Pontianak (Antara Kalbar) - Warga Tanjung Gundul Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang mendesak agar perusahaan PLTU Kalbar 1 segera menemui warga dan melakukan sosialisasi dalam 0dengar pendapat dari pihak perusahaan dan masyarakat setempat.
"Sehingga apa yang disampaikan oleh perusahaan dan masyarakat bisa memberikan penyelesaian dari aspirasi masyarakat di sini," kata perwakilan masyarakat Tanjung Gundul, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Syarif Rahmadi, Minggu (5/11).
Menurutnya, sejak pembangunan PLTU Kalbar 1 itu sudah berjalan selama kurang lebih 6 bulan, sama sekali belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat Tanjung Gundul.
"Kemudian yang menjadi pertimbangan kami, bahwa PLTU Kalbar 1 sampai sekarang belum mempunyai advis atau jalan sendiri. Sementara secara perundang-undangan khususnya dalam AMDAL, mereka (PLTU) tidak boleh menggunakan jalan pantai Kura-Kura Beach Bengkayang untuk mengangkut bahan-bahan material," ujarnya.
Untuk itu, katanya, masyarakat di Tanjung Gundul menyarankan agar pihak pelaksana pembangunan membuka jalan akses sendiri guna mengangkut bahan-bahan material tersebut. Karena hal itu menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat terhadap PLTU itu sendiri.
Menurutnya, jika pihak pelaksana pembangunan melakukan sosialisasi, maka masyarakat yakin solusi bisa dicarikan, pembangunan PLTU 1 tetap berjalan dan masyarakat mendapatkan imbas kesejahteraan.
Apabila diadakan sosialisasi, tambahnya, maka akan ada dua point yang akan dicapai, pertama, mengenai masalah status jalan, dan kedua masalah keterlibatan masyarakat setempat terhadap ketenagakerjaan.
"Karena secara kasat mata yang kami lihat, dari seratus lebih tenaga kerja yang ada di PLTU 1 cuma ada sekitar 7-8 orang masyarakat Tanjung Gundul yang dilibatkan, sementara sisanya dari luar," ungkapnya.
Hal ini dia anggap penting, supaya ada keseimbangan, dimana perusahaan bisa berinvestasi dan masyarakat bisa mendapatkan imbas kesejahteraan.
Terkait masalah jalan, lanjutnya, kurang lebih 6 bulan yang sudah berjalan ini PLTU masih menggunakan jalan pantai Kura-Kura Beach, sehingga menimbulkan dampak sosial di masyarakat.
Mengenai statmen yang berkembang di luar yang beranggapan bahwa masyarakat Tanjung Gundul tidak mendukung program nasional, dia tegaskan hal itu salah besar.
"Kami pada prinsipnya mendukung, dengan bukti adanya PLTU 2 dan 3. Namun, untuk PLTU Kalbar 1 baru berjalan 6 bulan, tapi sudah mendapatkan tantangan dan kontra dari masyarakat yang penyebabnya hanya satu yakni tidak ada sosialisasi," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kelompok Wisata Pantai Kura-Kura Beach Tanjung Gundul, Kabupaten Bengkayang, Helmi mengatakan, jalan yang dipakai untuk mengangkut material sangat merugikan jalan wisata.
"Karena kita setiap minggu betulkan jalan di sini. Tapi selama PLTU masuk belum ada samasekali bantu untuk masalah jalan," katanya.
Menurutnya jalan yang digunakan untuk mengangkut bahan material telah mengakibatkan debu-debu di mana-mana. Sementara warga di sekitar pantai rata-rata berjualan.
"Kita kan jadi tidak enak dengan tamu-tamu (pengunjung) karena debu," ujarnya.
Bahkan dia pun sudah sering menghadang kendaraan-kendaraan yang mengangkut material untuk pembangunan PLTU tersebut. "Saking lajunya oli-oli pun sampai tumpah dan jalan menjadi hancur," katanya.
Namun yang terpnting, katanya, adanya sosialisasi ke masyarakat Tanjung Gundul terkait pembangunan PLTU Kalbar 1.
Secara terpisah, Humas PLTU Kalbar 1, Tanjung Gundul, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Dede Suryana saat dikonformasi mengatakan, jika pihaknya sudah melakukan sosialisasi terkait pembangunan PLTU tersebut.
"Karena kalau sosialisasi tidak kita lakukan, mana bisa keluar AMDAL-nya. Kita selalu di pelintirkan dengan masalah," katanya.
Mengenai jalan pantai yang sering dilalui kendaraan truk, katanya, memang dari PT GCL sendiri sudah melarang angkutan material untuk menjadikan jalan pantai tersebut sebagai jalan akses masuk. "Dan itu memang sudah ada tertuang dalam AMDAL," ujarnya.
Masalahnya, yang sering dilalui truk angkutan ini merupakan pengusaha-pengusaha lokal seperti sub kontraktor. "Sebenarnya permasalah itu bisa diselesaikan dengan rembuk, tidak perlu ada sosialisasi dan sosialisasi," ungkapnya.
