Pontianak (Antara Kalbar) - Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Ita Rulina mendorong pihak perbankan untuk terus menjaga pertumbuhan kredit dengan tetap berhati-hati.
"Tujuan menjaga dan berhati dalam pertumbuhan kredit adalah untuk meminimalisir risiko sistemik yang bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan di negara ini," ujarnya di Pontianak, Sabtu.
Ia menambahkan bahwa untuk menjaga likuiditas perbankan jika suatu saat ekonomi daerah tergantung dengan harga komoditas tertentu yang rentan kondisi global dan sewaktu-waktu bisa anjlok harganya maka itulah pentingnya menjaga pertumbuhan kredit.
"Kalau korporasi tergantung komoditas lalu utang kepada bank, bukan hanya bank yang rugi namun banyak hal lainnya. Sehingga kembali lagi perlu kehati - hatian dalam penyaluran kredit," ujar.
Ita memaparkan dengan adanya kebijakan makroprudensial yang diterapkan BI, ada mitigasi risiko sistemik untuk melihat apakah lembaga pembiayaan atau asuransi yang mengalami kerugian.
Ia mencontohkan, pemberian kredit secara jor-joran itu bisa dilihat saat harga komoditas mencapai puncak pada 2012-2013. Kemudian, sebagian orang memiliki likuiditas berlebih dan bank memberikan izin kredit pembelian rumah yang membuat harga properti naik.
"Dengan kondisi saat itu dan melalui kebijakan makroprudensial maka BI kemudian memberikan pengetatan loan to value atau pembatasan kredit maksimal orang hanya boleh membeli rumah 1-2 unit aja. Uang muka rumah dinaikkan," kata dia.
Sementara itu Kepala BI Kalbar Dwi Suslamanto mengatakan sebagai perwakilan BI Pusat di Kalbar, pihaknya tetap melakukan kajian terhadap pergerakan arus uang dan perkembangan sektor riil.
Namun menurutnya untuk gerakan pihaknya dalam hal makroprudensial masih terbatas lantaran hanya satu bank umum yang berkantor pusat di Pontianak.
"KPw BI Kalbar selalu laporkan perkembangan sektor riil dan perbankan di Kalbar. Tetapi untuk makroprudensial, lebih banyak di Jakarta karena sebagian besar bank umum kantor pusatnya di sana. Di sini kita berkoordinasi dengan Badan Musyawarah Perbankan Daerah, Tim Pengendalian Inflasi Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dalam rangka mengetahui gejala-gejala masalah di makroprudensial," jelasnya.
(U.KR-DDI/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Tujuan menjaga dan berhati dalam pertumbuhan kredit adalah untuk meminimalisir risiko sistemik yang bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan di negara ini," ujarnya di Pontianak, Sabtu.
Ia menambahkan bahwa untuk menjaga likuiditas perbankan jika suatu saat ekonomi daerah tergantung dengan harga komoditas tertentu yang rentan kondisi global dan sewaktu-waktu bisa anjlok harganya maka itulah pentingnya menjaga pertumbuhan kredit.
"Kalau korporasi tergantung komoditas lalu utang kepada bank, bukan hanya bank yang rugi namun banyak hal lainnya. Sehingga kembali lagi perlu kehati - hatian dalam penyaluran kredit," ujar.
Ita memaparkan dengan adanya kebijakan makroprudensial yang diterapkan BI, ada mitigasi risiko sistemik untuk melihat apakah lembaga pembiayaan atau asuransi yang mengalami kerugian.
Ia mencontohkan, pemberian kredit secara jor-joran itu bisa dilihat saat harga komoditas mencapai puncak pada 2012-2013. Kemudian, sebagian orang memiliki likuiditas berlebih dan bank memberikan izin kredit pembelian rumah yang membuat harga properti naik.
"Dengan kondisi saat itu dan melalui kebijakan makroprudensial maka BI kemudian memberikan pengetatan loan to value atau pembatasan kredit maksimal orang hanya boleh membeli rumah 1-2 unit aja. Uang muka rumah dinaikkan," kata dia.
Sementara itu Kepala BI Kalbar Dwi Suslamanto mengatakan sebagai perwakilan BI Pusat di Kalbar, pihaknya tetap melakukan kajian terhadap pergerakan arus uang dan perkembangan sektor riil.
Namun menurutnya untuk gerakan pihaknya dalam hal makroprudensial masih terbatas lantaran hanya satu bank umum yang berkantor pusat di Pontianak.
"KPw BI Kalbar selalu laporkan perkembangan sektor riil dan perbankan di Kalbar. Tetapi untuk makroprudensial, lebih banyak di Jakarta karena sebagian besar bank umum kantor pusatnya di sana. Di sini kita berkoordinasi dengan Badan Musyawarah Perbankan Daerah, Tim Pengendalian Inflasi Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah dalam rangka mengetahui gejala-gejala masalah di makroprudensial," jelasnya.
(U.KR-DDI/T011)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017