Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Badan Pertanahan Nasional/Kementerian Agraria Kabupaten Mempawah Bambang Setiawan mengungkapkan kendala dalam menerbitkan hak milik atas tanah terutama yang masuk dalam kawasan gambut.
Saat pertemuan lintas sektor yang digagas Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, di Pontianak, ia menuturkan, ada Instruksi Presiden tentang pengelolaan di lahan gambut.
Diawali dengan Inpres No 10 tahun 2011 yang pelaksanaannya selamanya dua tahun kemudian diperpanjang dengan Inpres No 6 Tahun 2013. Kemudian, ada lagi Inpres No 8 Tahun 2015. Inpres-inpres tersebut mengatur tentang penundaan penerbitan izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.
Tujuan awalnya adalah perbaikan tatakelola kehutanan dan gambut di Indonesia.
Sementara salah satu tugas dari Menteri Agraria dan Penataan Ruang adalah melanjutkan moratorium hak atas tanah, antara lain HGU, Hak Pakai pada areal penggunaan lain berdasar Peta Indikatif Baru terutama yang ada di lahan gambut.
Harus diakui, penjelasan dari tugas ini tidak secara detil karena untuk pengelolaan lahan, ada hak-hak lain yang juga bisa diberlakukan seperti hak milik. Ini terutama kalau diajukan oleh perseorangan dan dalam skala yang tidak luas.
Meskipun ada peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang tetap memungkinkan penerbitan hak di atas lahan gambut, namun tidak ada kejelasan dan kekuatan karena secara hirearki lebih tinggi Inpres.
Sementara itu, dalam penerbitan Peta Indikatif Izin baru Hutan dan Lahan Gambut yang selalu dilakukan setiap 6 bulan, ada kecenderungan lahan gambut yang masuk kawasan terus bertambah.
Bambang mengakui, tidak mengetahui dasar penetapan luas kawasan yang masuk dalam areal lahan gambut. Untuk Kabupaten Mempawah, berdasarkan revisi peta yang sudah ke -10, luas lahan gambut di Kabupaten Mempawah mencapai 46.560 hektare. Luasan tersebut hampir 50 persen dibanding luas areal penggunaan lain di Kabupaten Mempawah seluas 130 ribu hektare
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalbar Agus Priyadi menuturkan, akan menggandeng lintas sektor yang lebih luas agar permasalahan sehingga terbitnya peta indikatif lahan gambut terbit. "Ini juga sebagai masukan sebelum rapat nasional di Jakarta awal Desember mendatang," ungkap Agus Priyadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Saat pertemuan lintas sektor yang digagas Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, di Pontianak, ia menuturkan, ada Instruksi Presiden tentang pengelolaan di lahan gambut.
Diawali dengan Inpres No 10 tahun 2011 yang pelaksanaannya selamanya dua tahun kemudian diperpanjang dengan Inpres No 6 Tahun 2013. Kemudian, ada lagi Inpres No 8 Tahun 2015. Inpres-inpres tersebut mengatur tentang penundaan penerbitan izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.
Tujuan awalnya adalah perbaikan tatakelola kehutanan dan gambut di Indonesia.
Sementara salah satu tugas dari Menteri Agraria dan Penataan Ruang adalah melanjutkan moratorium hak atas tanah, antara lain HGU, Hak Pakai pada areal penggunaan lain berdasar Peta Indikatif Baru terutama yang ada di lahan gambut.
Harus diakui, penjelasan dari tugas ini tidak secara detil karena untuk pengelolaan lahan, ada hak-hak lain yang juga bisa diberlakukan seperti hak milik. Ini terutama kalau diajukan oleh perseorangan dan dalam skala yang tidak luas.
Meskipun ada peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang tetap memungkinkan penerbitan hak di atas lahan gambut, namun tidak ada kejelasan dan kekuatan karena secara hirearki lebih tinggi Inpres.
Sementara itu, dalam penerbitan Peta Indikatif Izin baru Hutan dan Lahan Gambut yang selalu dilakukan setiap 6 bulan, ada kecenderungan lahan gambut yang masuk kawasan terus bertambah.
Bambang mengakui, tidak mengetahui dasar penetapan luas kawasan yang masuk dalam areal lahan gambut. Untuk Kabupaten Mempawah, berdasarkan revisi peta yang sudah ke -10, luas lahan gambut di Kabupaten Mempawah mencapai 46.560 hektare. Luasan tersebut hampir 50 persen dibanding luas areal penggunaan lain di Kabupaten Mempawah seluas 130 ribu hektare
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalbar Agus Priyadi menuturkan, akan menggandeng lintas sektor yang lebih luas agar permasalahan sehingga terbitnya peta indikatif lahan gambut terbit. "Ini juga sebagai masukan sebelum rapat nasional di Jakarta awal Desember mendatang," ungkap Agus Priyadi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016