Pontianak (Antara Kalbar) - Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengancam akan melaporkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota setempat terkait dugaan penyalahgunaan dana operasional BPSK tahun 2015 di kota itu.

"Karena penggunaan dana operasional senilai Rp150 juta itu salah jika dilihat dari sisi hukum sebab dana itu tidak boleh digunakan untuk membayar honor, serta tidak ada standar dalam menetapkan honor tersebut kepada anggota BPSK tersebut," kata Sutarmidji di Pontianak, Rabu.

Ia menjelaskan, Pemkot Pontianak memang diminta membentuk BPSK yang juga disanggupi oleh Disperindagkop dan UKM Kota Pontianak.

"Saya diminta untuk membuat surat kesanggupan� untuk menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kemampuan daerah," ujarnya.

Kemudian, Pemkot Pontianak menganggarkan dana operasional melalui APBD. Meskipun mereka yang tergabung dalam BPSK Kota Pontianak, berdasarkan SK (Surat Keputusan) Menteri Perdagangan, namun karena surat pernyataan dirinya bersedia menyediakan sarana dan prasarana serta operasional.

"Maka pemahaman saya, itu tidak termasuk honor di dalamnya," ungkapnya.

Permasalahan mendasar yang ada pada BPSK Kota Pontianak adalah mereka wajib membentuk sekretariat yang diketuai oleh seorang sekretaris. Namun kenyataannya, hingga kini sekretariat itu tidak pernah dibentuk sehingga Pemkot Pontianak tidak bisa mengucurkan dana operasional untuk BPSK.

"Dana operasional itu tidak bisa dikeluarkan karena tidak ada sekretariat sebagai pengelola dana operasional. Sedangkan ketua dan anggota BPSK tidak berhak secara langsung menggunakan uang itu seolah-olah ketua merangkap bendahara, merangkap juga sekretaris," katanya.

Dirinya tidak mau melakukan hal itu. karena uang APBD itu uang negara. Penggunaannya harus berdasarkan aturan.

"Sekalipun di dalam hibah kita bisa memberikan di tahun 2013, tetapi karena sekretariatnya tidak dibentuk, kita tidak keluarkan. Demikian pula tahun 2014," katanya.

Selanjutnya, mereka yang tergabung dalam BPSK, melaporkan perihal tersebut ke Ombudsman RI, sehingga Ombudsman meminta Pemkot Pontianak mengucurkan dana operasional untuk BPSK. Atas dasar itu, Pemkot mengeluarkan bantuan operasional dalam bentuk hibah senilai Rp 150 juta pada tahun 2015, kemudian tahun 2016, mereka menuntuk kembali bantuan serupa.

"Padahal ketentuan dari Kementerian Dalam Negeri dalam penyusunan dan pemanfaatan hibah, tidak boleh dikeluarkan secara terus-menerus. Selain itu, disebabkan sekretariatnya tidak ada, saya tidak berani mengeluarkan biaya operasional bagi BPSK," jelasnya.

Apalagi oleh BPSK, uang operasional senilai Rp150 juta bantuan hibah dari Pemkot Pontianak tahun 2015 lalu, sebagian besar digunakan untuk membayar honor mereka yang ada dalam BPSK yang berkisar sebesar Rp3 juta - Rp3,5 juta dan tanpa didasari aturan.

"Saya tidak pernah mengeluarkan aturan honor untuk anggota BPSK itu sebesar di atas dan atas dasar apa honor tersebut, dikeluarkan," katanya.

Ia menambahkan, dirinya tidak gentar menghadapi gugatan BPSK kepada dirinya.

"Saya akan melayani gugatan BPSK ke pengadilan meskipun gugatan itu salah alamat sebab ditujukan ke Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kalbar dan dirinya selaku Wali Kota Pontianak, sebab, SK BPSK Kota Pontianak dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan," katanya.

Wali Kota Pontianak menambahkan, anggota bisa menerima honor dari dana operasional tetapi ketika ada kegiatan yang diselenggarakan, misalnya, mereka menggelar penyuluhan atau sosialisasi dan sebagainya, kemudian membayar honor untuk narasumber dan lainnya. Tetapi kalau honor bulanan diambil dari itu, tidak bisa.



(U.A057/B008)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016