Pontianak (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, Kalimantan Barat, kembali meraih penghargaan berupa Sertifikat Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas prestasinya dalam pengelolaan sampah dan penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
"Sertifikat Adipura ini merupakan kedua kalinya yang diterima Kota Pontianak, yakni tahun 2023 lalu dan saat ini yang baru diterimanya, "ujar Penjabat (Pj) Wali Kota Pontianak Ani Sofian saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan Adipura ini sangat penting dalam penilaiannya agar Kota Pontianak menjadi lebih fokus dalam mewujudkan kota yang nyaman dan bersih.
Sertifikat Adipura merupakan bukti bahwa Kota Pontianak telah berhasil mencapai standar dalam pengelolaan lingkungan yang ramah dan berkelanjutan.
“Ke depan target kita meraih Piala Adipura, mudah-mudahan ini bisa kita capai,” ujarnya.
Dalam pengelolaan sampah, kata Ani, Kota Pontianak telah menerapkan pengelolaan sampah menjadi bahan bakar gas dengan sistem biodigister. Satu diantaranya Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS) Biodigister Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Edelweis yang terletak di Jalan Purnama II Pontianak Selatan. Biodigister tersebut memiliki kapasitas tiga ton per hari. Fasilitas pengelolaan sampah ini mampu menghasilkan tenaga listrik, pupuk kompos, maupun gas untuk memasak.
“Tujuan utamanya bagaimana kita mengurangi sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada serta mengelolanya menjadi bahan bakar,” tuturnya.
Tidak hanya itu Pemkot Pontianak juga melibatkan masyarakat dalam mengelola sampah dengan menyerahkan bantuan alat biodigister mini kepada 47 pondok pesantren. Dengan alat itu, mereka bisa mengelola sampah organik menjadi gas.
“Harapannya teknologi ini dapat dikembangkan oleh pesantren terutama dalam mengelola sampah dengan baik serta mengoptimalkan potensi ekonominya,” ucap Ani.
Menurutnya, total sampah yang dihasilkan Kota Pontianak rata - rata 400 ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 60 persennya merupakan sampah organik. Artinya, 240 ton sampah yang dihasilkan merupakan sampah organik.
Ani mengatakan selama ini sampah organik dimanfaatkan untuk memelihara maggot yang merupakan pakan ikan. Sebagian ada yang dikelola dengan pola Reduce, Reuse, Recycle (3R) oleh TPS.
"Sampah organik apabila dikelola secara biodigister maka sampah itu lebih produktif dengan menghasilkan gas dan kompos," terangnya.
Terkait dengan RTH, di Kota Pontianak RTH sudah mencapai 36 persen. Dia berharap RTH yang ada bisa diperluas lagi seiring dengan ketersediaan lahan yang ada di Kota Pontianak. Meski ekspansi pembangunan terus bertambah, tetapi ia berharap lahan yang ada diupayakan agar selalu ada pohon.
“Hampir di setiap kesempatan, baik itu acara resmi maupun tidak, penanaman pohon menjadi bagian dari rangkaian acara sehingga Pontianak semakin hijau oleh pepohonan,” kata dia.