Pontianak (Antara Kalbar) - Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menetapkan NN mantan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Sambas, sebagai tersangka dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun anggaran 2011, dengan kerugian negara Rp5,4 miliar dari total proyek Rp12 miliar.
"Untuk memuluskan aksinya, tersangka selain sebagai Dirut RSUD Sambas, waktu itu juga sebagai ketua PPK dalam proyek alkes tersebut," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar Kombes (Pol) Widodo di Pontianak, Jumat.
Widodo menjelaskan ditetapkannya tersangka NN dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alkes tahun 2011, hasil pengembangan yang dilakukan oleh Tim Satgas Polresta Sambas.
"Modus korupsi yang dilakukan oleh tersangka, yakni dengan menggelembungkan harga pada pengadaan alkes hingga sebesar 200 persen dari harga perkiraan sendiri," ungkap Widodo.
Tersangka NN melakukan persekongkolan dengan panitia pengadaan penyedia jasa, mulai dari tahapan lelang pengadaan, dan pada saat tender itu juga sudah ada indikasi persekongkolan, yang dapat dibuktikan oleh penyidik dari hasil penyelidikan terhadap tersangka.
Selain itu, lanjut dia, pemenang lelang utama dalam pengadaan alkes itu adalah CV Indra Perkasa, namun dialihkan kepada pihak lain atau disubkontraktorkan dengan meminjamkan bendera pada perusahaan lain.
Perusahaan tersebut dari mensubkontrakan mendapatkan komisi sebesar Rp100 juta dari si pelaksana pekerjaan, ucapnya.
"Kemudian disubkan lagi, kepada pelaksana diluar pemenang tender dan tersangka mendapatkan komisi lagi sebesar Rp100 juta," ujar Widodo.
Selain itu, PPK dan panitia pengadaan juga mendapatkan imbalan dari pelaksana pekerjaan yang mensubkan pekerjaan tersebut pada pelaksana lainnya.
Dari hasil penyidikan, hampir semua item terindikasi terjadi penggelembungan oleh tersangka, yakni mulai dari peralatan kedokteran dan peralatan kesehatan lainnya.
Penetapan NN sebagai tersangka kata Widodo, sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999, dengan ancaman hukuman seumur hidup.
"Hingga saat ini, kami baru menetapkan satu tersangka dalam kasus ini, dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka-tersangka lainnya," tukas Widodo.
(A057/C004)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Untuk memuluskan aksinya, tersangka selain sebagai Dirut RSUD Sambas, waktu itu juga sebagai ketua PPK dalam proyek alkes tersebut," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar Kombes (Pol) Widodo di Pontianak, Jumat.
Widodo menjelaskan ditetapkannya tersangka NN dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alkes tahun 2011, hasil pengembangan yang dilakukan oleh Tim Satgas Polresta Sambas.
"Modus korupsi yang dilakukan oleh tersangka, yakni dengan menggelembungkan harga pada pengadaan alkes hingga sebesar 200 persen dari harga perkiraan sendiri," ungkap Widodo.
Tersangka NN melakukan persekongkolan dengan panitia pengadaan penyedia jasa, mulai dari tahapan lelang pengadaan, dan pada saat tender itu juga sudah ada indikasi persekongkolan, yang dapat dibuktikan oleh penyidik dari hasil penyelidikan terhadap tersangka.
Selain itu, lanjut dia, pemenang lelang utama dalam pengadaan alkes itu adalah CV Indra Perkasa, namun dialihkan kepada pihak lain atau disubkontraktorkan dengan meminjamkan bendera pada perusahaan lain.
Perusahaan tersebut dari mensubkontrakan mendapatkan komisi sebesar Rp100 juta dari si pelaksana pekerjaan, ucapnya.
"Kemudian disubkan lagi, kepada pelaksana diluar pemenang tender dan tersangka mendapatkan komisi lagi sebesar Rp100 juta," ujar Widodo.
Selain itu, PPK dan panitia pengadaan juga mendapatkan imbalan dari pelaksana pekerjaan yang mensubkan pekerjaan tersebut pada pelaksana lainnya.
Dari hasil penyidikan, hampir semua item terindikasi terjadi penggelembungan oleh tersangka, yakni mulai dari peralatan kedokteran dan peralatan kesehatan lainnya.
Penetapan NN sebagai tersangka kata Widodo, sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999, dengan ancaman hukuman seumur hidup.
"Hingga saat ini, kami baru menetapkan satu tersangka dalam kasus ini, dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka-tersangka lainnya," tukas Widodo.
(A057/C004)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015