Pontianak (Antara Kalbar) - BPK menyatakan dalam waktu dekat akan mengeluarkan hasil audit dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) KONI Provinsi Kalimantan Barat tahun anggaran 2006-2008 yang melibatkan mantan gubernur UJ, dan mantan ketua DPRD Kalbar Zu.
"Proses audit kerugian negara yang dilakukan BPK Perwakilan Kalimantan sudah kelar satu atau dua bulan lalu," kata Kepala Sub Bagian Humas dan TU BPK Perwakilan Kalbar Bambang Budi di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan hasil audit kerugian negara terkait dugaan kasus korupsi juga berasal dari audit reguler BPK tersebut, merupakan kewenangan BPK pusat, sehingga proses permintaan perhitungan kerugian negara oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik Polda Kalbar sudah selesai dilakukan.
"Untuk berapa jumlah kerugian negara yang ditimbulkan merupakan kewenangan pusat untuk menyampaikannya," ungkap Bambang.
Lamanya proses audit kerugian negara dugaan korupsi Bansos KONI, karena auditor BPK masih membutuhkan beberapa dokumen pendukung untuk memastikan ada tidaknya kerugian negara, katanya.
"Proses auditnya, berbeda dengan mekanisme pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Auditor BPK harus betul-betul meyakini dengan bukti-bukti pendukung, seperti dokumen-dokumen. Pencarian dokumen tersebut memerlukan waktu yang tidak sebentar," ujarnya.
Menurut dia, penyidik kepolisian juga sudah bekerja keras untuk mencari bukti pendukung, sehingga auditor tidak mempunyai pijakan yang kuat dalam melakukan perhitungan kerugian negara. "Sebelum kasus ini berjalan, kami juga sudah berkoordinasi dengan penyidik dengan melakukan gelar perkara," kata Bambang.
Di tempat terpisah Direktur Reserse Tindak Pidana Khusus Polda Kalbar Kombes (Pol) Widodo mengatakan, kasus Bansos Pemprov Kalbar displit menjadi dua kasus berbeda.
"Untuk kasus Bansos KONI Kalbar, sudah ada putusan hukum yang berkekuatan tetap, yakni mantan bendahara KONI, Iswanto sudah menjalani hukuman atas perbuatan tersebut," ujarnya.
Sementara tersangka UJ dan Zu tidak hanya terjerat kasus dugaan korupsi Bansos KONI, tetapi keduanya yang menjabat sebagai Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak sekaligus mantan kepala daerah dan ketua DPRD Kalbar yang bertanggung jawab mengalokasikan anggaran Bansos itu.
"Mereka sudah diambil keterangannya sebagai saksi, namun dimintai keterangan sebagai tersangka belum, dalam kasus itu," katanya.
Untuk kasus Fakultas Kedokteran Untan Pontianak, Polda Kalbar telah menyita Rp1,2 Miliar dari sedianya akan disetorkan kembali ke APBD Kalbar.
Kasus Bansos KONI Kalbar bermula dari hasil audit reguler yang dilakukan BPK Perwakilan Kalbar terhadap laporan keuangan Pemprov tahun anggaran 2008, termasuk dana Bansos tahun 2006 hingga tahun 2008. BPK memutuskan tidak menyatakan pendapat alias disclaimer opinion (DO) karena tidak meyakini beberapa kelompok penggunaan anggaran, diantaranya penggunaan dana Bansos untuk KONI.
BPK Perwakilan Kalbar juga telah membentuk tim Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan hasilnya mengindikasikan adanya kerugian negara berupa empat penggunaan Bansos bermasalah, yakni temuan dana Bansos untuk KONI Kalbar dan Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan, yang digunakan untuk menalangi pinjaman pimpinan dan beberapa anggota DPRD Kalbar kepada Sekretariat Daerah sebesar Rp10,07 miliar.
Kemudian pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh wakil bendahara KONI kepada Satgas Pra-PON sebesar Rp1,368 miliar yang tidak dipertanggungjawabkan. Selanjutnya ada pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh wakil bendahara KONI Kalbar kepada Satgas Pelatda PON XVII sebesar Rp8,59 miliar, serta adanya ketekoran kas KONI Kalbar tahun 2009 yang terindikasi kerugian daerah sebesar Rp2,114 miliar.
