Pontianak (Antara Kalbar) - Kota Pontianak menempati posisi kedua terbaik dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 12 kota di Indonesia, kata Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko.
"Dalam penilaian IPK tersebut, Kota Pontianak memiliki poin 66,5, sementara rata-rata nasional hanya 60,8," kata Dadang Trisasongko saat menghadiri Seminar Publik Menera Pemberantasan Korupsi di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, catatan baik itu didapat dengan berbagai peningkatan dibandingkan tahun 2015, di antaranya soal indeks daya saing lokal yang meningkat dari nilai sebelumnya 60 menjadi sebesar 70,1, dan indeks kemudahan berusaha dari sebelumnya 57 naik menjadi 64,1.
"Kami melakukan survei memang dua tahun sekali agar ada waktu perbaikan, dan kali ini, melibatkan sebanyak 100 responden yang berasal dari kalangan pelaku usaha di Pontianak," ungkapnya.
Menurut dia, dari nilai baik itu ada hal yang mesti jadi perhatian, salah satunya soal masih ditemukannya praktik suap.
"Karena masih sekitar 27 persen pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap," ujarnya.
Atau, nilainya lebih tinggi dari tahun 2015, yakni hanya 14 persen. Ia menambahkan persepsi itu bisa saja timbul bukan karena pengalaman pribadi, tetapi juga didapat dari cerita para pelaku usaha lain.
"Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Pontianak sebesar 3 persen dari total biaya produksi, dari sebelumnya hanya 0,8 persen," katanya.
Menurut dia, sektor yang terdampak korupsi paling tinggi ada pada penerbitan kuota perdagangan, pengadaan dan perizinan, sementara persepsi suap paling besar terdapat di sektor lapangan usaha konstruksi, kehutanan dan migas.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Dalam penilaian IPK tersebut, Kota Pontianak memiliki poin 66,5, sementara rata-rata nasional hanya 60,8," kata Dadang Trisasongko saat menghadiri Seminar Publik Menera Pemberantasan Korupsi di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, catatan baik itu didapat dengan berbagai peningkatan dibandingkan tahun 2015, di antaranya soal indeks daya saing lokal yang meningkat dari nilai sebelumnya 60 menjadi sebesar 70,1, dan indeks kemudahan berusaha dari sebelumnya 57 naik menjadi 64,1.
"Kami melakukan survei memang dua tahun sekali agar ada waktu perbaikan, dan kali ini, melibatkan sebanyak 100 responden yang berasal dari kalangan pelaku usaha di Pontianak," ungkapnya.
Menurut dia, dari nilai baik itu ada hal yang mesti jadi perhatian, salah satunya soal masih ditemukannya praktik suap.
"Karena masih sekitar 27 persen pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap," ujarnya.
Atau, nilainya lebih tinggi dari tahun 2015, yakni hanya 14 persen. Ia menambahkan persepsi itu bisa saja timbul bukan karena pengalaman pribadi, tetapi juga didapat dari cerita para pelaku usaha lain.
"Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Pontianak sebesar 3 persen dari total biaya produksi, dari sebelumnya hanya 0,8 persen," katanya.
Menurut dia, sektor yang terdampak korupsi paling tinggi ada pada penerbitan kuota perdagangan, pengadaan dan perizinan, sementara persepsi suap paling besar terdapat di sektor lapangan usaha konstruksi, kehutanan dan migas.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017