Pontianak (Antara Kalbar) - Wali Kota Pontianak Sutarmidji mengajak masyarakat kota itu dalam memperingati Hari Berkabung Daerah (HBD) ketika terjadi pembantaian massal atas para tokoh, maupun kaum cendikiawan Kalbar pada 28 Juni 1944 oleh tentara Jepang, dengan meningkatkan semangat nasionalisme.
"Peristiwa Mandor telah meninggalkan rasa prihatin yang mendalam hingga saat ini, karena satu generasi Kalbar terdiri dari kaum cerdik pandai, cendikiawan maupun tokoh-tokoh di Kalbar menjadi korban kebiadaban tentara Jepang saat itu," kata Sutarmidji dalam sambutannya upacara bendera peringatan HBD di Pontianak, Senin.
ia menambahkan, untuk menghormati para pahlawan tersebut, sudah semestinya merealisasikan apa yang diinginkan melalui pemikiran-pemikiran mereka baik untuk Kalbar umumnya dan Kota Pontianak khususnya, agar semakin maju, salah satunya dengan meningkatkan semangat nasionalisme.
"Banyak yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya, misalnya membangun Kalbar maupun Kota Pontianak, baik dari sisi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan bidang lainnya. Nah itulah bentuk penghargaan kita kepada para pejuang dengan mewujudkan cita-citanya," kata Sutarmidji.
Sutarmidji menambahkan, korban-korban peristiwa Mandor yang telah gugur berasal dari berbagai kalangan cendekiawan seperti dokter, insinyur, tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai etnis dan agama, menunjukkan bahwa perjuangan multi etnis dari pejuang Kalbar yang heterogen ini bisa bersatu melawan penjajah.
"Jepang sangat takut apabila persatuan seperti itu terjadi," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Pontianak mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memupuk kembali rasa nasionalisme dan semangat kepahlawanan dalam melaksanakan dan mensukseskan pembangunan Kota Pontianak tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.
"Sehingga nantinya masyarakat Kota Pontianak dapat menjadi masyarakat heterogen yang dapat bersaing secara global, namun tetap bersatu dalam melaksanakan pembangunan dan menjunjung tinggi adat istiadat dengan semangat kepahlawanan itu," ujarnya.
Menurut catatan sejarah, tahun 1942-1944 saat penduduk Jepang di Kalbar, telah terjadi peristiwa pembunuhan besar-besaran secara keji dan kejam oleh tentara Jepang terhadap tokoh-tokoh masyarakat, pemuka masyarakat, kaum cendikiawan dan para pejuang pada 28 Rokugatsu 2604 atau 28 Juni 1944.
Berdasarkan data surat kabar Jepang yang terbit di Pontianak Borneo Shinbun terbitan hari Sabtu tanggal 1 Sigatsu 2604 atau tanggal 1 Juli 1944, disebutkan sebanyak 21.037 jiwa korban pembunuhan massal yang dikuburkan di 10 makam Juang Mandor.
Berdasarkan Perda Nomor 5/2007 tentang Peristiwa Mandor, setiap 28 Juni ditetapkan sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalbar, maka wajib dilaksanakan setiap tahunnya dengan kegiatan-kegiatan yang merenungkan dan memaknai kejuangan nasional tersebut.
Selain itu, sesuai Perda No. 28/2007 diwajibkan kepada intansi pemerintah, BUMN, BUMD dan masyarakat luas untuk menaikan bendera setengah tiang, bendera setengah tiang ini dinaikan mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.
(U.A057/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Peristiwa Mandor telah meninggalkan rasa prihatin yang mendalam hingga saat ini, karena satu generasi Kalbar terdiri dari kaum cerdik pandai, cendikiawan maupun tokoh-tokoh di Kalbar menjadi korban kebiadaban tentara Jepang saat itu," kata Sutarmidji dalam sambutannya upacara bendera peringatan HBD di Pontianak, Senin.
ia menambahkan, untuk menghormati para pahlawan tersebut, sudah semestinya merealisasikan apa yang diinginkan melalui pemikiran-pemikiran mereka baik untuk Kalbar umumnya dan Kota Pontianak khususnya, agar semakin maju, salah satunya dengan meningkatkan semangat nasionalisme.
"Banyak yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya, misalnya membangun Kalbar maupun Kota Pontianak, baik dari sisi pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan bidang lainnya. Nah itulah bentuk penghargaan kita kepada para pejuang dengan mewujudkan cita-citanya," kata Sutarmidji.
Sutarmidji menambahkan, korban-korban peristiwa Mandor yang telah gugur berasal dari berbagai kalangan cendekiawan seperti dokter, insinyur, tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai etnis dan agama, menunjukkan bahwa perjuangan multi etnis dari pejuang Kalbar yang heterogen ini bisa bersatu melawan penjajah.
"Jepang sangat takut apabila persatuan seperti itu terjadi," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Pontianak mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memupuk kembali rasa nasionalisme dan semangat kepahlawanan dalam melaksanakan dan mensukseskan pembangunan Kota Pontianak tanpa memandang suku, agama, ras dan golongan.
"Sehingga nantinya masyarakat Kota Pontianak dapat menjadi masyarakat heterogen yang dapat bersaing secara global, namun tetap bersatu dalam melaksanakan pembangunan dan menjunjung tinggi adat istiadat dengan semangat kepahlawanan itu," ujarnya.
Menurut catatan sejarah, tahun 1942-1944 saat penduduk Jepang di Kalbar, telah terjadi peristiwa pembunuhan besar-besaran secara keji dan kejam oleh tentara Jepang terhadap tokoh-tokoh masyarakat, pemuka masyarakat, kaum cendikiawan dan para pejuang pada 28 Rokugatsu 2604 atau 28 Juni 1944.
Berdasarkan data surat kabar Jepang yang terbit di Pontianak Borneo Shinbun terbitan hari Sabtu tanggal 1 Sigatsu 2604 atau tanggal 1 Juli 1944, disebutkan sebanyak 21.037 jiwa korban pembunuhan massal yang dikuburkan di 10 makam Juang Mandor.
Berdasarkan Perda Nomor 5/2007 tentang Peristiwa Mandor, setiap 28 Juni ditetapkan sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalbar, maka wajib dilaksanakan setiap tahunnya dengan kegiatan-kegiatan yang merenungkan dan memaknai kejuangan nasional tersebut.
Selain itu, sesuai Perda No. 28/2007 diwajibkan kepada intansi pemerintah, BUMN, BUMD dan masyarakat luas untuk menaikan bendera setengah tiang, bendera setengah tiang ini dinaikan mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.
(U.A057/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015