Ketapang (Antara Kalbar) - Camat Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Edy Prayitno membantah ikut diperiksa di Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri terkait dugaan korupsi pelaksanaan jasa konsultan dan konstruksi proyek pencetakan sawah Kementerian BUMN Tahun 2012 - 2014.
    "Saya kebetulan camat baru, jadi tahu ceritanya sedikit tak tahu cerita panjangnya. Jadi yang dipanggil itu camat lama bukan saya. Saya baru delapan bulan lah jadi camat di sini," kata Camat Matan Hilir Utara Edy Prayitno saat dihubungi melalui telepon di Ketapang.
    Ia sendiri menegaskan enggan mengurusi persoalan di wilayahnya terkait permasalahan cetak sawah tersebut. "Kalau yang maju-maju saya mau. Kalau masalah kasus-kasus saya dak mau tahu," tegasnya.
    Sementara itu, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan MHU, Alamsyah juga enggan berkomentar meski hanya ditanya mengenai kondisi pertanian di wilayahnya terkait adanya persoalan percetakan sawah PT SHS tersebut.
    "Ia tidak punya kapasitas menjelaskan, dan memang ia tidak tahu karena itu punya BUMN," katanya.
    Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultural Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Ketapang, Akhmad Humaidi menjelaskan proyek cetak sawah oleh PT Sang Hyang Sri (SHS) itu pertama dibuka di Desa Pelang dan Sungai Jawi Kecamatan Matan Hilir Selatan.
   "Harapannya membantu swasembada pangan akhir 2014 pada masa jabatan Pak Presiden SBY berakhir oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN. Sebenarnya itu pembukaan lahan sekaligus penanaman," katanya.
    Target awal, pembukaan lahan tersebut direncanakan 100 ribu hektare. Namun sayangnya, pengerjaan tersebut kurang berkoordinasi dengan pihak dinas karena pembukaan lahan itu memanfaatkan lahan tidur masyarakat.
    "Lahan-lahan masyarakat yang tidur tak mampu dikelola. Makanya pola kerja samanya beda, Mou nya antara BUMN langsung sama masyarakat. Pemkab Ketapang hanya memfailitasi dan mendorong agar berjalan sukses," ungkapnya.
     Dari target tersebut,  yang dibuka baru sekitar 40 ribu hektare dan yang dapat ditanami sekitar 7 ribu hektare.
    Berdasarkan kesepakatan, pemilik lahan akan mendapat 40 persen dari hasil tanpa harus bekerja apa-apa. Namun target awal dengan hasil 5 ton per hektare, dinilai terlalu tinggi dan berlebihan mengingat untuk lahan baru perlu fase pemulihan.
    "Tapi kalau  terwujud, tentu sangat luar biasa dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat," kata Humaidy.

Pewarta: John

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015