Jakarta (Antara Kalbar) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan pengurangan sampah plastik lebih dari 1,9 juta ton hingga 2019.
"Total sampah Indonesia di 2019 diperkirakan mencapai 68 juta ton, 14 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Kalau target pengurangan sampah keseluruhan 20 persen, jadi yang plastik juga 20 persen dari total sampah plastik tersebut," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Tuti Hendrawati Mintarsih di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan perhitungan dari Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, total jumlah sampah Indonesia di 2019 akan mencapai 68 juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada.
Menurut dia, target pengurangan timbunan sampah secara keseluruhan sampai dengan 2019 adalah 25 persen, sedangkan 75 persen penanganan sampahnya dengan cara 'composting' dan daur ulang bawa ke tempat pembuangan akhir (TPA).
"Sampah kita komposisi utamanya 60 persen organik, plastiknya 14 persen," ujar dia.
Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Tiongkok yang mencapai 262,9 juta ton.
Berada di urutan ketiga adalah Filipina yang menghasilkan sampah plastik ke laut mencapai 83,4 juta ton, diikuti Vietnam yang mencapai 55,9 juta ton, dan Sri Lanka yang mencapai 14,6 juta ton per tahun.
Setiap tahun produksi plastik menghasilkan sekitar delapan persen hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak atau setara 14 juta pohon.
Lebih dari satu juta kantong plastik digunakan setiap menitnya dan 50 persen dari kantong plastik tersebut dipakai hanya sekali lalu langsung dibuang. Dari angka tersebut, menurut Tuti, hanya lima persen yang benar-benar di daur ulang.
Tuti mengatakan belum dapat memperkirakan berapa penurunan penggunaan kantong plastik jika uji coba plastik berbayar diterapkan pada 21 Februari 2016. Perkiraan hanya terlihat dari target pengurangan sampah plastik yang ditetapkan hingga 2019 tersebut.
Hampir semua negara di Eropa sudah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar. Ada 31 negara di Eropa, 18 di Afrika, tujuh di Amerika dengan 132 kota di Amerika Serikat, 12 kota di Australia, dan 14 negara di Asia, termasuk salah satunya Malaysia.
"Jadi sebetulnya kita ini agak terlambat dalam melaksanakan pembatasan terhadap kantong plastik. Oleh karena itu, tahun lalu ada surat edaran Menteri LHK Nomor S.71/MENLHK-II/2015 tentang langkah-langkah pengelolaan sampah. Ada juga Surat Edaran Dirjen PSLB3 Nomor SE-06/PSLB3-PS/2015 tanggal 17 Desember 2015 tentang langkah antisipasi penetapan kebijakan kantong plastik berbayar pada usaha ritel modern kepada Gubernur, Walikota, Bupati, dan dunia usaha," tuturnya.
KLHK, menurut dia telah melakukan pertemuan dengan APRINDO, Kementerian Perdagangan, YLKI, dan pada pertemuan tersebut waktu itu disepakati bahwa harga terendah adalah Rp500 per kantong plastik. Meski demikian masih akan dilakukan pertemuan untuk mengetahui harga plastik yang pas.
Sampai sekarang ada 23 kabupaten/kota yang sudah menyatakan akan melaksanakan penerapan kantong plastik berbayar. Tetapi tidak semua serentak akan melakukan uji coba plastik berbayar, di antaranya Aceh, Medan, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta, Denpasar, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Kendari, Ambon, Papua, dan Jayapura.
Meski demikian, menurut dia, baru sembilan kota yang siap memulai uji coba plastik berbayar pada 21 Februari hingga Juni 2016, di antaranya DKI Jakarta, Bogor, Aceh, Makassar, Denpasar, Surabaya, Tangerang, dan Balikpapan.
(V002/C. Hamdani)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016