Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Kota Pontianak kembali meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dengan paragraf penjelasan atas laporan keuangan tahun 2013.
"Penilaian WTP itu diraih tiga kali berturut-turut oleh Pemkot Pontianak, yakni tahun 2011, 2012, dan 2013," Kepala Perwakilan BPK Perwakilan Provinsi Kalbar Didi Budi Satrio di Pontianak, Senin.
Dari tujuh kabupaten/kota yang telah selesai diperiksa, dua diantaranya meraih predikat WTP dengan paragraf penjelasan yakni Kota Pontianak dan Kabupaten Landak.
Wali Kota Pontianak Sutarmidji menyatakan predikat WTP yang ketiga kalinya yang disandang itu cukup berat bagi Pemkot Pontianak karena ruang lingkup audit atau pemeriksaannya lebih luas dan anggaran yang digunakan setiap tahunnya semakin besar.
"Jadi mempertahankan WTP itu berat. Bahkan tahun ini ada beban kami sehingga kualitasnya berkurang dibandingkan tahun lalu," ujarnya.
Beban yang dimaksud Sutarmidji yakni adanya piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebelumnya dikelola pusat dilimpahkan ke pemerintah daerah masing-masing. "Nah, PBB yang dilimpahkan ke Pemkot ada tunggakan sebesar Rp62 miliar, inilah yang paling memberatkan, sehingga kami harus memvalidasi tentang kebenaran, apakah bisa ditagih atau tidak bisa ditagih," ujarnya.
Untuk memvalidasi obyek dan subyek pajak yang besar tersebut tidaklah mudah. Kendala itu tidak terlepas dari terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki Pemkot akibat banyaknya pegawai yang pensiun dan diberlakukannya moratorium pegawai.
"Untuk itu kami sudah menyampaikan langkah-langkah yang akan dilakukan, yakni memverifikasi semua obyek dan subyek PBB. Nanti kami minta didampingi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama supaya permasalahan ini bisa tuntas," katanya.
Selain persoalan piutang PBB yang menurunkan kualitas WTP yang diraih Kota Pontianak, masalah pelimpahan aset dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang belum ada kejelasan juga menjadi salah satu penyebabnya, misalnya rumah susun yang sudah harus dioperasionalkan tetapi itu masih menjadi aset pemerintah pusat dan belum diserahkan, katanya.
"Kami optimistis tahun depan akan berupaya memperoleh WTP dengan kualitas yang jauh lebih baik," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sub Auditorat BPK Perwakilan Kalbar Joni Rindra Putra menjelaskan permasalahan yang umumnya dihadapi pemerintah daerah yakni terkait pengelolaan aset.
Karenanya ia meminta pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan pengelolaan asetnya sesuai dengan aturan yang berlaku. "Karena untuk yang lain-lainnya mungkin dari hasil pemeriksaan BPK sudah bisa kita nilai kewajarannya tetapi untuk permasalahan aset ini yang perlu ditingkatkan," katanya.
Menurut dia, dari hasil pengujian yang dilakukan masih terdapat hal-hal yang perlu dilakukan beberapa perbaikan supaya tidak ada lagi temuan dalam hal pengelolaan aset. "Seperti pencatatannya harus lebih tertib, pengelolaan aset yang memadai dan lainnya. Kalau itu tidak terkelola dengan baik akibatnya aset yang ada di neraca tersebut itu belum bisa kita yakini kewajarannya," kata Joni.
Persoalan aset yang kerap menjadi temuan dalam hasil pemeriksaan diharapkan segera ditindaklanjuti oleh masing-masing pemerintah daerah.
"Kami telah memberikan koridor kepada pemerintah daerah terkait apa saja yang harus dilakukan dalam menindaklanjuti persoalan pengelolaan aset, misalnya aset yang nilainya nol, kita minta tolonglah dibentuk tim penilaian, karena situlah kami ketahui nilainya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Penilaian WTP itu diraih tiga kali berturut-turut oleh Pemkot Pontianak, yakni tahun 2011, 2012, dan 2013," Kepala Perwakilan BPK Perwakilan Provinsi Kalbar Didi Budi Satrio di Pontianak, Senin.
Dari tujuh kabupaten/kota yang telah selesai diperiksa, dua diantaranya meraih predikat WTP dengan paragraf penjelasan yakni Kota Pontianak dan Kabupaten Landak.
Wali Kota Pontianak Sutarmidji menyatakan predikat WTP yang ketiga kalinya yang disandang itu cukup berat bagi Pemkot Pontianak karena ruang lingkup audit atau pemeriksaannya lebih luas dan anggaran yang digunakan setiap tahunnya semakin besar.
"Jadi mempertahankan WTP itu berat. Bahkan tahun ini ada beban kami sehingga kualitasnya berkurang dibandingkan tahun lalu," ujarnya.
Beban yang dimaksud Sutarmidji yakni adanya piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sebelumnya dikelola pusat dilimpahkan ke pemerintah daerah masing-masing. "Nah, PBB yang dilimpahkan ke Pemkot ada tunggakan sebesar Rp62 miliar, inilah yang paling memberatkan, sehingga kami harus memvalidasi tentang kebenaran, apakah bisa ditagih atau tidak bisa ditagih," ujarnya.
Untuk memvalidasi obyek dan subyek pajak yang besar tersebut tidaklah mudah. Kendala itu tidak terlepas dari terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki Pemkot akibat banyaknya pegawai yang pensiun dan diberlakukannya moratorium pegawai.
"Untuk itu kami sudah menyampaikan langkah-langkah yang akan dilakukan, yakni memverifikasi semua obyek dan subyek PBB. Nanti kami minta didampingi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama supaya permasalahan ini bisa tuntas," katanya.
Selain persoalan piutang PBB yang menurunkan kualitas WTP yang diraih Kota Pontianak, masalah pelimpahan aset dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang belum ada kejelasan juga menjadi salah satu penyebabnya, misalnya rumah susun yang sudah harus dioperasionalkan tetapi itu masih menjadi aset pemerintah pusat dan belum diserahkan, katanya.
"Kami optimistis tahun depan akan berupaya memperoleh WTP dengan kualitas yang jauh lebih baik," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sub Auditorat BPK Perwakilan Kalbar Joni Rindra Putra menjelaskan permasalahan yang umumnya dihadapi pemerintah daerah yakni terkait pengelolaan aset.
Karenanya ia meminta pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan pengelolaan asetnya sesuai dengan aturan yang berlaku. "Karena untuk yang lain-lainnya mungkin dari hasil pemeriksaan BPK sudah bisa kita nilai kewajarannya tetapi untuk permasalahan aset ini yang perlu ditingkatkan," katanya.
Menurut dia, dari hasil pengujian yang dilakukan masih terdapat hal-hal yang perlu dilakukan beberapa perbaikan supaya tidak ada lagi temuan dalam hal pengelolaan aset. "Seperti pencatatannya harus lebih tertib, pengelolaan aset yang memadai dan lainnya. Kalau itu tidak terkelola dengan baik akibatnya aset yang ada di neraca tersebut itu belum bisa kita yakini kewajarannya," kata Joni.
Persoalan aset yang kerap menjadi temuan dalam hasil pemeriksaan diharapkan segera ditindaklanjuti oleh masing-masing pemerintah daerah.
"Kami telah memberikan koridor kepada pemerintah daerah terkait apa saja yang harus dilakukan dalam menindaklanjuti persoalan pengelolaan aset, misalnya aset yang nilainya nol, kita minta tolonglah dibentuk tim penilaian, karena situlah kami ketahui nilainya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014