Pontianak (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Barat menyatakan kesiapannya dalam menyampaikan aspirasi penolakan nelayan yang tergabung HNSI dan Perwakilan Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalbar terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021 tentang jenis tarif atas jasa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kepala DKP Kalbar, Herti Herawati saat menerima audiensi perwakilan nelayan di Pontianak, Kamis, mengatakan pihaknya siap memfasilitasi aspirasi perwakilan pemilik kapal perikanan tangkap dan DPD HNSI Kalbar, karena perubahan aturan di PP 85 berkaitan dengan izin di pemerintah pusat, maka tuntutan akan disampaikan ke pusat.
"Sesegera mungkin kami akan menyurati KKP (Kementerian Kelauatan dan Perikanan) dan menyampaikan tuntutan HNSI dan pengusaha pemilik kapal perikanan Kalbar terkait penolakan terhadap PP Nomor 85 tahun 2021," ujarnya.
Terutama, menurut dia, pemilik-pemilik kapal yang izinnya di pusat, kapal 30 GT ke atas, itukan awalnya acuannya PP 75 kemudian dirubah menjadi PP 85 dan turunannya Kepmen 86 dan 87.
Adanya aturan terbaru, setelah dihitung-hitung menurut dia, terjadi peningkatan tarif antara 1,5 kali lipat, sampai empat kali lipat dari sebelumnya. Hal inilah yang kemudian membuat berbagai pihak tersebut keberatan. "Jadi tuntutan mereka bukan direvisi lagi atau ditinjau kembali, bahkan aturannya minta dicabut, agar kembali ke PP 75, katanya.
Dalam hal ini, pihaknya akan membantu secara administratif meneruskan tuntutan tersebut ke KKP. Ia berharap tuntutan tersebut bisa diakomodir semaksimal mungkin oleh pihak terkait di pusat. "Saya selaku pribadi juga berat melihat kondisi ini, saya dengar tadi sepanjang tahun 2021 mereka melaut itu nyaris rugi atau semua trip rugi," ujarnya.
Dalam satu tahun menurutnya waktu efektif untuk melaut hanya sembilan bulan dan di setiap trip pemilik kapal mengaku mengalami kerugian. Pihaknya juga sudah menginventarisasi analisa usaha tentang biaya-biaya apa saja yang harus dikeluarkan pemilik kapal, sampai pada penjualan hasil, termasuk jenis-jenis pajak apa saja yang harus dibayar selama ini. "Kemudian dari hasil penjualannya itu apakah masih ada margin atau tidak, ini tadi saya diskusikan kepada mereka," katanya.
Sampai saat ini di Kalbar, ia menyebutkan jumlah kapal 30 GT ke atas yang harus menggunakan izin pusat ada sekitar 60 kapal. Meski tidak terlalu banyak, dampak ikutan jika kapal-kapal tersebut tidak beroperasi sangatlah besar, seperti anak buah kapal (ABK) yang harus mendapatkan penghidupan dari kapal-kapal tersebut. Dimana dalam satu kapal biasanya ada 15 sampai 30 ABK yang dilibatkan.
"Tinggal dikalikan saja berapa tenaga kerja yang terdampak. Jika mereka tidak mampu perpanjang izin sehingga akan berpotensi terjadi pengangguran," katanya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris DPD HNSI Kalbar, Sarkosi mengatakan, pihaknya ikut memfasilitasi aspirasi dari para pemilik kapal tangkap dan nelayan yang menolak PP 85 karena sangat memberatkan.
Perwakilan Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalbar Juniardi menambahkan, pihaknya telah melampirkan rumusan hasil rapat bersama antara pemilik kapal dengan DPD HNSI Kalbar yang diserahkan ke DKP Kalbar untuk disampaikan ke KKP.
Ada enam poin masukan dan saran yang disampaikan dalam rumusan tersebut, yakni menilai pemerintah dan KKP terlalu tinggi menetapkan harga patokan ikan, seperti tanpa melihat hukum pasar, karena pada saat stok ikan banyak maka harga akan turun, sebaliknya ketika stok ikan sedikit harga akan naik.
Kemudian, penerapan harga tidak melihat kualitas ikan, dimana dalam kualitas ikan di lapangan terdapat beberapa grade ikan atau jenis ikan tertentu, dan dengan berlakunya PP 75 tahun 2015 saja, pengusaha pemilik kapal sudah merasa berat untuk membayar biaya operasional. Seperti perbaikan dan perawatan kapal, gaji ABK dan biaya operasional lainnya.
Apalagi, di masa pandemi selama dua tahun terakhir pengusaha sudah mengalami kerugian yang cukup besar. Faktor cuaca yang tidak menentu juga mempengaruhi jumlah hasil tangkapan ikan. Dan yang terakhir pembayaran ikan oleh perusahaan penerima di masa pandemi sering terkendala pembayaran karena hasil laut tidak bisa diekspor ke negara tujuan.
"Jadi hari ini kami menghadap Kadis (DKP) provinsi menyampaikan aspirasi tersebut. Semoga pemerintah mendengarkan, selanjutnya kami rencanannya juga akan mengadukan ke Gubernur dan DPRD Provinsi Kalbar," katanya.
DKP Kalbar siap sampaikan aspirasi penolakan nelayan terkait kenaikan PNBP
Kamis, 30 September 2021 19:05 WIB