Kabupaten Sambas di Provinsi Kalimantan Barat yang berjuluk "Serambi Mekah" masih terus mempertahankan tradisi silaturahmi dengan cara kunjung mengunjungi antar-sesama warga saat hari raya Lebaran.
Tradisi itu bukan saja terjadi saat Idul Fitri, namun juga ketika tiba Idul Adha yang dirayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah.
Seperti pada Idul Adha 1437 Hijriyah yang jatuh pada Senin (12/9) awal pekan ini.
Hanya beberapa saat setelah matahari terbenam, kumandang azan terdengar memecah keheningan desa yang disusul dengan suara takbir seperti sahut-menyahut. Usai shalat Maghrib pada malam 9 Dzulhijjah 1437 Hijriah, gema takbir dan tahmid terdengar di setiap surau dan masjid.
Suara takbir kembali terdengar usai azan Subuh pada hari Id tiba, Senin, 10 Dzulhijjah. Umat Muslim pun berbondong-bondong menuju masjid dan lapangan terbuka, untuk menunaikan shalat Idul Adha.
Usai shalat Id, tradisi saling mengunjungi antarwarga pun dimulai. Tradisi yang konon ada sejak zaman Kesultanan Sambas tersebut, hingga kini masih lestari.
Kemeriahan Lebaran Idul Adha itu bahkan bukan hanya berlangsung sehari itu saja, tetapi hingga sepekan kemudian. Dari ujung kampung ke ujung kampung lainnya, menyambut suka cita hari raya Kurban tersebut.
"Lebaran di kampung berbeda dengan kota di daerah lain, Pontianak misalnya. Perayaan Idul Adha dirayakan hanya pada hari raya pertama, dengan shalat Id bersama di masjid, saling memaafkan dan pemotongan hewan kurban. Kalau di Sambas justru merayakan Idul Adha selama tujuh hari," ujar Asmu`ie, kepala Desa Kuala Pangkalan Keramat, Kecamatan Teluk Keramat saat ditemui di Sambas awal pekan ini.
Asmu`ie mengatakan kampung terasa ramai dengan lebaran Idul Adha. Maklum saja, momentum Idul Adha, bagi warga setempat merupakan ajang berkumpul anggota keluarga dari luar kampung untuk saling berkumpul satu sama lain.
"Kalau di kampung kita bergantian kunjung berkunjung ke rumah teman, saudara dan tetangga. Di daerah perkotaan di Sambas Alhamdulillah saya perhatikan masih ada seperti di kampung meskipun intensitasnya sudah berkurang," kata dia.
Sementara itu satu warga Sambas yang berada sekitar Kota Sambas tepatnya di Tanjung Renggas, Nurhadi mengatakan meski berada di Kota Sambas, suasana dan kemeriahan Idul Adha di daerahnya masih terasa. Sanak saudara dan tetangga masih saling berkunjung.
"Kita adat Melayu masih kental dalam hal kunjung mengunjungi dan sekalian silaturahmi dalam merayakan hari agung. Namun saat ini antara di kota dan di desa sudah ada bedanya di mana di desa lebih kuat lagi silaturahminya," kata dia.
Kue lapis
Pada setiap lebaran termasuk Idul Adha, di kabupaten yang mempunyai 19 kecamatan tersebut memiliki keunikan tersendiri yakni setiap warganya menyajikan menu wajib yakni kue lapis.
Bagi warga Kuala Pangkal Keramat (KPK) apakah orang mampu atau tidak, selalu menyediakan menu kue lapis saat Lebaran adalah kewajiban. Sehingga wajar aneka jenis kue lapis terhidang di meja-meja rumah warga.
Seperti di rumah seorang warga Imran, ada enam jenis kue lapis tersaji. Menurutnya setiap satu tahun di dua momentum hari raya, ia selalu membuat kue lapis.
"Kalau membuat kue lapis itu baru terasa ada lebarannya. Setiap warga lainnya juga semua membuat kue lapis," katanya.
