Pontianak (Antara Kalbar) - Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengklaim tidak ada ruang lagi untuk praktik korupsi pada pelayanan publik pemerintah Kota Pontianak.
"Karena semua perizinan di Pontianak sudah online. Jika pun dikenakan biaya, semua dihitung sendiri dan disetor ke bank," kata Sutarmidji di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, waktunya sudah dibuat cepat. "Kalau masih ada yang pakai suap, saya tidak mengerti lagilah bagaimana cara mengurusnya, karena sudah tidak ada ruang lagi," ungkapnya.
Sutarmidji menambahkan, perizinan di Pontianak sudah cepat, dan terkait penilaian yang dilakukan TII tidak hanya di jajaran pemerintah Kota Pontianak tapi seluruh layanan instansi vertikal yang ada di Pontianak.
"Untuk instansi di bawah Pemkot Pontianak, angka-angkanya di bawah 10 persen, artinya tidak termasuk kategori korupsi. Apalagi saat ini rata-rata tiga persen, sehingga sebenarnya ruang untuk itu sudah tidak ada lagi," katanya.
Sementara itu, Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko mengatakan, Kota Pontianak menempati posisi kedua terbaik dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 12 kota di Indonesia.
"Dalam penilaian IPK tersebut, Kota Pontianak memiliki poin 66,5, sementara rata-rata nasional hanya 60,8," katanya.
Catatan baik itu didapat dengan berbagai peningkatan dibandingkan tahun 2015, diantaranya soal indeks daya saing lokal yang meningkat dari nilai sebelumnya 60 menjadi sebesar 70,1, dan indeks kemudahan berusaha dari sebelumnya 57 naik menjadi 64,1.
"Kami melakukan survei memang dua tahun sekali agar ada waktu perbaikan, dan kali ini, melibatkan sebanyak 100 responden yang berasal dari kalangan pelaku usaha di Pontianak," ungkapnya.
Menurut dia, dari nilai baik itu ada hal yang mesti jadi perhatian, salah satunya soal masih ditemukannya praktik suap.
"Karena masih sekitar 27 persen pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap," ujarnya.
Atau, nilainya lebih tinggi dari tahun 2015, yakni hanya 14 persen. Ia menambahkan persepsi itu bisa saja timbul bukan karena pengalaman pribadi, tetapi juga didapat dari cerita para pelaku usaha lain.
"Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Pontianak sebesar 3 persen dari total biaya produksi, dari sebelumnya hanya 0,8 persen," katanya.
Menurut dia, sektor yang terdampak korupsi paling tinggi ada pada penerbitan kuota perdagangan, pengadaan dan perizinan, sementara persepsi suap paling besar terdapat di sektor lapangan usaha konstruksi, kehutanan dan migas.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Karena semua perizinan di Pontianak sudah online. Jika pun dikenakan biaya, semua dihitung sendiri dan disetor ke bank," kata Sutarmidji di Pontianak, Selasa.
Ia menjelaskan, waktunya sudah dibuat cepat. "Kalau masih ada yang pakai suap, saya tidak mengerti lagilah bagaimana cara mengurusnya, karena sudah tidak ada ruang lagi," ungkapnya.
Sutarmidji menambahkan, perizinan di Pontianak sudah cepat, dan terkait penilaian yang dilakukan TII tidak hanya di jajaran pemerintah Kota Pontianak tapi seluruh layanan instansi vertikal yang ada di Pontianak.
"Untuk instansi di bawah Pemkot Pontianak, angka-angkanya di bawah 10 persen, artinya tidak termasuk kategori korupsi. Apalagi saat ini rata-rata tiga persen, sehingga sebenarnya ruang untuk itu sudah tidak ada lagi," katanya.
Sementara itu, Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko mengatakan, Kota Pontianak menempati posisi kedua terbaik dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 12 kota di Indonesia.
"Dalam penilaian IPK tersebut, Kota Pontianak memiliki poin 66,5, sementara rata-rata nasional hanya 60,8," katanya.
Catatan baik itu didapat dengan berbagai peningkatan dibandingkan tahun 2015, diantaranya soal indeks daya saing lokal yang meningkat dari nilai sebelumnya 60 menjadi sebesar 70,1, dan indeks kemudahan berusaha dari sebelumnya 57 naik menjadi 64,1.
"Kami melakukan survei memang dua tahun sekali agar ada waktu perbaikan, dan kali ini, melibatkan sebanyak 100 responden yang berasal dari kalangan pelaku usaha di Pontianak," ungkapnya.
Menurut dia, dari nilai baik itu ada hal yang mesti jadi perhatian, salah satunya soal masih ditemukannya praktik suap.
"Karena masih sekitar 27 persen pelaku usaha mengaku pernah gagal dalam mendapatkan keuntungan karena pesaing memberikan suap," ujarnya.
Atau, nilainya lebih tinggi dari tahun 2015, yakni hanya 14 persen. Ia menambahkan persepsi itu bisa saja timbul bukan karena pengalaman pribadi, tetapi juga didapat dari cerita para pelaku usaha lain.
"Total persentase suap yang dikeluarkan pelaku usaha di Pontianak sebesar 3 persen dari total biaya produksi, dari sebelumnya hanya 0,8 persen," katanya.
Menurut dia, sektor yang terdampak korupsi paling tinggi ada pada penerbitan kuota perdagangan, pengadaan dan perizinan, sementara persepsi suap paling besar terdapat di sektor lapangan usaha konstruksi, kehutanan dan migas.
(U.A057/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017