Singkawang (Antara Kalbar) - DR. Danielle Kreb, peneliti Pesut dari Yayasan Rare Aquatic Species of Indonesia mengungkapkan sebagian besar kematian Pesut di Kalimantan Timur disebabkan oleh sampah yang dibuang ke sungai.

"Saya beberapa kali menangani kasus kematian Pesut di Sungai Mahakam yang disebabkan oleh sampah. Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai, mengakibatkan ancaman bagi species dilindungi tersebut," katanya di Singkawang, Rabu.

Dia menyebutkan, baru-baru ini seekor Pesut mati karena nekropsi. Setelah dibedah ternyata di lambungnya terdapat popok bayi.

Butiran jeli di dalam popok bayi tersebut memenuhi lambung sehingga Pesut itu tidak bisa makan apapun dan mati.

"Pada kasus lain, saya juga pernah menemukan gumpalan jaring nelayan di lambung pesut yang mati terdampar. Sampah plastik adalah salah satu ancaman lain, yang riskan termakan oleh mamalia laut dilindungi," kata wanita asal Australia yang telah menetap di Indonesia selama 11 tahun tersebut.

Selain masalah sampah, kematian mamalia laut dilindungi itu juga disebabkan oleh lalu lintas perairan yang padat, kegiatan pertambangan dan perkebunan, patologis internal, dan terjaring alat tangkap nelayan.

"Belum lagi termasuk perburuan dan rusaknya habitat mamalia laut tersebut. Apa lagi, beberapa nelayan sering menangkap lumba-lumba, biasanya ditangkap dan dibunuh oleh para nelayan khusus untuk dijadikan umpan hiu," katanya.

Ditempat yang sama, koordinator Konservasi Spesies Laut WWF Indonesia, Dwi Suprapti mengatakan, untuk wilayah Kalbar, Pesut kerap terjaring alat tangkap nelayan dan peristiwa mamalia terdampar, kerap terjadi di pesisir Pantai Paloh, Kabupaten Sambas.

"Hampir setiap bulan ada kasus terdampar. Makanya kita bentuk Kelompok Pengawas Masyarakat, yang merupakan komunitas masyarakat yang peduli pada species laut dilindungi," katanya.

(RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015