PBB (Antara/Reuters) - Wakil koordinator badan bantuan darurat PBB, Kyung-Wha Kung Selasa mengaku telah menyaksikan penderitaan manusia yang belum pernah dia ketahui sebelumnya terhadap 140.000 pengungsi Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Kang pada pekan lalu mengunjungi Rakhine dan Kachin di mana lebih dari 100.000 orang telah kehilangan rumah akibat akibat konflik antara gerilyawan etnis minoritas dengan pemerintah pada 2011 lalu.
"Di Rakhine, saya menyaksikan penderitaan manusia di tempat pengungsian yang tak tebayangkan bagi saya sebelumnya. Di sana, laki-laki, perempuan, dan anak-anak hidup dalam kondisi yang memprihatinkan dengan pembatasan yang keras bagi kebebasan mereka, baik itu di pengungsian ataupun di desa yang sengaja dipisahkan," kata Kang.
"Sebagian besar orang sama sekali tidak mempunyai akses terhadap kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, air, dan sanitasi," kata dia.
Kang menambahkan bahwa keselamatan staf PBB dan pekerja kemanusiaan masih berada di bawah resiko sampai pemerintah Myanmar menangkap pelaku serangan terhadap sejumlah kantor PBB di negara tersebut pada Myanmar lalu.
Pada Februari, pemerintah Myanmar mengusir Dokter Tanpa Batas--yang merupakan organisasi humaniter terbesar di Rakhine. Lalu pada Maret, sejumlah serangan membuat organisasi kemanusiaan lain menarik bantuannya sehingga memicu krisis kesehatan di tempat pengungsian.
"Para relawan kemanusiaan di Rakhine bekerja dalam kondisi yang sangat sulit dan saya sangat terharu atas komitmen mereka untuk tetap bertahan," kata Kang.
Myanmar sendiri tidak mengakui status kewarganegaraan suku Rohingya dan menganggapnya sebagai kelompok Bengali--istilah yang digunakan untuk menyatakan bahwa mereka adalah imigran iligal asal Bangladesh.
Banyak di antara suku Rohingya yang mengaku telah tinggal di Rakhine selama beberapa generasi.
Di Kachin, Kang mengaku hanya bisa mengunjungi satu tempat pengungsian di area yang dikuasai oleh pemerintah. Namun dia sempat berdiskusi dengan sejumlah relawan kemanusiaan yang bekerja di wilayah kekuasaan gerilyawan Kachin Independence Army.
"Akses untuk organisasi kemanusiaan internasional telah membaik. Namun mereka harus diberi akses terhadap semua pengungsi," kata Kang dalam konferensi pers di New York.
PBB sendiri telah mengingatkan bahwa spiral kekerasan di negara bagian Rakhine akan menjadi ancaman bagi reformasi ekonomi dan politik yang dilakukan oleh Presiden Thein Sein.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
Kang pada pekan lalu mengunjungi Rakhine dan Kachin di mana lebih dari 100.000 orang telah kehilangan rumah akibat akibat konflik antara gerilyawan etnis minoritas dengan pemerintah pada 2011 lalu.
"Di Rakhine, saya menyaksikan penderitaan manusia di tempat pengungsian yang tak tebayangkan bagi saya sebelumnya. Di sana, laki-laki, perempuan, dan anak-anak hidup dalam kondisi yang memprihatinkan dengan pembatasan yang keras bagi kebebasan mereka, baik itu di pengungsian ataupun di desa yang sengaja dipisahkan," kata Kang.
"Sebagian besar orang sama sekali tidak mempunyai akses terhadap kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, air, dan sanitasi," kata dia.
Kang menambahkan bahwa keselamatan staf PBB dan pekerja kemanusiaan masih berada di bawah resiko sampai pemerintah Myanmar menangkap pelaku serangan terhadap sejumlah kantor PBB di negara tersebut pada Myanmar lalu.
Pada Februari, pemerintah Myanmar mengusir Dokter Tanpa Batas--yang merupakan organisasi humaniter terbesar di Rakhine. Lalu pada Maret, sejumlah serangan membuat organisasi kemanusiaan lain menarik bantuannya sehingga memicu krisis kesehatan di tempat pengungsian.
"Para relawan kemanusiaan di Rakhine bekerja dalam kondisi yang sangat sulit dan saya sangat terharu atas komitmen mereka untuk tetap bertahan," kata Kang.
Myanmar sendiri tidak mengakui status kewarganegaraan suku Rohingya dan menganggapnya sebagai kelompok Bengali--istilah yang digunakan untuk menyatakan bahwa mereka adalah imigran iligal asal Bangladesh.
Banyak di antara suku Rohingya yang mengaku telah tinggal di Rakhine selama beberapa generasi.
Di Kachin, Kang mengaku hanya bisa mengunjungi satu tempat pengungsian di area yang dikuasai oleh pemerintah. Namun dia sempat berdiskusi dengan sejumlah relawan kemanusiaan yang bekerja di wilayah kekuasaan gerilyawan Kachin Independence Army.
"Akses untuk organisasi kemanusiaan internasional telah membaik. Namun mereka harus diberi akses terhadap semua pengungsi," kata Kang dalam konferensi pers di New York.
PBB sendiri telah mengingatkan bahwa spiral kekerasan di negara bagian Rakhine akan menjadi ancaman bagi reformasi ekonomi dan politik yang dilakukan oleh Presiden Thein Sein.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014