Sungai Raya (Antara Kalbar) - Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kubu Raya, Bahtiar mengatakan, Dinas Kelautan dan Perikanan setempat sangat lemah dalam melakukan pengawasan terhadap wilayah perairan yang ada di kabupaten itu.

"Kenapa kita bisa mengatakan DKP Kubu Raya sangat lemah, karena DKP Kubu Raya tidak mengetahui masuknya nelayan luar di wilayah perairan Kubu Raya. Kita mengharapkan agar DKP Kubu Raya untuk bersikap, tidak lain untuk menghindari konflik horizontal yang bisa saja terjadi karena adanya keresahan nelayan tradisional yang bergulir saat ini di Kecamatan Batu Ampar tersebut," katanya di Sungai Raya, Minggu.

Dia menyatakan, masuknya nelayan Andon dari luar Kubu Raya merupakan bukti kelalaian yang dilakukan DKP Kubu Raya.

"Bukan hanya lalai namun kinerja DPK sangatlah lemah, seperti kasus ini ketika baru mendapatkan informasi dari media atau pun masyarakat barulah DKP bertindak berarti sistem pengawasan DKP di perairan Kubu Raya sangatlah lalai karena bisa kecolongan seperti itu," tuturnya.

Untuk mengantisipasi polemik tersebut, dia mengatakan, pihaknya telah menyurati dinas Kelautan dan Perikanan setempat dan Kementerian Kelautan dan Perikan terkait hadirnya kapal-kapal Andon dari luar yang masuk ke perairan kabupaten itu.

"Kita akan menyurati pihak-pihak terkait untuk membuat suatu produk peraturan agar nelayan Andon yang datang dan beroperasi ke wilayah Kubu Raya dapat tertib dan bekerja sama dengan nelayan setempat. Terlebih, pada tanggal 30 April 2014 lalu lahir peraturan menteri mengenai nelayan Andon, dari peraturan tersebut disimpulkan nelayan Andon dibolehkan untuk beroperasi di wilayah tempat mereka menangkap hasil laut selagi mereka memberikan kontribusi terhadap masyarakat," katanya.

Dia mencontohkan, kontribusi yang diberikan nelayan Andon seperti memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat setempat, yang kedua para nelayan Andon tidak mengganggu atau merusak ekosistem yang ada, yang ketiga nelayan andon yang datang harus dapat menggandeng nelayan tradisional setempat.

"Misalnya, para nelayan Andon memiliki 10 alat tangkap maka mereka harus memberikan paling tidak dua sampai tiga alat tangkap kepada nelayan tradisional agar mereka yang semula dari nelayan tradisional juga berkompetisi menjadi nelayan moderen, tentunya disitu ada penyeimbangan," tuturnya.

Dia menambahkan, ketika nelayan Andon yang masuk ke wilayah Kubu Raya, di dalam aturan harus menyurati DKP Kubu Raya atau meminta rekomendasi dari dinas yang menaungi tentang laut tersebut, jika nelayan Andon tidak melakukan hal tersebut maka harus dipulangkan dan tidak boleh beroperasi di Kubu Raya.

"Ketika nelayan andon tidak mengantongi izin, jelas mereka tidak boleh beroperasi di sini dan saya pertegas itu sebuah pelanggaran, walaupun nelayan Andon sama-sama di bawah naungan merah putih dan satu teritorial NKRI. Namun tentunya ada kearifan lokal dan saat ini kita bicara tentang kearifan lokal, dan tentunya ketika keberadaan mereka merupakan pendatang haram, maka HNSI sendiri menolak keberadaan nelayan andon tersebut dan akan mendesak dinas terkait untuk melakukan tindakan tegas," katanya.

Sementara itu terkait dengan mediasi DKP bersama muspika setempat yang katanya juga memanggil dua kubu yang berselisih antara pengusaha penampung dengan nelayan tradisional setempat, salah satu perwakilan nelayan tradisional Desa Padang Tikar Satu, Kecamatan Batu Ampar, Kames Bulat membantah kalau para nelayan tradisional menghadiri pertemuan tersebut.

"Saya dan kawan-kawan nelayan tradisional menolak adanya kapal-kapal Andon tersebut dan kami sama sekali tidak menghadiri pertemuan yang dilakukan pada hari pertemuan tersebut, dan saya tegaskan kami tetap menolak keberadaan kapal-kapal tersebut karena merugikan kami nelayan tradisional yang melaut di sini," tuturnya.

Untuk itu, dia dan nelayan lainnya berharap agar Bupati Kubu Raya dapat mengambil sikap tegas terkait permasalahan itu.  

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014