(U.KR-RDO/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Sehingga apa yang disampaikan oleh perusahaan dan masyarakat bisa memberikan penyelesaian dari aspirasi masyarakat di sini," kata perwakilan masyarakat Tanjung Gundul, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Syarif Rahmadi, Minggu (5/11).
Menurutnya, sejak pembangunan PLTU Kalbar 1 itu sudah berjalan selama kurang lebih 6 bulan, sama sekali belum melakukan sosialisasi kepada masyarakat Tanjung Gundul.
"Kemudian yang menjadi pertimbangan kami, bahwa PLTU Kalbar 1 sampai sekarang belum mempunyai advis atau jalan sendiri. Sementara secara perundang-undangan khususnya dalam AMDAL, mereka (PLTU) tidak boleh menggunakan jalan pantai Kura-Kura Beach Bengkayang untuk mengangkut bahan-bahan material," ujarnya.
Untuk itu, katanya, masyarakat di Tanjung Gundul menyarankan agar pihak pelaksana pembangunan membuka jalan akses sendiri guna mengangkut bahan-bahan material tersebut. Karena hal itu menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat terhadap PLTU itu sendiri.
Menurutnya, jika pihak pelaksana pembangunan melakukan sosialisasi, maka masyarakat yakin solusi bisa dicarikan, pembangunan PLTU 1 tetap berjalan dan masyarakat mendapatkan imbas kesejahteraan.
Apabila diadakan sosialisasi, tambahnya, maka akan ada dua point yang akan dicapai, pertama, mengenai masalah status jalan, dan kedua masalah keterlibatan masyarakat setempat terhadap ketenagakerjaan.
"Karena secara kasat mata yang kami lihat, dari seratus lebih tenaga kerja yang ada di PLTU 1 cuma ada sekitar 7-8 orang masyarakat Tanjung Gundul yang dilibatkan, sementara sisanya dari luar," ungkapnya.
Hal ini dia anggap penting, supaya ada keseimbangan, dimana perusahaan bisa berinvestasi dan masyarakat bisa mendapatkan imbas kesejahteraan.
Terkait masalah jalan, lanjutnya, kurang lebih 6 bulan yang sudah berjalan ini PLTU masih menggunakan jalan pantai Kura-Kura Beach, sehingga menimbulkan dampak sosial di masyarakat.
Mengenai statmen yang berkembang di luar yang beranggapan bahwa masyarakat Tanjung Gundul tidak mendukung program nasional, dia tegaskan hal itu salah besar.
"Kami pada prinsipnya mendukung, dengan bukti adanya PLTU 2 dan 3. Namun, untuk PLTU Kalbar 1 baru berjalan 6 bulan, tapi sudah mendapatkan tantangan dan kontra dari masyarakat yang penyebabnya hanya satu yakni tidak ada sosialisasi," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kelompok Wisata Pantai Kura-Kura Beach Tanjung Gundul, Kabupaten Bengkayang, Helmi mengatakan, jalan yang dipakai untuk mengangkut material sangat merugikan jalan wisata.
"Karena kita setiap minggu betulkan jalan di sini. Tapi selama PLTU masuk belum ada samasekali bantu untuk masalah jalan," katanya.
Menurutnya jalan yang digunakan untuk mengangkut bahan material telah mengakibatkan debu-debu di mana-mana. Sementara warga di sekitar pantai rata-rata berjualan.
"Kita kan jadi tidak enak dengan tamu-tamu (pengunjung) karena debu," ujarnya.
Bahkan dia pun sudah sering menghadang kendaraan-kendaraan yang mengangkut material untuk pembangunan PLTU tersebut. "Saking lajunya oli-oli pun sampai tumpah dan jalan menjadi hancur," katanya.
Namun yang terpnting, katanya, adanya sosialisasi ke masyarakat Tanjung Gundul terkait pembangunan PLTU Kalbar 1.
Secara terpisah, Humas PLTU Kalbar 1, Tanjung Gundul, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Dede Suryana saat dikonformasi mengatakan, jika pihaknya sudah melakukan sosialisasi terkait pembangunan PLTU tersebut.
"Karena kalau sosialisasi tidak kita lakukan, mana bisa keluar AMDAL-nya. Kita selalu di pelintirkan dengan masalah," katanya.
Mengenai jalan pantai yang sering dilalui kendaraan truk, katanya, memang dari PT GCL sendiri sudah melarang angkutan material untuk menjadikan jalan pantai tersebut sebagai jalan akses masuk. "Dan itu memang sudah ada tertuang dalam AMDAL," ujarnya.
Masalahnya, yang sering dilalui truk angkutan ini merupakan pengusaha-pengusaha lokal seperti sub kontraktor. "Sebenarnya permasalah itu bisa diselesaikan dengan rembuk, tidak perlu ada sosialisasi dan sosialisasi," ungkapnya.
(U.KR-RDO/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017