Pontianak (Antara Kalbar) - Guru Besar Fisipol Universitas Tanjungpura, Prof Dr H Syarif Ibrahim Alqadrie MSc, membuat tradisi baru dalam memasuki purna tugas sebagai guru besar dan pengajar dengan meluncurkan buku bunga rampai "Kebudayaan; Interaksi Sosial, Konflik dan Perdamaian".

"Selaku seorang akademis Prof SIA, sapaan akrabnya melakukan hal yang berbeda dengan kebanyakan lainnya dalam purna tugasnya sebagai guru besar. Biasanya kebanyakan dalam perayaan melakukan selamatan dan potong tumpeng. Tetapi untuk membuat tradisi baru ia menggelar dengan reuni, seminar dan peluncuran buku," ujar Humas Panitia, Holi Hamidin, Sabtu.

Holi menjelaskan kegiatan seperti itu merupakan baru kedua kalinya digelar di Indonesia. Buku yang disusun oleh kolega, kawan sejawat, keluarga dan orang dekat diakomodir oleh panitia dan dijadikanlah buku bunga rampai seperti yang diluncurkan.

"Dalam buku itu ada tiga hal yang ditulis yakni soal biografi singkat beliau, kenang-kenangan oleh sahabat atau orang terdekat dan terakhir karya ilmiah guru besar dan sahabat baik dari dalam negeri maupun luar negeri," ujarnya.

Holi menjelaskan peluncuran buku tersebut juga bersamaan dalam perayaan ulang tahun Prof SIA yang Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-70.

"Jadi peluncuran buku ini juga merupakan bagian dari perayaan HUT ke-70 Prof SIA. Kita juga merangkai kegiatan tersebut dengan seminar internasional," kata dia.

Sementara itu, Syarif Ibrahim Alqadrie menyampaikan terkait peringatan HUT kelahirannya yang juga bersamaan dengan usia pensiunnya sebagai tenaga pengajar dan guru besar merupakan tradisi baru di dunia akademis dan hal itu baru ke dua di Indonesia.

Menurutnya ia ingin memberikan contoh tradisi baru soal memberikan penghargaan kepada guru besar yang berbentuk pemberian sumbangan dalam bentuk tulisan yang kemudian dibukukan kepada profesor bersangkutan.

"Guru besar di Indonesia langka termasuk di Kalbar. Guru besar memiliki peran strategis dalam dunia akademis terutama dalam akreditasi kampus dan perannya di masyarakat. Dengan hal itu perlu diberi penghargaan dan itu bukan bentuk uang atau cincin dalam pelepasan atau di akhir masa pensiunnya tetapi melalui tulisan tentang profesor itu," katanya.

Dikatakannya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut menurutnya seharusnya dilakukan pihak perguruan tinggi di mana tempat sang profesor mengabdi. Namun karena baru ia tidak mempermasalahkan dengan kegiatan yang dilakukan yang masih diselenggarakan oleh relawannya.

"Semoga ke depan profesor di Untan ketika mau pensiun bisa melakukan hal ini dan memang profesor diberikan yang jauh lebih berharga lagi," kata dia.

Dalam kegiatan ini dihadiri dua profesor dari Jepang yang merupakan teman karib SIA. Selain itu juga beberapa tokoh pendidikan di Indonesia, tokoh Polri dan sejumlah pejabat pemerintah, kampus dan tamu lainnya.

(KR-DDI/N005)

Pewarta: Dedi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016