Ia menjelaskan ada beberapa kue lapis yang mayoritas dibuat oleh masyarakat pada umumnya dan itu ciri khas kue lapis Sambas yakni kue lapis kacang dan susu.
"Kue lapis tersebut merupakan identitas kue lapis Sambas. Rasanya sangat khas dan enak," kata dia.
Pengaruh Melayu
Tradisi makan-makan dan saling silaturahmi antarwarga masyarakat di Sambas saat Lebaran baik Idul Fitri maupun Idul Adha menurut tokoh masyarakat Sambas, Dr Wasian Safiuddin, tidak terlepas dari faktor budaya Melayu.
"Perayaan Idul Adha yang meriah di Sambas karena faktor budaya Melayu. Kita ketahui mayoritas penduduk Sambas bersuku Melayu," kata dia.
Menurut dosen Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak itu, budaya Melayu tersebut juga tidak terlepas budaya Timur Tengah di mana setiap Lebaran meriah terutama soal makan-makannya.
Kesultanan Sambas berdiri pada 1671 Masehi, di bawah kekuasaan Sultan Muhammad Shafiuddin I. Hingga kini, penduduk Sambas mayoritas pemeluk Agama Islam yang tersebar di 19 kecamatan. Kabupaten ini juga berbatasan darat langsung dengan Malaysia Timur sejauh 97 kilometer, tepatnya di daerah Aruk, Kecamatan Sajingan dengan Biawak, Malaysia.
"Di sini kita makan-makan dan juga saling mengunjungi. Jauh-jauh pulang kampung untuk berkumpul dengan keluarga. Budaya Melayu yang diadopsi juga dari Timur Tengah ini sangat selaras dengan ajaran Islam soal silaturahmi dan berkurban," kata dia.
Dalam perayaan sebagaimana tradisi Timur Tengah itu berharap ke depan dapat dijaga semua pihak selama tidak menyalahi syariat Islam.
"Terpenting lagi jangan berlebihan. Contohnya di kampung biasanya banyak buat kue lapis. Jangan berlebihan takut mubazir," kata dia mengingatkan.
(U.KR-DDI/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Tradisi itu bukan saja terjadi saat Idul Fitri, namun juga ketika tiba Idul Adha yang dirayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah.
Seperti pada Idul Adha 1437 Hijriyah yang jatuh pada Senin (12/9) awal pekan ini.
Hanya beberapa saat setelah matahari terbenam, kumandang azan terdengar memecah keheningan desa yang disusul dengan suara takbir seperti sahut-menyahut. Usai shalat Maghrib pada malam 9 Dzulhijjah 1437 Hijriah, gema takbir dan tahmid terdengar di setiap surau dan masjid.
Suara takbir kembali terdengar usai azan Subuh pada hari Id tiba, Senin, 10 Dzulhijjah. Umat Muslim pun berbondong-bondong menuju masjid dan lapangan terbuka, untuk menunaikan shalat Idul Adha.
Usai shalat Id, tradisi saling mengunjungi antarwarga pun dimulai. Tradisi yang konon ada sejak zaman Kesultanan Sambas tersebut, hingga kini masih lestari.
Kemeriahan Lebaran Idul Adha itu bahkan bukan hanya berlangsung sehari itu saja, tetapi hingga sepekan kemudian. Dari ujung kampung ke ujung kampung lainnya, menyambut suka cita hari raya Kurban tersebut.
"Lebaran di kampung berbeda dengan kota di daerah lain, Pontianak misalnya. Perayaan Idul Adha dirayakan hanya pada hari raya pertama, dengan shalat Id bersama di masjid, saling memaafkan dan pemotongan hewan kurban. Kalau di Sambas justru merayakan Idul Adha selama tujuh hari," ujar Asmu`ie, kepala Desa Kuala Pangkalan Keramat, Kecamatan Teluk Keramat saat ditemui di Sambas awal pekan ini.
