Pontianak (ANTARA) - Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalimantan Barat (Kalbar) meminta pemerintah agar mengkaji ulang PP No. 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang tarif pajaknya sangat memberatkan para pengusaha kapal ikan.
"Kami meminta pemerintah untuk mengkaji ulang PP No. 85 tahun 2021, yang mulai berlaku 20 September 2021, sehingga pemilik kapal tidak akan mampu memperpanjang izin kapal dikarenakan kenaikan tarif PNBP mencapai 150 hingga 400 persen," kata Perwakilan Perhimpunan Pemilik Kapal Perikanan Tangkap Kalimantan Barat Cin Cung atau yang dikenal Atong di Pontianak, Rabu.
Apabila pemerintah tetap melaksanakan dan memaksakan untuk memberlakukan PP No. 85 tahun 2021, maka pemilik kapal akan menghentikan operasional kapal perikanan penangkap ikan.
"Kami menolak karena kenaikan tarif PNBP yang dikenakan terhadap kapal perikanan tangkap besarannya 150 hingga 400 persen, kemudian Harga Patokan Ikan (HPI) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat juga tidak sesuai dengan harga ikan di lapangan/daerah khususnya Provinsi Kalbar," ujarnya.
Jika pemerintah tetap menerapkan PP tersebut, maka akan terjadi penghentian operasional kapal, dan akan berdampak terjadi pengangguran massal disektor perikanan tangkap di Kalbar dan Indonesia umumnya.
"Operasional kapal selama ini juga mengalami kenaikan di antaranya dalam hal pembelian sparepart, bahan besi dan lainnya, dengan masih diterapkan tarif PNBP berdasarkan tarif lama itupun kami kadang masih mengalami kerugian," ungkapnya.
Dengan diterapkannya PP No. 85 tahun 2021 yang kenaikannya mencapai 400 persen. "Untuk perbandingannya salah satu kapal kami yang barusan mengajukan perpanjangan izin di bulan September 2021 kenaikannya sangat memberatkan. Pada tahun sebelumnya PNBP yang dikenakan pada kapal ukuran 85 GT hanya bayar PNBP sekitar Rp70 juta, tetapi dengan adanya penerapan tarif baru di PNBP di PP No. 85 tahun 2021 menjadi sebesar Rp165 juta," katanya.
Pada saat membayar PNBP untuk kapal ukuran 85 GT dengan tarif lama saja pihaknya belum bisa dikatakan mendapatkan hasil yang maksimal, apalagi dikenakan tarif baru yang kenaikannya hingga sebesar 400 persen, ditambah lagi saat ini hasil tangkap ikan untuk wilayah Kalbar dan Kepri mengalami penurunan hingga 50 persen.
"Inilah yang menjadi alasan kami menolak kenaikan tarif PNBP baru ini, karena kami tidak akan mampu untuk melanjutkan proses perpanjangan izin.
Bukan kami tidak mau, selaku warga negara yang baik tentunya selalu taat membayar pajak, tapi harapan kami kepada pemerintah pusat kalau mau menaikkan jangan sampai mencekik pemilik kapal dan nelayan," katanya.
Dalam kesempatan itu, dia berharap pemerintah respon keluhan dan keberatan pihak nelayan atas kenaikan tarif PNBP baru tersebut.
Sementara itu, Ketua HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Kabupaten Sambas, Juniardi menyatakan, dalam penentuan sikap ini pihaknya akan menindaklanjuti keluhan para nelayan dengan mengirim surat ke pemerintah daerah.
"Kita juga akan berkoordinasi ke daerah lainnya, karena nelayan dari provinsi lainnya juga menolak adanya PP No. 85 tahun 2021 ini. Kami juga berharap pemerintah mengkaji ulang PP No. 85 tahun 2021 ini," ujarnya.