Los Angeles (Antara Kalbar) - Satu tim riset internasional pekan ini
melaporkan bahwa virus Zika menular dari ibu ke janinnya dengan
menginfeksi sel-sel yang kemudian akan berkembang menjadi bentuk
pertahanan pertama dan utama terhadap patogen invasif.
Temuan studi yang rinciannya dipublikasikan dalam edisi daring Human Molecular Genetics itu bisa membuka satu jalan bagi potensi pengobatan pasien terinfeksi.
"Ini strategi Trojan Horse," kata Alysson Muotri, profesor di University of California San Diego School of Medicine, dalam siaran pers yang dikutip kantor berita Xinhua.
Dia mengatakan bahwa selama embriogenesis, tahapan awal perkembangan prenatal, sel-sel yang disebut microglia terbentuk dalam kantung inti telur dan kemudian tersebar ke seluruh sistem syaraf pusat anak yang sedang berkembang. Di dalam otak, microglia ini secara konstan membersihkan plak, sel-sel rusak dan agen-agen infeksius.
Temuan studi menunjukkan bahwa "virus Zika bisa menginfeksi microglia awal, menyelinap ke otak di mana mereka menyebarkan virus ke sel-sel otak yang lain, menyebabkan kerusakan neurologis menghancurkan yang kami lihat pada sejumlah bayi baru lahir," kata Muotri.
Mulai 2015, peningkatan dramatis anak-anak yang lahir dengan mikrosefali, kondisi dimana kepala mereka lebih kecil dibanding rata-rata ukuran kepala normal bayi, dan cacat lahir lain diamati di Brasil.
Fenomena ini kemudian dikaitkan dengan infeksi virus Zika, yang tahun lalu dikonfirmasi oleh Muotri dan peneliti lain sebagai penyebab cacat lahir pada model-model percobaan.
Virus Zika ditularkan oleh spesies nyamuk Aedes ke manusia di kawasan tropis, namun cara penularan dari ibu hamil ke anaknya yang belum lahir belum bisa secara tepat digambarkan mode penularannya oleh para peneliti.
"Dengan memperhitungkan waktu transmisi, kami punya hipotesis bahwa microglia bisa bertindak sebagai satu kuda Trojan untuk mengangkut virus selama invasi ke sistem syaraf pusat," kata Muotri.
Untuk menguji hipotesis mereka, para peneliti di University of California San Diego School of Medicine, dengan mitranya di Brasil menggunakan manusia yang sudah diinduksi dengan sel-sel punca pluripotent untuk menciptakan dua sel sistem syaraf pusat yang relevan: microglia dan sel neural progenitor (Neural Progenitor Cells/NPCs), yang membangkutkan jtaan neuron dan sel glial yang dibutuhkan selama perkembangan embrionik. Kemudian mereka membangun sistem co-culture yang menyerupai interaksi kedua tipe sel in vitro ketika dipapar virus Zika.
Menurut studi yang baru, sel-sel microglia meliputi NPCs yang terinfeksi Zika, menjalankan tugas mereka. Ketika microglia yang membawa virus ini ditempatkan dalam kontak dengan NPCs yang tidak terinfeksi, mereka membawa virus itu ke NPCs yang tidak terinfeksi.
Para ilmuwan juga menguji obat yang disebut Sofosbuvir, yang dipasarkan sebagai Sovaldi dan digunakan untuk pengobatan hepatitis C, dan mendapati obat itu "secara signifikan menurunkan jumlah kematian sel NPCs dan jumlah virus di NPCs".
Muotri mengatakan mereka menduga sel-sel microglial bisa menjadi target terapi untuk menurunkan penularan Zika ke sistem syaraf pusat janin yang sedang berkembang. Kendati demikian temuan itu baru didasarkan pada riset in vitro, masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
Temuan studi yang rinciannya dipublikasikan dalam edisi daring Human Molecular Genetics itu bisa membuka satu jalan bagi potensi pengobatan pasien terinfeksi.
"Ini strategi Trojan Horse," kata Alysson Muotri, profesor di University of California San Diego School of Medicine, dalam siaran pers yang dikutip kantor berita Xinhua.
Dia mengatakan bahwa selama embriogenesis, tahapan awal perkembangan prenatal, sel-sel yang disebut microglia terbentuk dalam kantung inti telur dan kemudian tersebar ke seluruh sistem syaraf pusat anak yang sedang berkembang. Di dalam otak, microglia ini secara konstan membersihkan plak, sel-sel rusak dan agen-agen infeksius.
Temuan studi menunjukkan bahwa "virus Zika bisa menginfeksi microglia awal, menyelinap ke otak di mana mereka menyebarkan virus ke sel-sel otak yang lain, menyebabkan kerusakan neurologis menghancurkan yang kami lihat pada sejumlah bayi baru lahir," kata Muotri.
Mulai 2015, peningkatan dramatis anak-anak yang lahir dengan mikrosefali, kondisi dimana kepala mereka lebih kecil dibanding rata-rata ukuran kepala normal bayi, dan cacat lahir lain diamati di Brasil.
Fenomena ini kemudian dikaitkan dengan infeksi virus Zika, yang tahun lalu dikonfirmasi oleh Muotri dan peneliti lain sebagai penyebab cacat lahir pada model-model percobaan.
Virus Zika ditularkan oleh spesies nyamuk Aedes ke manusia di kawasan tropis, namun cara penularan dari ibu hamil ke anaknya yang belum lahir belum bisa secara tepat digambarkan mode penularannya oleh para peneliti.
"Dengan memperhitungkan waktu transmisi, kami punya hipotesis bahwa microglia bisa bertindak sebagai satu kuda Trojan untuk mengangkut virus selama invasi ke sistem syaraf pusat," kata Muotri.
Untuk menguji hipotesis mereka, para peneliti di University of California San Diego School of Medicine, dengan mitranya di Brasil menggunakan manusia yang sudah diinduksi dengan sel-sel punca pluripotent untuk menciptakan dua sel sistem syaraf pusat yang relevan: microglia dan sel neural progenitor (Neural Progenitor Cells/NPCs), yang membangkutkan jtaan neuron dan sel glial yang dibutuhkan selama perkembangan embrionik. Kemudian mereka membangun sistem co-culture yang menyerupai interaksi kedua tipe sel in vitro ketika dipapar virus Zika.
Menurut studi yang baru, sel-sel microglia meliputi NPCs yang terinfeksi Zika, menjalankan tugas mereka. Ketika microglia yang membawa virus ini ditempatkan dalam kontak dengan NPCs yang tidak terinfeksi, mereka membawa virus itu ke NPCs yang tidak terinfeksi.
Para ilmuwan juga menguji obat yang disebut Sofosbuvir, yang dipasarkan sebagai Sovaldi dan digunakan untuk pengobatan hepatitis C, dan mendapati obat itu "secara signifikan menurunkan jumlah kematian sel NPCs dan jumlah virus di NPCs".
Muotri mengatakan mereka menduga sel-sel microglial bisa menjadi target terapi untuk menurunkan penularan Zika ke sistem syaraf pusat janin yang sedang berkembang. Kendati demikian temuan itu baru didasarkan pada riset in vitro, masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017