Sungai Raya (Antara Kalbar) - Anggota DPRD Kubu Raya, Kalimantan Barat, Iqbal Asrarudin menilai kinerja tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) yang dibentuk pemerintah setempat masih belum maksimal dalam merumuskan tata ruang.
"Sebelumnya kami sempat menolak draf raperda tata ruang yang diajukan oleh Pemkab Kubu Raya karena banyak rencana pembangunan daerah yang masuk dalam kawasan hutan lindung dan melanggar SK Menteri Kehutanan Nomor 733 Tahun 2014," kata Iqbal di Sungai Raya, Minggu.
Menurutnya, dari paparan rencana tata ruang yang diajukan oleh Pemkab Kubu Raya, banyak desa-desa yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
"Bahkan ada beberapa desa yang wilayahnya 100 persen masuk ke dalam wilayah hutan lindung seperti desa Dabong, Kecamatan Kubu, serta desa Sungai Nibung, Kecamatan Teluk Pakedai," katanya.
Dijelaskan Iqbal, pada umumnya memang sebagian dari desa-desa itu juga tidak memahami mengapa tiba-tiba kawasan desanya masuk ke dalam kawasan hutan lindung, karena memang di desa itu ada bangunan pemerintah seperti sekolah, puskesmas pembantu, pemakaman, rumah penduduk, serta ada kegiatan-kegiatan industri rumah tangga.
Sehingga, sambungnya jika memang diklaim oleh menteri kehutanan sebagai hutan lindung, maka masyarakat menjadi bingung.
"Untuk itu saya meminta kepada pemkab terkait dengan upaya verifikasi kawasan hutan lindung yang ada di desa-desa tersebut memang dilakukan oleh tim IP4T," katanya.
Dirinya berharap kepada bupati Kubu Raya berkomitmen kuat, dan tegas karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat yang tiba-tiba desanya masuk ke dalam kawasan hutan lindung untuk meminta kepada IP4T bekerja secara serius, profesional, dan sistematis walaupun hal itu akan memakan waktu yang tidak sebentar.
"Ada beberapa hal yang memang perlu dilihat yang pertama kinerja IP4T itu terkendala dengan penganggaran dari pemerintah kabupaten Kubu Raya. Nah kita belum lihat komitmen pemkab seperti apa karena menurut informasi yang saya dapat di dalam APBD Perubahan 2015 saja tim IP4T tidak dianggarkan oleh pemkab," tuturnya.
Kemudian yang kedua, katanya terkait dengan keberadaan IP4T yang dalam SK empat menteri memang mengatakan bahwa ketua tim harus dari BPN, tetapi dalam pelaksanaan tentunya harus dilihat ada beberapa masalah yang akan timbul karena BPN itu instansi vertikal.
Apalagi, sebut Iqbal ditambah dengan BPN yang memang selama ini memiliki beban kerja yang lumayan besar, dan juga masalah yang dihadapi oleh BPN juga banyak, sehingga BPN tidak akan fokus kinerjanya di dalam tim IP4T.
Untuk itu, lanjutnya, pemkab Kubu Raya disarankan mengantisipasi dengan pola manajemen yang terbaik, sehingga dengan keterbatasan BPN itu perlu dibentuk dengan ketua hariannya sekda, agar tim yang ada dapat bekerja tanpa harus menunggu koordinasi dengan BPN.
"Yang ketiga saya juga mendapatkan laporan dari beberapa desa yang dari kepala-kepala desa menemui kesulitan saat melakukan koordinasi, dan hal ini dikarenakan mereka merasa kalau keterlibatan kepala desa sangat minim. Artinya ketika mereka ingin melaporkan usulan kawasan rancangan RTRW desanya itu harus kemana," ucapnya.
Karena merasa bingung, katanya maka para kades menjadi prihatin ketika wilayahnya ditetapkan ke dalam perda, dan kawasannya di inventarisasi oleh tim IP4T yang mana sampai hari ini juga tim yang telah dibentuk tersebut belum banyak turun ke lapangan. Hal itu mengakibatkan sebagai pemdes khawatir jika kawasan yang riilnya memang ada penduduk, ada kegiatan masyarakat, namun tiba-tiba tidak diusulkan menjadi hutan lindung
"Untuk Pemkab Kubu Raya, khususnya tim IP4T harus melibatkan para kepala desa yang wilayahnya masuk ke dalam kawasan hutan lindung secara maksimal," katanya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Sebelumnya kami sempat menolak draf raperda tata ruang yang diajukan oleh Pemkab Kubu Raya karena banyak rencana pembangunan daerah yang masuk dalam kawasan hutan lindung dan melanggar SK Menteri Kehutanan Nomor 733 Tahun 2014," kata Iqbal di Sungai Raya, Minggu.
