Sanggau (Antara Kalbar) - Puluhan warga dari beberapa dusun di Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau mendatangi Kantor Bupati Sanggau, Rabu (30/11) terkait lahan dengan PT PN XIII. Mereka beraudiensi dengan Pemkab Sanggau yang mendatangkan perwakilan manajemen PTPN XIII.
   
Audiensi tersebut dipimpin Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Sanggau, H Rony Fauzan. Warga melalui perwakilan mereka tetap bersikeras menuntut hak-haknya.
   
Viktor Yonas salah seorang tokoh masyarakat Desa Melobok mengungkapkan tak ubah sebelumnya masyarakat tidak menginginkan kembali perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan secara pola inti-murni. Artinya masyarakat meminta sesuai dengan aturan perundang-undangan, yang mana Perda Sanggau Nomor 9 menyatakan ada dibangun plasma.
   
"Ini yang kami dan masyarakat inginkan," tegasnya.
   
 Dipaparkan, perusahaan PTPN XIII masuk ke wilayah Kecamatan Meliau pada tahun 1980an.  Saat itu menerapkan pola sistem inti murni. Kemudian, pada tahun 1997 masyarakat menggugat dan mempertanyakan supaya lahan itu dibagi, lantas sebagian dikembalikan ke masyarakat. Tapi saat itu perusahaan juga beralasan HGU sudah menerapkan sistem inti murni.
   
"Masyarakat menilai inikan ada rentetan waktu. HGU itu berakhir 2020, kurang lebih satu bulan lagi 2017. Dalam aturan itu bahwa dua tahun sebelum HGU itu berakhir otomatis perusahaan harus mengajukan perpanjangan kembali, nah itu yang diinginkan masyarakat. Perpanjangan dilakukan tidak lagi sistem inti murni," ungkap dia.
   
Saat audiensi tersebut belum menemukan benang merahnya. Viktor Yonas meminta pihak-pihak yang benar-benar bertanggung jawab di bidang tersebut hadir dalam rapat jika dijadwalkan mendatang.
   
"Saya sarankan audiensi ini dijadwalkan ulang. Kami minta Bupati, anggota DPRD, DAD, dan Dirut PTPN XIII harus hadir dalam audiensi ini. Supaya kesepakatan yang dicapai bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya penuh harap.
   
Menanggapi tuntutan itu, Kepala Urusan Hukum dan Kepatuhan PTPN XIII, Ahmad Ridwan mengatakan kalau pihaknya sesuai aturan Undang-Undang Menteri Pertanahan. Bahwasanya tuntutan masyarakat ingin minta ada dibangunkan plasma, karena dianggap PTPN membangun lahan baru. Akan tapi kenyataan sebenarnya bukan seperti itu. PTPN XIII melakukan peremajaan terhadap pohon kelapa sawit yang ada, bukan tanam perdana.
   
"Sesuai dengan Undang-undang, jelas disitu, kalau melakukan perpanjangan HGU tidak berkewajiban memfasilitasi pembangunan untuk masyarakat. Nah yang bisa kita lakukan sesuai Undang-Undang surat nomor 5 tahun 2014. Nah, kaitan tuntutan masyarakat, kami perwakilan belum bisa memutuskan itu, perlu ada kajian-kaijan lagi. Permohonan untuk HGU yang dipinta petani, harus ada izin dari Kementerian," jelas dia.
   
Dituturkan, untuk HGU yang ada di Kecamatan Meliau, berakhir pada tahun 2020. Lantas tahun 2017 pihak perusahaan tersebut berencana  melakukan perpanjangan. "Kalau pun nanti ada hal-hal yang disampaikan masuk areal. Maka akan ada pengukuran ulang," ujar dia.
  
Ia melanjutkan, sewaktu pertama membuka lahan sekitar tahun 1980an itu, sudah dipenuhi pembangunan plasma sebanyak 20 persen dan bahkan lebih serta beri 43 persen.
   
"Kan, itu kewajiban. tapi kalau untuk peremajaan seperti yang kita lakukan sekarang ini, tidak bisa kita penuhi. Kalau aturan itu ada, tidak jadi masalah, kita lakukan. Tapi ini tidak ada, jelas harus mengikuti aturan," ujar dia.
   
Sebelumnya, masyarakat melakukan aksi penolakan penananam perdana kebun inti afdeling VII Sungai Dekan, Distrik Kalimantan Barat I, Kecamatan Meliau, baru-baru ini.
   
Tuntutan petani ini terdiri dari 7 dusun yakni, Melobok,  Dekan Putih,  Kelekak,  Dusun Pasir,  Sungai Adong, Dusun Pintu Sepuluh dan Mungguk Keladan.
   
Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Sanggau, H. Roni Fauzan membeberkan persoalan tersebut mencuat saat PTPN XIII melakukan peremajaan dari pohon kelapa sawitnya yang sudah kurang produktif lagi. Soalnya, ada batas maksimal untuk pohon kelapa sawit itu.
   
"Masyarakat minta ada pola kemitraan yakni inti-plasma. Lalu masyarakat juga minta diberikan lahan untuk plasma. Nah, jika saja pihak perusahaan sudah siap dengan permintaan itu, mungkin tidak ada masalah lagi," ujarnya ditemui usai audiensi tersebut.

Persoalannya kata Roni, pihak perusahaan ini banyak bekerjasana dengan perbankan dan lain-lain. Oleh karenanya mereka sekarang ini melakukan peremajaan dulu, sebab untuk perpanjangan HGU itu kan masih lama.
   
"Kesepakatan yang saya tawarkan tadi sudah jelas. HGU belum berakhir dan sebenarnya pihak perusahaan punya hak untuk peremajaan karena lahan tersebut terhitung masih punya mereka hingga 2020. Hanya saja, perwakilan perusahaan yang hadir juga tidak bisa memutuskan sepihak saja. Banyak langkah-langkah yang perlu mereka ambil untuk permintaan masyarakat, sehingga hasilnya sama-sama diuntungkan," pungkas dia.

Pewarta: M Khusyairi

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016