Malang (Antara Kalbar) - Peneliti dari Universitas Ma Chung Malang Leenawaty Limantara, mengungkapkan rumput laut cokelat yang banyak ditemukan di pantai Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, mampu menekan obesitas dan harganya jauh lebih mahal dari jenis lain.

"Kami sudah melakukan penelitian di Sumenep dan hasilnya, rumput laut cokelat bisa menjadi obat antiobesitas. Rumput laut ini bisa menjadi harapan baru bagi petani untuk bertahan dari gempuran berbagai produk yang dipasarkan luas di era globalisasi," kata Leenawaty Limantara di Malang, Jawa Timur, Minggu.

Penelitian yang dilakukan Rektorat Universitas Ma Chung tersebut didanai oleh Alexander Von Humboldt Foundation melalui Ma Chung Research Center for Photosyntetic Pigments (MCRPP).

Menurut dia, harga rumput laut mentah (belum diolah atau dikemas) rata-rata paling  tinggi hanya Rp15 ribu per kilogram, namun jika sudah diolah menjadi produk obat-obatan, khususnya obat atau jamu antiobesitas bisa mencapai 4.000 kali dari harga semula.

Ia mengatakan untuk mengembangkan budi daya rumput laut tersebut, pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan Pemprov Jatim melalui program inovasi "Sentra Hilir Produk Pigmen Rumput Laut Indonesia".

Jatim dipilih menjadi sentra budi daya dan pengembangan rumput laut cokelat karena berbagai alasan, di antaranya sarana transportasi dan infrastrukturnya cukup memadai.

Memang di daerah lain, seperti Kalimantan, Sulawesi dan wilayah timur Indonesia lainnya juga ada rumput laut cokelat, namun sarana dan prasarana pendukungnya masih belum memadai, sehingga akan menghambat proses atau lalu lintas pergerakan antarwilayah.

Selain itu, kata Leenawaty, pihaknya sudah menandatangani kerja sama dengan Pemprov Jatim, dan juga ditawari kerja sama dengan perusahaan kosmetik Martha Tilaar untuk mengembangkan jamu antiobesitas berbahan dasar rumput laut yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan MCRPP.

Sebenarnya, lanjutnya, di Indonesia banyak sekali spesies tumbuhan yang bisa dikembangkan dan dibudidayakan untuk menjadi bahan baku obat, makanan maupun lainnya, namun tidak terproteksi, sehingga banyak yang hilang dan mati dengan sendirinya.

"Seharusnya pemerintah yang mengamankan dan memproteksi berbagai spesies tersebut agar tidak sampai punah. Paling tidak ada bank spesies dan gen agar pada saat dibutuhkan pengembangannya bisa langsung dilakukan. Bahkan bila perlu kerja sama antarpemerintah dan ini harus diupayakan dan diprioritaskan," tegasnya.

(E009/T. Susilo)

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014