Pontianak (Antara Kalbar) - Pengamat Ekonomi Politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mendesak pemerintah agar menjelaskan alasan pemberhentian Dirut dan Wadirut Pertamina sebelum mengangkat dirut yang baru.

"Publik mencermati masalah tersebut, mengingat posisi Pertamina sebagai BUMN vital yang mengelola kebutuhan dasar rakyat yakni minyak dan gas. Sehingga pemerintah harus bijaksana dalam pengangkatan dirut Pertamina dengan berbagai pertimbangan," kata Salamuddin Daeng dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Jumat.

Ia menjelaskan, pemerintah harus terlebih dahulu menjelaskan ke publik mengenai pemberhentian dirut Pertamina dan penghapusan posisi wakil dirut beberapa waktu lalu, agar tidak menimbulkan berbagai isu yang pada akhirnya tidak menguntungkan bagi pemerintah itu sendiri.

Selain itu, menurut dia, pemerintah tidak perlu tergesa-gesa untuk mengisi posisi dirut Pertamina yang kosong karena pada hakekatnya Pertamina untuk dua atau tiga bulan ke depannya tetap bisa berjalan seperti biasa karena Pertamina tentu sudah punya acuan dan sistem yang bisa berjalan tanpa harus dikomandoi sepenuhnya oleh seorang dirut.

"Agar fungsi dan peran dewan komisaris Pertamina diketahui oleh publik, pemerintah sebaiknya menjelaskan hasil keputusan dewan komisaris terkait permasalahan internal Pertamina apakah benar pencopotan dirut dan penghapusan jabatan wakil dirut karena semata-mata terkait dengan adanya posisi wakil dirut. Hal itu sangat diperlukan untuk menghindarkan tuduhan dan fitnah yang kurang berdasar, baik terhadap mantan dirut dan juga mantan wadirut sehingga pergantian dirut nantinya dapat berlangsung secara elegan, tidak menghadirkan konflik baru di dalam Pertamina," ungkapnya.

Ia berharap, Pertamina di tangan pejabat sementara dirut sedang melakukan pembenahan terhadap berbagai masalah internal yang terjadi.
Plt dirut diharapkan dapat mempersiapkan dan membenahi permasalahan yang disisakan oleh dirut yang dicopot dan menciptakan kebersamaan antar direksi serta mempertahankan kinerja staf dan pekerja Pertamina, katanya.

Ia menambahkan, pemerintah harus melakukan seleksi yang baik terhadap calon dirut yang baru, yakni harus visioner dan mengerti benar perkembangan situasi global, geopolitik, keadaan bangsa dan negara. Karena sektor ESDM sekarang sedang menjadi arena pertarungan, perebutan pasar dan perebutan aset Pertamina.

Sehingga dirut yang baru harus jelas rekam jejaknya yang bersih dari kepentingan kelompok dan utamanya mampu mendongkrak perolehan laba Pertamina yang tidak bisa lagi mengandalkan dari pendapatan sektor hulu semata, katanya.

"Apalagi saat ini harga minyak sedang mengalami pelemahan. Perusahaan perusahaan minyak nasional sangat sulit untuk mendapatkan keuntungan dari usaha hulu. Pelemahan harga minyak ini akan berlangsung lama dan dalam jangka panjang, sehingga dirut yang baru harus kaya akan berbagai strategi dan terobosan untuk memperkuat usaha hilir, mempertahankan kinerja keuangan, dan menyelamatkan aset-aset Pertamina," ujarnya.

Pemerintah juga harus memperhatikan dan mendengarkan aspirasi internal Pertamina terutama dari pekerja serta Serikat pekerja Pertamina. Mengingat direktur baru akan memimpin pekerja yang nanti harus bekerja sepenuh hati dalam memastikan tercukupinya hajat hidup rakyat banyak.

"Serta, pemerintah juga harus mendengar juga aspirasi masyarakat, kalangan independen, para akademisi, yang selama ini memfokuskan kajian dan penelitian mereka terhadap masalah Migas. Kandidat dirut Pertamina yang baru hendaknya dibuka ke publik untuk mendengarkan aspirasi masyarakat," katanya.

Selain itu, dirut Pertamina yang baru sedapat mungkin harus dilepaskan dari intervensi politik yang berlebihan, sehingga Pertamina tidak dijadikan untuk kepentingan politik kekuasaan karena kecenderungan semacam itu sekarang sangat terasa. Ada upaya menjadikan Pertamina sebagai ajang bancakan untuk Pemilu 2019. Pertamina menjadi sasaran bancakan oligarki nasional dalam berbagai rantai suplai Pertamina mulai dari investasi mega proyek Pertamina, impor dan ekspor Migas, dan penjualan Migas kepada masyarakat. Oligarki itulah yang menyebabkan Pertamina akan semakin tidak efisien, kata Daeng.

(U.A057/M019)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017