Ketapang (Antara Kalbar) - Di tengah-tengah bencana hama belalang yang memusnahkan ladang petani dan terpuruknya harga getah karet di tingkat lokal, para petani karet Kabupaten Ketapang berupaya menjalin kerja sama dengan salah satu perusahaan prosesor karet terbesar di Kalimantan Barat. 

Community Development USAID-IFACS Kalimantan Barat, Petrus Apin, usai melakukan monitoring program Community Conservation and Livelihoods Agreement (CCLA) di Ketapang, Jumat, mengatakan
untuk desa-desa yang melakukan CCLA, rata-rata mereka masih bisa bertahan sampai saat ini. 

Karena kata dia, kawasan hutan yang belum dialihfungsikan, masih memberikan daya dukung perlindungan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalamnya. 

Tak saja telah memproteksi mereka dari bencana ekologi, seperti serangan hama belalang tadi, tetapi juga menjamin keberlangsungan livelihood (sumber penghidupan-Red) masyarakat setempat karena di kelola secara berkelanjutan.  
Dia mencontohkan, Desa Rangga Intan, Tanjung Beulang, Pasir Mayang, Kepari dan sekitarnya yang mempraktikan prinsip-prinsip konservasi dan strategy pembangunan rendah emisi dengan CCLA dan Dahas atau Pedahasan. 

Dahas kata Apin adalah kearifan lokal masyarakat adat Dayak setempat, berupa sistem ethno agro forestry atau pengelolaan sumber daya alam, termasuk hutan secara lestari.

"Saat harga karet anjlok, ladang diserang belalang, mereka masih bisa memanen madu, mengambil rotan, obat herbal, berburu, menangkap ikan dan memetik buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan ada juga yang dijual," katanya menjelaskan.

USAID-IFACS yang bekerja sama dengan Yayasan Diantama, Caritas Keuskupan Ketapang (CKK), dan Lembaga Sampan berhasil menjembati keinginan para petani dari 8 Desa di Kawasan Ketapang Selatan dan Utara untuk bermitra langsung dengan pihak perusahaan prosesor karet, PT. Kirana Prima di Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau.

"Bahkan  untuk kelompok tani di Desa Kepari binaan CKK, kita sudah melakukan penjualan perdana ke PT. Kirana Prima," tambah Apin.

Wakil petani karet Kabupaten Melawi, Yusli (40) yang hadir pada diskusi Tematik  Multi Stakeholder Forum (MSF) dan USAID IFACS bagi para petani di Ketapang, awal minggu kemarin mengatakan  10 kelompok tani di Melawi sudah 2 kali menjual karet mereka ke pabrik PT. Kirana Putera Karya (KPK) di Sintang dengan harga Rp 8.000 per kilogram.

"Nilai ini pun lumayan,  mengingat baru harga 'cuci kolam' atau harga karet yang belum memenuhi standar mutu yang disepakati bersama dengan pihak perusahaan," kata Yusli.

Dia menambahkan pihaknya dalam minggu-minggu ini juga akan menandatangani kontrak kerjasama jual beli dengan pihak perusahaan.

Ingin mengikuti jejak sukses rekanya di Melawi, petani karet Desa Rangga Intan, Masa (35)  mengharapkan  kerja sama antara PT. Kiarana Prima dengan petani di kabupaten Ketapang segera terlaksana.

"Karena tahun ini dipastikan Ketapang akan gagal panen,  karena hama belalang. Jika harga karet bisa lebih stabil, ini akan sangat membantu nasib kami," ujar Masa.

Kepala Desa Tanjung Beulang, Anasius S, mengatakan ladang-ladang di desanya juga terserang hama belalang.  

Karena itu, kerja sama petani dengan pabrik karet secara langsung, merupakan salah satu jawaban persoalan ini kata Anasius. 

Dia juga berharap pemerintah segera membuka mata dan membantu para petani  yang ladangnya sudah musnah oleh belalang.

Ketua Kawan Burung (KBK) Ketapang, Abduraham Alqadrie, mengatakan bahwa munculnya hama belalang, tidak terlepas dari maraknya alih fungsi lahan oleh pemerintah sejak beberapa tahun terakhir ini.

"Karena hutan ditebang, burung sebagai predator utama belalang juga turut menghilang. Rantai makanan jadi tak seimbang hingga timbulah ledakan populasi belalang," kata Abdurahman.

Dia membandingkan serangan hama belalang di wilayah yang hutannya masih relatif utuh,  jauh lebih kecil prosentasenya dibandingkan desa-desa yang sudah tak berhutan, atau kawasannya sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit atau pertambangan.

(John/N005)

Pewarta: John

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014