Asmu`ie mengatakan kampung terasa ramai dengan lebaran Idul Adha. Maklum saja, momentum Idul Adha, bagi warga setempat merupakan ajang berkumpul anggota keluarga dari luar kampung untuk saling berkumpul satu sama lain.
"Kalau di kampung kita bergantian kunjung berkunjung ke rumah teman, saudara dan tetangga. Di daerah perkotaan di Sambas Alhamdulillah saya perhatikan masih ada seperti di kampung meskipun intensitasnya sudah berkurang," kata dia.
Sementara itu satu warga Sambas yang berada sekitar Kota Sambas tepatnya di Tanjung Renggas, Nurhadi mengatakan meski berada di Kota Sambas, suasana dan kemeriahan Idul Adha di daerahnya masih terasa. Sanak saudara dan tetangga masih saling berkunjung.
"Kita adat Melayu masih kental dalam hal kunjung mengunjungi dan sekalian silaturahmi dalam merayakan hari agung. Namun saat ini antara di kota dan di desa sudah ada bedanya di mana di desa lebih kuat lagi silaturahminya," kata dia.
Kue lapis
Pada setiap lebaran termasuk Idul Adha, di kabupaten yang mempunyai 19 kecamatan tersebut memiliki keunikan tersendiri yakni setiap warganya menyajikan menu wajib yakni kue lapis.
Bagi warga Kuala Pangkal Keramat (KPK) apakah orang mampu atau tidak, selalu menyediakan menu kue lapis saat Lebaran adalah kewajiban. Sehingga wajar aneka jenis kue lapis terhidang di meja-meja rumah warga.
Seperti di rumah seorang warga Imran, ada enam jenis kue lapis tersaji. Menurutnya setiap satu tahun di dua momentum hari raya, ia selalu membuat kue lapis.
"Kalau membuat kue lapis itu baru terasa ada lebarannya. Setiap warga lainnya juga semua membuat kue lapis," katanya.
Ia menjelaskan ada beberapa kue lapis yang mayoritas dibuat oleh masyarakat pada umumnya dan itu ciri khas kue lapis Sambas yakni kue lapis kacang dan susu.
"Kue lapis tersebut merupakan identitas kue lapis Sambas. Rasanya sangat khas dan enak," kata dia.
Pengaruh Melayu
Tradisi makan-makan dan saling silaturahmi antarwarga masyarakat di Sambas saat Lebaran baik Idul Fitri maupun Idul Adha menurut tokoh masyarakat Sambas, Dr Wasian Safiuddin, tidak terlepas dari faktor budaya Melayu.
"Perayaan Idul Adha yang meriah di Sambas karena faktor budaya Melayu. Kita ketahui mayoritas penduduk Sambas bersuku Melayu," kata dia.
Menurut dosen Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak itu, budaya Melayu tersebut juga tidak terlepas budaya Timur Tengah di mana setiap Lebaran meriah terutama soal makan-makannya.
Kesultanan Sambas berdiri pada 1671 Masehi, di bawah kekuasaan Sultan Muhammad Shafiuddin I. Hingga kini, penduduk Sambas mayoritas pemeluk Agama Islam yang tersebar di 19 kecamatan. Kabupaten ini juga berbatasan darat langsung dengan Malaysia Timur sejauh 97 kilometer, tepatnya di daerah Aruk, Kecamatan Sajingan dengan Biawak, Malaysia.
"Di sini kita makan-makan dan juga saling mengunjungi. Jauh-jauh pulang kampung untuk berkumpul dengan keluarga. Budaya Melayu yang diadopsi juga dari Timur Tengah ini sangat selaras dengan ajaran Islam soal silaturahmi dan berkurban," kata dia.
Dalam perayaan sebagaimana tradisi Timur Tengah itu berharap ke depan dapat dijaga semua pihak selama tidak menyalahi syariat Islam.
"Terpenting lagi jangan berlebihan. Contohnya di kampung biasanya banyak buat kue lapis. Jangan berlebihan takut mubazir," kata dia mengingatkan.
(U.KR-DDI/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016