Sungai Raya (Antara Kalbar) - Calon Bupati Landak, Karolin Margret Natasa meminta kepada pihak kepolisian untuk memberikan hukuman bagi pelaku tindak kekerasan terhadap Uti, bocah 12 tahun asal Desa Ngarak, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat yang menjadi korban penganiayaan majikannya.

"Saat mendapat informasi ini, saya langsung mendatangi TKP dan bertemu langsung dengan anak ini (Uti). Kondisinya sangat memprihatinkan akibat disiksa oleh majikannya," kata Karolin saat melihat kondisi Uti di Pontianak, Kamis.

Saat ditanya Karolin tentang nasib yang menimpanya, Uti tak banyak bicara dan masih terus meringis menahan sakit yang dideritanya.

"Kasus seperti ini saya harapkan tidak terjadi lagi untuk anak-anak lainnya. Makanya, pihak kepolisian harus memberikan pelajaran yang pantas bagi pelaku, agar tidak ada lagi Uti lainnya di Kalbar, bahkan di negara ini," kata Karolin.

Mantan anggota Komisi XI DPR yang membidangi Kesehatan, Transmigrasi dan Ketenagakerjaan ini mengatakan, pelaku sudah sepatutnya mendapatkan hukuman berat, karena melakukan tindak kekerasan terhadap anak seperti yang diatur pada Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pelaku, lanjutnya juga telah melanggar UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, karena telah mempekerjakan anak dibawah umur.

"Pelaku jelas bisa dikenakan sanksi dengan pasal berlapis, dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Makanya kita akan mendorong agar pihak keluarga untuk meneruskan hal ini kepada pihak kepolisian, meski pelakunya sudah tertangkap," tuturnya.

Karolin menambahkan, tindak kekerasan terhadap anak dibawah umur dan wanita memang kerap terjadi dan menjadi masalah sosial dan kemanusiaan yang perlu mendapat perhatian.

"Di mana-nama kini berjatuhan korban tindak kekerasan yang umumnya kalangan perempuan dan anak-anak. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, apakah telah terjadi kemunduran moral dan nilai dalam masyarakat kita yang katanya menyukai harmoni dan membenci konflik, apalagi kekerasan," kata Karolin.

Dirinya juga meminta kepada pihak keluarga untuk bisa meneruskan sekolah Uti, karena pendidikan merupakan hak dasar setiap anak di negara ini.

Diketahui, Uti merupakan korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh Dd di kediamannya, Jalan Kesehatan, Pontianak Selatan. Kini kasus yang menimpa gadis yatim ini sudah ditangani kepolisian.

Terungkapnya kasus itu juga berkat laporan yang disampaikan tetangga Dd kepada pihak kepolisian, yang kerap melihat Uti disiksa oleh majikannya.

Hingga pada Senin 28 November malam kemarin, untuk kesekian kalinya Uti dianiaya Dd dan malam itu, karena tak tahan menahan sakit, korban berlari keluar dan bersembunyi di samping rumah dengan kondisi mata bengkak, diduga dipukuli Dd menggunakan benda tumpul.

Kasus itu pun sampai saat ini masih ditangani oleh pihak kepolisian dengan melakukan pendalaman dan meminta keterangan dari sanksi, untuk menjerat pelaku dengan hukuman yang pantas akibat perbuatannya.

Uti sendiri mengaku terpaksa berhenti sekolah untuk membantu perekonomian keluarganya. Pasalnya, sejak ayahnya meninggal saat usianya enam tahun, anak bungsu dari delapan bersaudara ini memutuskan untuk berhenti sekolah dan mulai bekerja.

"Ibu sering sakit-sakitan dan membutuhkan biaya untuk berobat. Makanya saya bekerja, untuk membantu biaya berobat ibu," katanya lirih. 

(KR-RDO/N005)

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016