildo-732, dua kapal berkemampuan hidro-oseanografi buatan OCEA Perancis KRI Rigel-933 dan KRI Spica-934.
Dalam pemenuhan alutsista laut selama 10 tahun terakhir, TNI AL juga diperkuat berbagai jenis kapal perang permukaan dan kapal tunda (tugboat) hasil produksi dalam negeri, di antaranya korvet KRI Bung Karno-369 yang dibangun oleh galangan PT Karimun Anugrah Sejati di Batam, dua kapal patroli lepas pantai (OPV) 90 meter buatan PT Daya Radar Utama di Lampung yang diberi nama KRI Lukas Rumkorem-392 dan KRI Raja Haji Fisabilillah-391, kemudian beberapa kapal patroli cepat 60 meter seperti KRI Dorang-874, KRI Bawal-875, KRI Marlin-877, KRI Tuna-876, KRI Hampala-880, KRI Lumba-Lumba-881, kapal patroli cepat 40 meter seperti KRI Cakalang-852, KRI Tahitu-853, KRI Layaran-854, KRI Madidihang-855, KRI Butana-878, KRI Selar-879, KRI Torani-860, KRI Gulamah-869, KRI Escolar-871, kemudian dua kapal patroli keamanan laut Patkamla Jefman iii-14-1 dan Patkamla Matan. TNI AL, dalam periode 10 tahun terakhir, juga diperkuat sejumlah kapal tunda buatan dalam negeri, yaitu kapal-kapal yang menggunakan nama gunung/puncak tertinggi seperti TD Irau, TD Umsini, TD Gunung Ranai, TD Galunggung, dan TD Malabar. Kemudian, ada juga kendaraan taktis Mobile EM Radar yang mampu mendeteksi objek bergerak dan menangkal ancaman drone untuk Marinir.
Dalam 20 tahun ke depan, sebagaimana dicanangkan oleh TNI Angkatan Laut dalam postur kekuatan TNI AL 2025—2044, TNI AL juga membidik berbagai jenis alutsista lain untuk memperkuat Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT), yaitu penambahan fregat-fregat baru, pesawat dan kapal nirawak, tambahan kapal selam, sistem pertahanan pantai Coastal Defence, tambahan kapal-kapal angkut berjenis landing platform dock (LPD) dan landing ship tank (LST), kapal-kapal perusak (destroyer), drone berkemampuan MALE seperti ANKA dan Bayraktar, pesawat patroli maritim serbaguna (MPA) P-6, kapal berjenis landing helicopter dock (LHD), tank-tank tempur amfibi (AAV) Marinir.
Kemudian dari matra darat, beberapa belanja alutsista yang menjadi sorotan dalam 10 tahun terakhir, di antaranya 10 tank medium Harimau yang diproduksi di Bandung oleh PT Pindad bekerja sama dengan FNSS Turki, kemudian kendaraan tempur dan kendaraan taktis yang juga buatan PT Pindad, yaitu tujuh unit ranpur Badak 6x6, 26 unit Anoa 6x6, 10 unit rantis Komodo 4x4, dan ada juga 22 unit kendaraan tempur Pandur II 8X8 buatan Ceko bekerja sama dengan PT Pindad, 40 unit kendaraan taktis Maung yang juga buatan Pindad, beberapa kendaraan serang ringan (ILSV) J-Force buatan perusahaan dalam negeri PT Jala Berikat Nusantara Perkasa yang didukung juga oleh PT DI, 18 unit M3 Amphibious Rig, tiga unit rantis kelompok komando, lima unit rantis trackway dan dua unit recovery vehicle.
Tidak hanya itu, ada juga delapan unit helikopter serang AH-64E Apache buatan Boeing Amerika Serikat, sembilan helikopter serbu Bell 412EPI buatan Bell Textron Inc bekerja sama dengan PT DI, dan 12 unit helikopter serbu ringan Fennec buatan PT DI dan Airbus Helicopters yang empat di antaranya telah diterima oleh TNI Angkatan Darat pada awal 2024. Kemudian ada juga senjata-senjata teknologi terbaru buatan dalam negeri dan luar negeri, rudal dan meriam, sistem peluncur rudal dan penangkal rudal.
Sejumlah alutsista baru TNI itu dalam periode 10 tahun ini juga telah menjalani berbagai misi penting, salah satunya penerjunan langsung bantuan untuk Gaza dari rakyat Indonesia menggunakan pesawat C-130 J Super Hercules TNI Angkatan Udara. Di kawasan Asia Tenggara, hanya ada dua negara yang menerjunkan bantuannya secara langsung ke Gaza, yaitu Singapura dan Indonesia.
