Pontianak (Antaranews Kalbar) - Hidangan bubur paddas, makanan khas masyarakat Melayu di Kabupaten Sambas, dipercaya mengandung khasiat, bisa menambah selera atau "nafsu" makan, yang kini makanan khas tersebut sudah banyak dikenal oleh masyarakat Kalbar, hingga di tingkat nasional tersebut.
Seperti yang dirasakan oleh Malik (82) salah seorang warga Dusun Limau, Desa Mulia, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas, yang selalu menghindangkan bubur paddas kalau mau berbuka puasa atau makan sahur di bulan Ramadhan.
"Saya dan keluarga sudah puluhan tahun, selalu menghindangkan bubur paddas sebagai menu utama dalam berbuka puasa dan makan sahur," kata Malik saat dihubungi di Sambas, Sabtu.
Ia mengakui, dirinya tidak pernah makan-makanan yang aneh-aneh atau makanan instans, sehingga di usianya yang sudah mencapai 80 tahun lebih itu, dia masih tampak segar bugar, dan masih bisa bekerja sebagai petani karet.
"Kalau makan bubur paddas, selera makan saya menjadi bertambah, apalagi saat makan sahur untuk menjalani puasa wajib Ramadhan," ujarnya.
Menurut pria yang akrab dipanggil nek aki (kakek) Malik tersebut, karena setiap hari Ramadhan selalu menghindangkan bubur paddas, maka bubur yang mereka hidangkan tidak selengkap yang aslinya.
"Cukup ada bumbu (dari kelapa, beras, lada dan bumbu lainnya) daun pakis (miding), daun kesum, daun kunyit, dan daun singkil (daun buas-buas), rasa bubur pedasnya sudah sangat nikmat sekali, dalam menambah selera makan, dan penghangat tubuh," ungkapnya.
Menurut kakek yang mempunyai cucu dan cicit yang jumlahnya sudah puluhan itu, dia mengenal bubur paddas sejak masih anak-anak.
"Dulu para orang tua selalu membuat bubur paddas pada saat acara keluarga, atau sebagai menu utama dalam menjamu kalau ada tamu atau keluarga yang berkunjung ke rumahnya," katanya.
Kini, menurut dia, bubur paddas sudah modern, dengan ditambah berbagai sayuran, seperti wortel, daging atau tulang sapi, sehingga rasanya semakin bervariasi dan enak. "Kalau kami dulu, paling hanya ditambah ikan teri (ikan kecil) dan kacang tanah yang sudah digoreng," ujarnya.
Ia berharap, makanan khas masyarakat Melayu Sambas tersebut, tetap dilestarikan dan dikenal di generasi sekarang, meski pun saat ini sudah banyak makanan dari luar yang menjadi pilihan.
Tampilan baru
Sementara itu, Rosita (30) salah seorang ibu di Desa Sempalai, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas menyatakan, dirinya tidak hanya menghindangkan makanan bubur paddas di bulan Ramadhan, tetapi biasanya juga dihidangkan saat Lebaran Idul Fitri untuk menjamu keluarga yang berkunjung ke rumahnya.
"Kami juga selalu menyajikan bubur paddas apabila ada keluarga yang berkunjung atau bersilaturahmi atu berlebaran ke rumah kami," kata ibu dua anak tersebut.
Menurut dia, dihidangkannya makanan khas bubur paddas, karena setiap keluarga yang datang selalu meminta makanan khas tersebut.
"Apalagi kalau ada keluarga yang datang dari Kota Pontianak, karena bubur paddas yang banyak dijual di sana rasanya beda dengan buatan asli masyarakat Sambas," katanya.
Perbedaan rasa, menurut dia, kalau masyarakat luar Sambas yang membuat bubur paddas kebanyakan mencampur di luar daun-daunan, seperti wortel, ubi kayu atau pun yang jenis buah-buahan lainnya.
"Padahal bubur paddas asli Sambas, tidak mengenal itu, melainkan bahan utama bubur paddas dari puluhan jenis sayur-sayuran daun," ungkapnya.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bubur padas, di antaranya puluhan macam daun-daunan, di antaranya daun pakis, kangkung, kecambah, daun kunyit, daun kasum, pucuk singkil, dan lain-lain, serta bumbu yang dibuat khusus dari beras dicampur dengan kelapa parut, dan berbagai rempah lainnya, seperti ketumbar, kayu manis, dan lada.
Untuk membuat, bumbu, yakni beras dan kelapa parut diberi rempah, kemudian di oseng-oseng hingga matang, kemudian ditumbuk atau di blender hingga halus sesuai keinginan.
Sementara, sayur-mayur atau berbagai dedaunan diiris-iris kecil. Setelah itu air dimatangkan dahulu, airnya bisa juga ditambah daging atau tulang sapi agar lebih enak, baru dimasukkan bumbu dan sayur, kata Rosita.
"Kemudian, supaya lebih nikmat lagi, kami juga menambahkan ikan teri dan kacang goreng, kecap manis, dan jeruk sambal (jeruk kecil) atau jeruk nipis, sehingga ketika dimakan bubur paddas tersebut, akan terasa nikmat, seperti ada rasa daun kasum yang sedikit beraroma khas, kemudian rasa gurih dan nikmat," katanya.
Pengamat Budaya Sambas, A Muin Ikram mengatakan, salah satu makanan khas masyarakat Melayu Sambas adalah bubur paddas yang kini sudah dikenal hingga di tingkat nasional.
"Dulu bubur paddas hanya dikenal oleh kalangan anggota Keraton Sambas, kini makanan ini sudah memasyarakat, bahkan menjadi ikon masyarakat Kabupaten Sambas," ujarnya.
