Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng menyatakan, pemerintah tidak perlu naikkan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk menutupi kebolongan fiskal.

"Pelemahan ekonomi dunia khususnya melemahnya harga minyak dan komoditas telah mendorong negara negara penghasil minyak terbesar di dunia menaikkan harga bahan bakar minyak, kata Salamuddin Daeng dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Selasa.

Ia menjelaskan, sebagaimana diketahui Arab Saudi menaikkan harga BBM sebesar 50 persen untuk menutup defisit anggaran mereka sebesar 98 miliar dolar. Bahkan Venezuela menaikkan harga BBM yang dijual dalam ekonomi mereka sebesar 6000 persen, dari 0,01 dolar / liter menjadi 0,60 dolar/liter merupakan kenaikan terbesar dalam 20 tahun.

Kedua negara tersebut di atas merupakan negara penghasil minyak terbesar. Sebagian besar anggaran belanja mereka disumbangkan oleh minyak. Tahun ini kedua negara tersebut terancam bangkrut dan berusaha mengatasinya dengan hasil keuntungan menjual BBM ke rakyatnya.

Apa yang dihadapai pemerintahan Jokowi tidak berbeda dengan yang dihadapi Arab Saudi dan Venezuela. Tahun 2016 akan menjadi pukulan berat bagi pemerintahan Jokowi, karena dipastikan target fiskal tidak akan tercapai baik dikarenakan melemahnya harga komoditas  dan banyaknya perusahaan yang bangkrut.

Rencana pemerintah untuk menjadikan BBM (juga listrik) sebagai sumber mencari keuntungan. Pemerintah rencana menaikan tarif dasar listrik 900 kwh dengan alasan subsidi. Tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menaikkan harga BBM.

Tindakan pemerintah menggangu harga BBM apalagi dengan menaikkan harganya adalah kontra produktif dengan kondisi ekonomi nasional. Pemerintah Jokowi tidak perlu mengikuti langkah Venezuela dan Saudi Arabia. Pemerintah harus fokus menjaga stabilitas ekonomi, menjaga laju inflasi, dan stabilitas harga pangan yang sangat rentan dengan flugtuasi harga, katanya.

Pewarta: andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016