Terlepas dari tingginya kerawanan dan bahaya yang dihadapi, mengingat Indonesia tak punya hubungan diplomatik dengan Israel untuk melintas di wilayah udara Gaza, pesawat C-130 J Super Hercules TNI AU itu bekerja sama dengan Angkatan Udara Lebanon (RJAF) pada 9 April 2024 berhasil menurunkan 20 paket bantuan dari udara yang masing-masing bobotnya 160 kilogram. Bantuan itu berisi makanan, air mineral, dan obat-obatan, serta peralatan medis untuk rakyat Gaza yang saat ini menghadapi gempuran terus-menerus dari militer Israel (IDF) sejak Oktober 2023.
Kemandirian industri pertahanan
Upaya pemerintahan Presiden Jokowi memodernisasi alutsista TNI dengan mengakuisisi teknologi buatan luar negeri juga mengemban misi penting, yaitu membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri. Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan menekankan pesan itu, termasuk saat peringatan HUT Ke-78 TNI pada 5 Oktober 2023 di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Presiden Jokowi menekankan belanja alutsista harus mengutamakan produk dalam negeri, memperhatikan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), dan jika teknologi itu dibeli dari luar negeri, maka harus ada kerja sama alih teknologi (ToT/offset) dengan industri pertahanan dalam negeri. Instruksi itu pun sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, khususnya dalam Pasal 43. Kemudian, aturan teknisnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Pertahanan dan Keamanan dari Luar Negeri.
Instruksi Presiden yang menghendaki belanja alutsista menjadi instrumen investasi untuk industri pertahanan dalam negeri pun menuai hasil. Direktur Utama Holding BUMN Pertahanan Defend ID Bobby Rasyidin mengungkap adanya pertumbuhan kontrak menjadi 29,7 persen pada 2023 dibandingkan dengan angka pada 2022, dan ada peningkatan pendapatan sebesar 28 persen pada 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Catatan positif laporan keuangan Defend ID itu juga ditemukan pada laba bersih yang melonjak 56 persen pada 2023 dibandingkan dengan angka pada 2022, kemudian aset perusahaan naik 19 persen, dan entitas perusahaan naik 35 persen.
"Arus kas di kelima entitas ini semuanya positif. Ini menunjukkan kinerja yang sangat positif. Tidak ada satu pun entitas dalam Defend ID yang mempunyai kinerja keuangan yang negatif," kata Bobby pada medio warsa ini.
Defend ID merupakan holding lima BUMN sektor pertahanan yang terdiri atas PT Len Industri sebagai perusahaan induk, dan PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, dan PT Dahana. Holding itu diresmikan langsung oleh Presiden Jokowi pada 2 Maret 2022, dan sejak pendiriannya itu, Defend ID mengincar untuk masuk dalam Top 50 Global Defence Company. Bobby pada sesi jumpa pers itu menyebut posisi Defend ID pada 2024 ada di urutan ke-76, naik 10 peringkat jika dibandingkan dengan posisinya pada 2022 yaitu urutan ke-86.
Demi mewujudkan itu, membangun kemandirian industri pertahanan dalam negeri pun menjadi misi utama Defend ID. Dalam beberapa proyek pengadaan alutsista dari luar negeri, misalnya dalam pembelian radar GCI buatan Thales, Bobby menyebut perakitan akhirnya dikerjakan di Len Techno Park di Subang, Jawa Barat. Terkait itu, PT Len juga mampu memproduksi komponen utama radar yang disebut Octopack.
Sementara dari pembelian pesawat terutama dari Airbus Helicopters, PT Dirgantara Indonesia juga terlibat dalam perakitan, pembuatan beberapa komponen, serta pemeliharaan dan perbaikan (MRO). Pasalnya, PT DI saat ini telah memiliki fasilitas perakitan yang disebut Helicopter Completion Assembly, kemudian di PT DI Aerostructure, perusahaan itu juga masuk dalam rantai pasok komponen pesawat-pesawat Airbus, khususnya untuk tail boom, ekor, dan fuselage. Kemudian untuk kemampuan PT PAL, galangan kapal plat merah itu juga terlibat dalam membangun kapal selam KRI Alugoro-405 di Surabaya bekerja sama dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co Ltd (DSME). PT PAL pun saat ini dalam proses membangun dua fregat bekerja sama dengan Babcock Inggris yang proyeknya disebut dengan nama Fregat Merah Putih.
Bobby mengungkap desain Fregat Merah Putih pun dikerjakan bersama-sama oleh PT PAL, Babcock, dan Turki -- mengingat untuk persenjataan kapal direncanakan bakal bekerja sama dengan Rocketsan. "Kita bangga karena tidak membeli lisensi, tetapi kita melahirkan desain sendiri," kata Bobby.
Pekerjaan rumah ke depan
Direktur Operasional Defend ID Tazar Marta Kurniawan, dalam acara diskusi bersama beberapa media bidang pertahanan di Jakarta bulan ini, pun menyebut pembentukan holding pertahanan itu menjadi salah satu pencapaian pemerintahan Presiden Jokowi dalam 10 tahun terakhir. Pasalnya, keberadaan holding membuat kelembagaan industri pertahanan plat merah semakin unggul tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kawasan, dan dunia.
