Jakarta (Antara Kalbar) - Profesor riset bidang meteorologi dan klimatologi Edvin Aldrian mengatakan intensitas El Nino meningkat seiring dengan pemanasan global yang menyebabkan secara periodik Indonesia akan diterpa El Nino ekstrem.
"Secara umum masa depan iklim Indonesia terutama pada musim kemarau akan menjadi tahun mirip El Nino dan apabila tidak ada El Nino kuat akan dipengaruhi oleh pemanasan global," kat Edvin di Jakarta, Jumat.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) itu mengatakan hasil kajian data laut menunjukkan faktor pemanasan global memiliki kontribusi tiga kali lebih besar di atas faktor ENSO (El-Nino Southern Oscillation).
Dia menjelaskan pola musim hujan lebih stabil dibandingkan pola musim kemarau, perubahan kuat akan lebih terjadi pada musim kemarau di mana pengaruh pemanasan global memprlihatkan kecenderungan ke arah fenomen kemarau basah.
Pada saat pengaruh ENSO kuat yang terjadi pada tahun El Nino kuat, musim kemarau dapat menjadi sangat kering.
Salah satu dampak utama dari El Nino di Indonesia adalah kekeringan panjang yang dapat menyebabkan kebakaran hutan.
Edvin mengatakan tanda-tanda pemanasan global sudah nyata dari hasil pengukuran Gas Rumah Kaca (GRK), Suhu Permukaan laut dan peningkatan paras muka laut. Sedangkan indikasi perubahan iklim di Indonesia juga sudah nyata dari pola perubahan terutama parameter hujan dan suhu.
Berubahnya pola iklim dan curah hujan dengan meningkatnya GRK membawa beberapa konsekuensi seperti peningkatan laju penguapan yang memicu peningkatan curah hujan, kemarau basah dan cuaca ekstrem.
Daerah pesisir akan mengalami peningkatan suhu walau tidak setinggi peningkatan di daerah pegunungan. Curah hujan di daerah tropis meningkat, salinitas di daerah tropis menurun akibat penambahan curah hujan.
Sirkulasi angin global menurun akibat turunnya perbedaan suhu permukaan antara daerah tropis dnegan lintang tinggi, jumlah hari hujan di ekuator berkurang akibat uap dan meningkatnya keasaman di laut dan atmosfer akibat penambahan curah hujan yang mengikat karbon di atmosfer kemudian turun sebagai hujan asam.
(D016/N. Yuliastuti)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Secara umum masa depan iklim Indonesia terutama pada musim kemarau akan menjadi tahun mirip El Nino dan apabila tidak ada El Nino kuat akan dipengaruhi oleh pemanasan global," kat Edvin di Jakarta, Jumat.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) itu mengatakan hasil kajian data laut menunjukkan faktor pemanasan global memiliki kontribusi tiga kali lebih besar di atas faktor ENSO (El-Nino Southern Oscillation).
Dia menjelaskan pola musim hujan lebih stabil dibandingkan pola musim kemarau, perubahan kuat akan lebih terjadi pada musim kemarau di mana pengaruh pemanasan global memprlihatkan kecenderungan ke arah fenomen kemarau basah.
Pada saat pengaruh ENSO kuat yang terjadi pada tahun El Nino kuat, musim kemarau dapat menjadi sangat kering.
Salah satu dampak utama dari El Nino di Indonesia adalah kekeringan panjang yang dapat menyebabkan kebakaran hutan.
Edvin mengatakan tanda-tanda pemanasan global sudah nyata dari hasil pengukuran Gas Rumah Kaca (GRK), Suhu Permukaan laut dan peningkatan paras muka laut. Sedangkan indikasi perubahan iklim di Indonesia juga sudah nyata dari pola perubahan terutama parameter hujan dan suhu.
Berubahnya pola iklim dan curah hujan dengan meningkatnya GRK membawa beberapa konsekuensi seperti peningkatan laju penguapan yang memicu peningkatan curah hujan, kemarau basah dan cuaca ekstrem.
Daerah pesisir akan mengalami peningkatan suhu walau tidak setinggi peningkatan di daerah pegunungan. Curah hujan di daerah tropis meningkat, salinitas di daerah tropis menurun akibat penambahan curah hujan.
Sirkulasi angin global menurun akibat turunnya perbedaan suhu permukaan antara daerah tropis dnegan lintang tinggi, jumlah hari hujan di ekuator berkurang akibat uap dan meningkatnya keasaman di laut dan atmosfer akibat penambahan curah hujan yang mengikat karbon di atmosfer kemudian turun sebagai hujan asam.
(D016/N. Yuliastuti)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014