Jakarta (Antara Kalbar) - Sebanyak 39 tenaga kerja Indonesia di Saudi Arabia terancam hukuman mati atas dugaan keterlibatan dalam berbagai kasus, kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Tatang Abdul Razak.
"Sejak tahun 2011 hingga sekarang, ada 48 TKI yang dibebaskan dari hukuman mati. Namun masih ada 39 TKI terancam hukuman karena terlibat beberapa kasus di antaranya tuduhan membunuh majikan atau membunuh sesama TKI sendiri," kata Tatang dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, terkait perkembangan kasus Satinah, TKI yang terancam hukuman mati karena membunuh majikannya tahun 2011.
Menurut dia, pemerintah diwakili petugas Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri berupaya maksimal untuk memberi bantuan hukum kepada warga negara Indonesia yang terancam hukuman penjara atau mati. Namun Indonesia tetap menghormati hukum yang berlaku di negara tujuan.
Mengenai perkembangan kasus Satinah, TKI asal semarang yang divonis mati di Arab Saudi karena membunuh dan mengambil uang majikannya, Tatang mengatakan hingga saat ini pemerintah melalui Satgas Perlindungan TKI dan personel KBRI di Saudi Arabia masih melakukan pendekatan ke keluarga korban untuk memberikan ampunan ke Satinah.
Satinah divonis hukuman mati tahun 2011 setelah dalam persidangan mengakui membunuh majikannya di Saudi Arabia yang berusia 70 tahun dan mengambil uang 37,900 Riyal dari majikannya tersebut. Satinah semula divonis hukuman mati mutlak, tapi setelah naik banding hukuman turun menjadi hukuman mati Qishash yakni hukuman yang bisa dihindari apabila membayar uang diyat (pengganti) dengan jumlah yang ditentukan keluarga korban.
Pihak keluarga semula meminta uang pengganti sebesar 15 Juta riyal atau setara Rp45 miliar. Namun setelah beberapa negosiasi, pemerintah Indonesia menyatakan sanggup membayar sebesar 4 juta riyal.
Hingga saat ini pemerintah Indonesia sudah mengumpulkan uang sebesar 4 juta riyal sebagai bantuan untuk membayarkan uang pengganti bagi kekebasan Satinah. Namun keluarga korban belum mengumumkan apakah akan memberi ampunan dan menerima uang tersebut atau tidak.
(A051/B.S. Hadi)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Sejak tahun 2011 hingga sekarang, ada 48 TKI yang dibebaskan dari hukuman mati. Namun masih ada 39 TKI terancam hukuman karena terlibat beberapa kasus di antaranya tuduhan membunuh majikan atau membunuh sesama TKI sendiri," kata Tatang dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, terkait perkembangan kasus Satinah, TKI yang terancam hukuman mati karena membunuh majikannya tahun 2011.
Menurut dia, pemerintah diwakili petugas Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri berupaya maksimal untuk memberi bantuan hukum kepada warga negara Indonesia yang terancam hukuman penjara atau mati. Namun Indonesia tetap menghormati hukum yang berlaku di negara tujuan.
Mengenai perkembangan kasus Satinah, TKI asal semarang yang divonis mati di Arab Saudi karena membunuh dan mengambil uang majikannya, Tatang mengatakan hingga saat ini pemerintah melalui Satgas Perlindungan TKI dan personel KBRI di Saudi Arabia masih melakukan pendekatan ke keluarga korban untuk memberikan ampunan ke Satinah.
Satinah divonis hukuman mati tahun 2011 setelah dalam persidangan mengakui membunuh majikannya di Saudi Arabia yang berusia 70 tahun dan mengambil uang 37,900 Riyal dari majikannya tersebut. Satinah semula divonis hukuman mati mutlak, tapi setelah naik banding hukuman turun menjadi hukuman mati Qishash yakni hukuman yang bisa dihindari apabila membayar uang diyat (pengganti) dengan jumlah yang ditentukan keluarga korban.
Pihak keluarga semula meminta uang pengganti sebesar 15 Juta riyal atau setara Rp45 miliar. Namun setelah beberapa negosiasi, pemerintah Indonesia menyatakan sanggup membayar sebesar 4 juta riyal.
Hingga saat ini pemerintah Indonesia sudah mengumpulkan uang sebesar 4 juta riyal sebagai bantuan untuk membayarkan uang pengganti bagi kekebasan Satinah. Namun keluarga korban belum mengumumkan apakah akan memberi ampunan dan menerima uang tersebut atau tidak.
(A051/B.S. Hadi)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014