Pontianak (Antara Kalbar) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat mengevakuasi seekor orang utan betina berusia 2,5 tahun yang sempat dipelihara warga Desa Randau Jungkal, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang.
"Evakuasi tersebut dilakukan Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamat Tumbuhan dan Satwa Liar Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama petugas dari YIARI (Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia) dibantu anggota Polres Ketapang," kata Kepala BKSDA Kalbar Sustyo Iriono di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan, evakuasi terhadap seekor orang utan yang diberinama Bianca oleh pemeliharanya bernama Puriana, pada Rabu (5/10) berjalan lancar, tanpa hambatan.
"Pada saat dilakukan evakuasi orangutan tersebut dalam keadaan sehat," ungkapnya.
Saat ini, orang utan tersebut sedang dilakukan rehabilitasi di YIARI Ketapang, hingga orangutan tersebut dapat kembali ke habitat aslinya, katanya.
Sustyo menambahkan, evakuasi tersebut merupakan penyerahan secara sukarela dari masyarakat yang ke- 17 kepada BKSDA Kalbar sepanjang tahun 2016.
Hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian satwa di habitat alamnya, serta pertimbangan "animal welfare" (tercatat ada beberapa jenis satwa lain yang dilindungi yang juga diserahkan secara sukarela).
"Selain itu, juga mencerminkan hasil dari upaya kegiatan konservasi, baik secara preventif, persuasif (patroli, sosialiasi dan penyuluhan) maupun represif (penegakan hukum) yang selama ini terus dilakukan," ujarnya.
Secara UU, menurut Sustyo, masyarakat memang dilarang untuk memelihara hewan yang dilindungi. Hal itu sudah tertuang dalam UU No. 5/1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam, sesuai pasal 21 ayat (2) huruf a, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang di lindungi dalam keadaan hidup.
Kemudian, lanjut dia, pasal itu di Jo dengan pasal 40 yakni barang siapa yang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 3 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun, dan denda paling banyak Rp100 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Evakuasi tersebut dilakukan Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamat Tumbuhan dan Satwa Liar Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama petugas dari YIARI (Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia) dibantu anggota Polres Ketapang," kata Kepala BKSDA Kalbar Sustyo Iriono di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan, evakuasi terhadap seekor orang utan yang diberinama Bianca oleh pemeliharanya bernama Puriana, pada Rabu (5/10) berjalan lancar, tanpa hambatan.
"Pada saat dilakukan evakuasi orangutan tersebut dalam keadaan sehat," ungkapnya.
Saat ini, orang utan tersebut sedang dilakukan rehabilitasi di YIARI Ketapang, hingga orangutan tersebut dapat kembali ke habitat aslinya, katanya.
Sustyo menambahkan, evakuasi tersebut merupakan penyerahan secara sukarela dari masyarakat yang ke- 17 kepada BKSDA Kalbar sepanjang tahun 2016.
Hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian satwa di habitat alamnya, serta pertimbangan "animal welfare" (tercatat ada beberapa jenis satwa lain yang dilindungi yang juga diserahkan secara sukarela).
"Selain itu, juga mencerminkan hasil dari upaya kegiatan konservasi, baik secara preventif, persuasif (patroli, sosialiasi dan penyuluhan) maupun represif (penegakan hukum) yang selama ini terus dilakukan," ujarnya.
Secara UU, menurut Sustyo, masyarakat memang dilarang untuk memelihara hewan yang dilindungi. Hal itu sudah tertuang dalam UU No. 5/1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam, sesuai pasal 21 ayat (2) huruf a, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang di lindungi dalam keadaan hidup.
Kemudian, lanjut dia, pasal itu di Jo dengan pasal 40 yakni barang siapa yang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 3 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun, dan denda paling banyak Rp100 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016