Sintang (Antara Kalbar) - Sejumlah pegawai negeri sipil yang hendak maju dalam pemilihan kepala daerah di Sintang, tampak mulai ragu untuk melanjutkan langkah tersebut karena sesuai Undang-undang No 8 tahun 2015, PNS wajib mengundurkan dari profesinya jika mendaftarkan diri sebagai calon.

Disahkannya undang-undang tersebut membuat sejumlah PNS yang ingin maju sebagai calon bupati atau wakil bupati Sintang merasa didiskriminasikan. Salah satunya Sekretaris DPRD Kabupaten Sintang, Abdul Syufriadi.

Ia menilai undang-undang tersebut mencederai rasa keadilan.

Menurut dia, undang-undang pilkada yang ada saat ini sangat diskriminasi terhadap PNS. Berbeda dengan peraturan pemilihan kepala daerah di zaman Orde Baru dulu.

Dia menjelaskan kalau zaman orde baru dulu, walau pilkada dipilih oleh DPRD tapi regulasi yang ada tidak diskriminasi. Di zaman Orde Baru dulu, semua warga negara diakomodir. PNS inikan bagian dari warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban sama seperti tertuang dalam UUD 1945.

Abdul mengaku lebih setuju dengan peraturan di era Orde Baru dulu yang mana PNS bisa mencalonkan diri dalam jabatan publik atau politik dengan catatan hanya mundur dari jabatannya saja dan cuti di luar tanggungan negara, jika dia sudah duduk di jabatan politik tersebut. Tapi peraturan pilkada sekarang, begitu mendaftar sebagai calon, PNS harus mundur dari profesinya.

"Sejak era reformasi ini, PNS menjadi tidak boleh berpolitik secara langsung," katanya.

Menurut pria kelahiran Kayan ini, undang-undang pilkada yang ada sekarang perlu dikoreksi. Karena menurut dia, bagaimanapun PNS merupakan bagian dari warga negara yang tidak kalah pentingnya dengan warga negara lainnya.

"Selama ini saya lihat maju mundurnya suatu negara, juga ditentukan oleh kalangan birokrat. Kalau mereka kerjanya tidak benar maka roda pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik, maka sudah seharusnya PNS diberikan penghargaan berupa hak yang sama di dunia politik," katanya.

Masih menurut dia, UU Pilkada yang ada sekarang ini hanya semata-mata mengejar kepastian hukum saja tanpa memperhatikan asas keadilannya.

"Undang-undang Pilkada yang sekarang belum sempurna dan mesti diperbaiki. Masa sih pegawai hanya dihargai paling tinggi menjadi Sekda. Kok sepertinya diskriminasi sekali," kata dia. (Faiz/N005)

Pewarta: Faiz

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015