(A057/A029)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Proses audit kerugian negara yang dilakukan BPK Perwakilan Kalimantan sudah kelar satu atau dua bulan lalu," kata Kepala Sub Bagian Humas dan TU BPK Perwakilan Kalbar Bambang Budi di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan hasil audit kerugian negara terkait dugaan kasus korupsi juga berasal dari audit reguler BPK tersebut, merupakan kewenangan BPK pusat, sehingga proses permintaan perhitungan kerugian negara oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini penyidik Polda Kalbar sudah selesai dilakukan.
"Untuk berapa jumlah kerugian negara yang ditimbulkan merupakan kewenangan pusat untuk menyampaikannya," ungkap Bambang.
Lamanya proses audit kerugian negara dugaan korupsi Bansos KONI, karena auditor BPK masih membutuhkan beberapa dokumen pendukung untuk memastikan ada tidaknya kerugian negara, katanya.
"Proses auditnya, berbeda dengan mekanisme pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Auditor BPK harus betul-betul meyakini dengan bukti-bukti pendukung, seperti dokumen-dokumen. Pencarian dokumen tersebut memerlukan waktu yang tidak sebentar," ujarnya.
Menurut dia, penyidik kepolisian juga sudah bekerja keras untuk mencari bukti pendukung, sehingga auditor tidak mempunyai pijakan yang kuat dalam melakukan perhitungan kerugian negara. "Sebelum kasus ini berjalan, kami juga sudah berkoordinasi dengan penyidik dengan melakukan gelar perkara," kata Bambang.
Di tempat terpisah Direktur Reserse Tindak Pidana Khusus Polda Kalbar Kombes (Pol) Widodo mengatakan, kasus Bansos Pemprov Kalbar displit menjadi dua kasus berbeda.
"Untuk kasus Bansos KONI Kalbar, sudah ada putusan hukum yang berkekuatan tetap, yakni mantan bendahara KONI, Iswanto sudah menjalani hukuman atas perbuatan tersebut," ujarnya.
Sementara tersangka UJ dan Zu tidak hanya terjerat kasus dugaan korupsi Bansos KONI, tetapi keduanya yang menjabat sebagai Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak sekaligus mantan kepala daerah dan ketua DPRD Kalbar yang bertanggung jawab mengalokasikan anggaran Bansos itu.
"Mereka sudah diambil keterangannya sebagai saksi, namun dimintai keterangan sebagai tersangka belum, dalam kasus itu," katanya.
Untuk kasus Fakultas Kedokteran Untan Pontianak, Polda Kalbar telah menyita Rp1,2 Miliar dari sedianya akan disetorkan kembali ke APBD Kalbar.
Kasus Bansos KONI Kalbar bermula dari hasil audit reguler yang dilakukan BPK Perwakilan Kalbar terhadap laporan keuangan Pemprov tahun anggaran 2008, termasuk dana Bansos tahun 2006 hingga tahun 2008. BPK memutuskan tidak menyatakan pendapat alias disclaimer opinion (DO) karena tidak meyakini beberapa kelompok penggunaan anggaran, diantaranya penggunaan dana Bansos untuk KONI.
BPK Perwakilan Kalbar juga telah membentuk tim Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan hasilnya mengindikasikan adanya kerugian negara berupa empat penggunaan Bansos bermasalah, yakni temuan dana Bansos untuk KONI Kalbar dan Dewan Pembina Fakultas Kedokteran Untan, yang digunakan untuk menalangi pinjaman pimpinan dan beberapa anggota DPRD Kalbar kepada Sekretariat Daerah sebesar Rp10,07 miliar.
Kemudian pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh wakil bendahara KONI kepada Satgas Pra-PON sebesar Rp1,368 miliar yang tidak dipertanggungjawabkan. Selanjutnya ada pengeluaran keuangan KONI Kalbar oleh wakil bendahara KONI Kalbar kepada Satgas Pelatda PON XVII sebesar Rp8,59 miliar, serta adanya ketekoran kas KONI Kalbar tahun 2009 yang terindikasi kerugian daerah sebesar Rp2,114 miliar.
(A057/A029)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014