Menurutnya, dari paparan rencana tata ruang yang diajukan oleh Pemkab Kubu Raya, banyak desa-desa yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
"Bahkan ada beberapa desa yang wilayahnya 100 persen masuk ke dalam wilayah hutan lindung seperti desa Dabong, Kecamatan Kubu, serta desa Sungai Nibung, Kecamatan Teluk Pakedai," katanya.
Dijelaskan Iqbal, pada umumnya memang sebagian dari desa-desa itu juga tidak memahami mengapa tiba-tiba kawasan desanya masuk ke dalam kawasan hutan lindung, karena memang di desa itu ada bangunan pemerintah seperti sekolah, puskesmas pembantu, pemakaman, rumah penduduk, serta ada kegiatan-kegiatan industri rumah tangga.
Sehingga, sambungnya jika memang diklaim oleh menteri kehutanan sebagai hutan lindung, maka masyarakat menjadi bingung.
"Untuk itu saya meminta kepada pemkab terkait dengan upaya verifikasi kawasan hutan lindung yang ada di desa-desa tersebut memang dilakukan oleh tim IP4T," katanya.
Dirinya berharap kepada bupati Kubu Raya berkomitmen kuat, dan tegas karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat yang tiba-tiba desanya masuk ke dalam kawasan hutan lindung untuk meminta kepada IP4T bekerja secara serius, profesional, dan sistematis walaupun hal itu akan memakan waktu yang tidak sebentar.
"Ada beberapa hal yang memang perlu dilihat yang pertama kinerja IP4T itu terkendala dengan penganggaran dari pemerintah kabupaten Kubu Raya. Nah kita belum lihat komitmen pemkab seperti apa karena menurut informasi yang saya dapat di dalam APBD Perubahan 2015 saja tim IP4T tidak dianggarkan oleh pemkab," tuturnya.
Kemudian yang kedua, katanya terkait dengan keberadaan IP4T yang dalam SK empat menteri memang mengatakan bahwa ketua tim harus dari BPN, tetapi dalam pelaksanaan tentunya harus dilihat ada beberapa masalah yang akan timbul karena BPN itu instansi vertikal.
Apalagi, sebut Iqbal ditambah dengan BPN yang memang selama ini memiliki beban kerja yang lumayan besar, dan juga masalah yang dihadapi oleh BPN juga banyak, sehingga BPN tidak akan fokus kinerjanya di dalam tim IP4T.
Untuk itu, lanjutnya, pemkab Kubu Raya disarankan mengantisipasi dengan pola manajemen yang terbaik, sehingga dengan keterbatasan BPN itu perlu dibentuk dengan ketua hariannya sekda, agar tim yang ada dapat bekerja tanpa harus menunggu koordinasi dengan BPN.
"Yang ketiga saya juga mendapatkan laporan dari beberapa desa yang dari kepala-kepala desa menemui kesulitan saat melakukan koordinasi, dan hal ini dikarenakan mereka merasa kalau keterlibatan kepala desa sangat minim. Artinya ketika mereka ingin melaporkan usulan kawasan rancangan RTRW desanya itu harus kemana," ucapnya.
Karena merasa bingung, katanya maka para kades menjadi prihatin ketika wilayahnya ditetapkan ke dalam perda, dan kawasannya di inventarisasi oleh tim IP4T yang mana sampai hari ini juga tim yang telah dibentuk tersebut belum banyak turun ke lapangan. Hal itu mengakibatkan sebagai pemdes khawatir jika kawasan yang riilnya memang ada penduduk, ada kegiatan masyarakat, namun tiba-tiba tidak diusulkan menjadi hutan lindung
"Untuk Pemkab Kubu Raya, khususnya tim IP4T harus melibatkan para kepala desa yang wilayahnya masuk ke dalam kawasan hutan lindung secara maksimal," katanya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015