Namun, dia yakin ke depan tata kelola industri pertahanan dan pengadaan alutsista masih perlu dibenahi untuk menjadi lebih baik. Beberapa pembenahan yang menurut dia perlu dilakukan, di antaranya transformasi kelembagaan dan membentuk desain besar (grand design) arsitektur industri pertahanan. Keduanya, dia berpendapat dibutuhkan demi menghimpun kekuatan baik itu industri, lembaga penelitian dan pengembangan, ataupun kampus, sehingga kemampuan memproduksi dan berinovasi itu tidak tercecer.
Di negara-negara seperti Korea Selatan, Turki, Perancis, dan Uni Emirat Arab, ada satu lembaga negara yang memang ditugaskan khusus untuk membangun dan mengonsolidasikan pengadaan alutsista dan alat pertahanan dan keamanan (alpahankam), membangun industri pertahanan dalam negeri, dan menghimpun berbagai inovasi yang dibuat oleh industri dan lembaga lain.
"Terkadang, inovasi sedikit di sana, inovasi sedikit di sini, inovasi itu ada di mana-mana, tetapi tidak terkompilasi dengan baik sehingga kedalaman teknologinya itu kurang, karena sepotong-sepotong," kata Tazar.
Oleh karena itu perlu ada pemetaan lengkap terhadap potensi industri pertahanan di dalam negeri yang mencakup keseluruhan tingkatan mulai dari tier-1 industri alat utama, tier-2 industri komponen utama, tier-3 industri komponen, dan tier-4 industri bahan baku. Tazar menilai kemandirian industri pertahanan membutuhkan ekosistem yang saling menghubungkan antarkelompok industri itu.
Dalam kesempatan terpisah, ahli pertahanan Curie Maharani Savitri pun setuju perlu ada transformasi kelembagaan, misalnya, dengan membentuk lembaga yang mengorkestrasi pengadaan alutsista dan alpahankam sehingga terintegrasi dengan pengembangan industri pertahanan dalam negeri. Dia menyebut ada beberapa model kelembagaan yang dapat dicontoh oleh Indonesia, misalnya di Inggris lembaga yang mengurusi logistik, pemeliharaan, dan riset disatukan.
"Kemudian di Turki ada SSB, di Korea Selatan ada DAPA, memang penting untuk menyatukan pengadaan dengan yang diproduksi oleh industri. Selama ini, industri memproduksi tetapi belum tentu dibutuhkan. Jadi ke depan, saya rasa penting untuk punya badan baru yang memperkuat hubungan antara pengadaan dengan kemampuan industri dalam negeri," kata Curie.
Di Indonesia, ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang dapat menjadi cikal bakal untuk membentuk lembaga seperti SSB, DAPA, ataupun lembaga superbody, seperti Tawazun di Uni Emirat Arab. Pasalnya, secara struktur kelembagaan, KKIP dipimpin langsung oleh Presiden RI dibantu dua wakilnya Menteri Pertahanan dan Menteri BUMN, kemudian beranggotakan pimpinan dari 11 kementerian/lembaga. Kerja KKIP yang terdiri atas Presiden dan para pembantunya itu dibantu oleh tim pelaksana dan tim ahli.
"Selama ini yang beraktivitas di bawah ini (tim pelaksana dan ahli, red.), tetapi yang di atas (Presiden dan para menteri, red.) jarang bertemu. Padahal, menurut undang-undang, Presiden memimpin pertemuan KKIP dua kali setahun. Jadi, yang atas ini kalau dia aktif, maka KKIP will be on steroids," kata Curie.
Di samping itu, Curie menilai KKIP juga membutuhkan penguatan (reinforcement) dari sisi kelembagaan, kemudian menambah daftar sasaran kerja KKIP yang tidak sebatas TNI dan Polri, tetapi juga badan-badan lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan lembaga lainnya yang punya pengadaan alpahankam. Kemudian, dia meyakini perlu ada penguatan dari sisi regulasi, salah satunya Undang-Undang Industri Pertahanan.
Tentunya, pekerjaan rumah itu diharapkan akan dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya yang dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Pasalnya, penguatan pertahanan negara membutuhkan investasi yang sifatnya jangka panjang dan berkelanjutan.
Ibarat lomba lari estafet, tongkat untuk lanjut membangun kekuatan pertahanan Indonesia tidak boleh berhenti di tengah-tengah, tetapi harus selalu dibawa lari hingga mencapai titik akhir di garis finis.
Artikel ini merupakan bagian dari Antara Interaktif Vol. 86 Orkestrasi Jokowi. Selengkapnya bisa dibaca Di Sini
Editor: Achmad Zaenal M