Pontianak (Antara Kalbar) - Empat Desa di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat yang tergolong daerah terisolir yang meliputi Desa Sepantai, Desa Sabung Sitangga, Desa Sempurna dan Desa Sungai Deden masih banyak ditemukan anak putus sekolah.
"Persoalan sosial dan tidak terpenuhinya hak-hak anak di desa terisolir di Kabupaten Sambas masih terjadi. Kurangnya perhatian Pemerintah dalam pemenuhan hak dasar pekerja anak, keberlangsungan pendidikan, jaminan kesehatan serta masih adanya pekerja anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah," kata Ketua LSM Gapemasda Kabupaten Sambas, Syafruddin di Sambas, Jumat.
Dia menjelaskan atas dasar masih banyak ditemukannya anak putus sekolah tersebut pihaknya menyelenggarakan program inklusi sosial di empat desa tersebut yang berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Subah dan Kecamatan Sejangkung. Daerah keempat desa tersebut masih terbilang terisolir, karena kondisi wilayah yang selalu banjir.
Jaringan listrik yang tidak ada, akses menuju sekolah yang jauh, pengajar atau guru jarang masuk karena tempat tinggalnya di kota dan kalau musim hujan tidak bisa mengajar dan menjadi penghambat anak-anak untuk belajar.
"Namun saya melihat anak-anak di desa tersebut cukup kuat untuk melanjutkan pendidikan. Tapi itu lah karena kondisi yang ada setidaknya menghambat mereka," katanya.
Upaya yang pihaknya lakukan di tengah masyarakat dikatakan Syafarudin yakni membentuk kelompok belajar anak, sosialisasi program di tingkat desa sebagai upaya pemberitahuan dan penjelasan tentang adanya program inklusi sosial serta tahapan-tahapan program yang akan dilaksanakan di desa.
"Kita ada juga pelatihan interaktif di lingkungan masyarakat yang memiliki anak-anak, remaja dan keluarga, terutama mereka yang rentan terhadap masalah pekerja anak dan perdagangan anak-anak dan perempuan untuk eksploitasi seksual atau perburuhan," terangnya.
Dia menambahkan adapun tantangan yang dihadapi dalam hal pendidikan di empat desa tersebut di antaranya datang dari faktor keluarga tidak menjalankan fungsi pengasuhan dengan baik. Menurutnya masih ada orang tua melakukan perlakuan diskriminasi pengasuhan terhadap anak dibandingkan anak yang lain, terutama dalam hal pendidikan, anak dipaksa bekerja di perkebunan sawit dibandingkan sekolah.
"Selain itu, pemerintah dianggap juga kurang memiliki perhatian dalam pemenuhan hak dasar pekerja anak keberlangsungan pendidikan, jaminan kesehatan. Masih adanya pekerja anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah serta kurangnya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pekerja anak di perkebunan," ujarnya.
(KR-DDI/F003)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Persoalan sosial dan tidak terpenuhinya hak-hak anak di desa terisolir di Kabupaten Sambas masih terjadi. Kurangnya perhatian Pemerintah dalam pemenuhan hak dasar pekerja anak, keberlangsungan pendidikan, jaminan kesehatan serta masih adanya pekerja anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah," kata Ketua LSM Gapemasda Kabupaten Sambas, Syafruddin di Sambas, Jumat.
Dia menjelaskan atas dasar masih banyak ditemukannya anak putus sekolah tersebut pihaknya menyelenggarakan program inklusi sosial di empat desa tersebut yang berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Subah dan Kecamatan Sejangkung. Daerah keempat desa tersebut masih terbilang terisolir, karena kondisi wilayah yang selalu banjir.
Jaringan listrik yang tidak ada, akses menuju sekolah yang jauh, pengajar atau guru jarang masuk karena tempat tinggalnya di kota dan kalau musim hujan tidak bisa mengajar dan menjadi penghambat anak-anak untuk belajar.
"Namun saya melihat anak-anak di desa tersebut cukup kuat untuk melanjutkan pendidikan. Tapi itu lah karena kondisi yang ada setidaknya menghambat mereka," katanya.
Upaya yang pihaknya lakukan di tengah masyarakat dikatakan Syafarudin yakni membentuk kelompok belajar anak, sosialisasi program di tingkat desa sebagai upaya pemberitahuan dan penjelasan tentang adanya program inklusi sosial serta tahapan-tahapan program yang akan dilaksanakan di desa.
"Kita ada juga pelatihan interaktif di lingkungan masyarakat yang memiliki anak-anak, remaja dan keluarga, terutama mereka yang rentan terhadap masalah pekerja anak dan perdagangan anak-anak dan perempuan untuk eksploitasi seksual atau perburuhan," terangnya.
Dia menambahkan adapun tantangan yang dihadapi dalam hal pendidikan di empat desa tersebut di antaranya datang dari faktor keluarga tidak menjalankan fungsi pengasuhan dengan baik. Menurutnya masih ada orang tua melakukan perlakuan diskriminasi pengasuhan terhadap anak dibandingkan anak yang lain, terutama dalam hal pendidikan, anak dipaksa bekerja di perkebunan sawit dibandingkan sekolah.
"Selain itu, pemerintah dianggap juga kurang memiliki perhatian dalam pemenuhan hak dasar pekerja anak keberlangsungan pendidikan, jaminan kesehatan. Masih adanya pekerja anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah serta kurangnya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pekerja anak di perkebunan," ujarnya.
(KR-DDI/F003)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016