Dia berharap, makanan bubur paddas terus dilestarikan oleh generasi baru masyarakat Sambas, sehingga apa yang menjadi ciri khas tersebut tidak tenggelam oleh perkembangan zaman.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
Seperti yang dirasakan oleh Malik (82) salah seorang warga Dusun Limau, Desa Mulia, Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas, yang selalu menghindangkan bubur paddas kalau mau berbuka puasa atau makan sahur di bulan Ramadhan.
"Saya dan keluarga sudah puluhan tahun, selalu menghindangkan bubur paddas sebagai menu utama dalam berbuka puasa dan makan sahur," kata Malik saat dihubungi di Sambas, Sabtu.
Ia mengakui, dirinya tidak pernah makan-makanan yang aneh-aneh atau makanan instans, sehingga di usianya yang sudah mencapai 80 tahun lebih itu, dia masih tampak segar bugar, dan masih bisa bekerja sebagai petani karet.
"Kalau makan bubur paddas, selera makan saya menjadi bertambah, apalagi saat makan sahur untuk menjalani puasa wajib Ramadhan," ujarnya.
Menurut pria yang akrab dipanggil nek aki (kakek) Malik tersebut, karena setiap hari Ramadhan selalu menghindangkan bubur paddas, maka bubur yang mereka hidangkan tidak selengkap yang aslinya.
"Cukup ada bumbu (dari kelapa, beras, lada dan bumbu lainnya) daun pakis (miding), daun kesum, daun kunyit, dan daun singkil (daun buas-buas), rasa bubur pedasnya sudah sangat nikmat sekali, dalam menambah selera makan, dan penghangat tubuh," ungkapnya.
Menurut kakek yang mempunyai cucu dan cicit yang jumlahnya sudah puluhan itu, dia mengenal bubur paddas sejak masih anak-anak.
"Dulu para orang tua selalu membuat bubur paddas pada saat acara keluarga, atau sebagai menu utama dalam menjamu kalau ada tamu atau keluarga yang berkunjung ke rumahnya," katanya.
Kini, menurut dia, bubur paddas sudah modern, dengan ditambah berbagai sayuran, seperti wortel, daging atau tulang sapi, sehingga rasanya semakin bervariasi dan enak. "Kalau kami dulu, paling hanya ditambah ikan teri (ikan kecil) dan kacang tanah yang sudah digoreng," ujarnya.
Ia berharap, makanan khas masyarakat Melayu Sambas tersebut, tetap dilestarikan dan dikenal di generasi sekarang, meski pun saat ini sudah banyak makanan dari luar yang menjadi pilihan.
Tampilan baru
Sementara itu, Rosita (30) salah seorang ibu di Desa Sempalai, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas menyatakan, dirinya tidak hanya menghindangkan makanan bubur paddas di bulan Ramadhan, tetapi biasanya juga dihidangkan saat Lebaran Idul Fitri untuk menjamu keluarga yang berkunjung ke rumahnya.
"Kami juga selalu menyajikan bubur paddas apabila ada keluarga yang berkunjung atau bersilaturahmi atu berlebaran ke rumah kami," kata ibu dua anak tersebut.
Menurut dia, dihidangkannya makanan khas bubur paddas, karena setiap keluarga yang datang selalu meminta makanan khas tersebut.
"Apalagi kalau ada keluarga yang datang dari Kota Pontianak, karena bubur paddas yang banyak dijual di sana rasanya beda dengan buatan asli masyarakat Sambas," katanya.
Perbedaan rasa, menurut dia, kalau masyarakat luar Sambas yang membuat bubur paddas kebanyakan mencampur di luar daun-daunan, seperti wortel, ubi kayu atau pun yang jenis buah-buahan lainnya.
"Padahal bubur paddas asli Sambas, tidak mengenal itu, melainkan bahan utama bubur paddas dari puluhan jenis sayur-sayuran daun," ungkapnya.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bubur padas, di antaranya puluhan macam daun-daunan, di antaranya daun pakis, kangkung, kecambah, daun kunyit, daun kasum, pucuk singkil, dan lain-lain, serta bumbu yang dibuat khusus dari beras dicampur dengan kelapa parut, dan berbagai rempah lainnya, seperti ketumbar, kayu manis, dan lada.
Untuk membuat, bumbu, yakni beras dan kelapa parut diberi rempah, kemudian di oseng-oseng hingga matang, kemudian ditumbuk atau di blender hingga halus sesuai keinginan.
Sementara, sayur-mayur atau berbagai dedaunan diiris-iris kecil. Setelah itu air dimatangkan dahulu, airnya bisa juga ditambah daging atau tulang sapi agar lebih enak, baru dimasukkan bumbu dan sayur, kata Rosita.
"Kemudian, supaya lebih nikmat lagi, kami juga menambahkan ikan teri dan kacang goreng, kecap manis, dan jeruk sambal (jeruk kecil) atau jeruk nipis, sehingga ketika dimakan bubur paddas tersebut, akan terasa nikmat, seperti ada rasa daun kasum yang sedikit beraroma khas, kemudian rasa gurih dan nikmat," katanya.
Pengamat Budaya Sambas, A Muin Ikram mengatakan, salah satu makanan khas masyarakat Melayu Sambas adalah bubur paddas yang kini sudah dikenal hingga di tingkat nasional.
"Dulu bubur paddas hanya dikenal oleh kalangan anggota Keraton Sambas, kini makanan ini sudah memasyarakat, bahkan menjadi ikon masyarakat Kabupaten Sambas," ujarnya.
Dia berharap, makanan bubur paddas terus dilestarikan oleh generasi baru masyarakat Sambas, sehingga apa yang menjadi ciri khas tersebut tidak tenggelam oleh perkembangan zaman.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018