Pontianak (Antaranews Kalbar) - Bardasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar bahwa ksejahteraan petani di Kalbar perlu ditingkatkan karena Nilai Tukar Petani (NTP) Juni 2018 hanya 95,69 poin turun 0,61 persen dibanding NTP bulan Mei 2018 yaitu 96,27 poin.
"NTP di bawah 100 poin masuk katagori rendah atau belum sejahtera. Itu tentu perlu ditingkatkan. Rendahnya NTP pada Juni karena indeks harga yang diterima petani turun 0,01 persen dan indeks harga yang bibayar petani naik 0,60 persen," ujar Kepala BPS Kalbar Pitono di Pontianak, Minggu.
Ia merinci sejumlah subsektor pertanian mengalami penurunan seperti tanaman padi dan palawija Juni 2018 94,50 poin, turun 0,58 persen dibanding Mei 2018. Selain itu NTP hortikultura Juni 2018 100,30 poin, turun 0,99 persen dibanding bulan sebelumnya. Adapun NTP tanaman perkebunan rakyat Juni 2018 95,07 poin, turun 0,99 persen dibanding bulan sebelumnya.
"Kenaikan NTP justru terjadi pada sektor peternakan dan perikanan, pada ?Juni 2018 94,22 poin, naik 0,19 persen dibanding Mei 2018. Begitu juga NTP perikanan Juni 2018 105,42 poin, naik 1,41 persen dibanding Mei 2018," kata dia.
Ia menambahkan kondisi pertanian Kalbar sendiri pada Juni 2018 berbanding terbalik dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan.
"Cukup terpukul adalah sektor perkebunan. Harga karet dan sawit rendah. Padahal harga dolar sudah tembus Rp14.000- an dan minyak dunia tembus 78 dolar AS per barel. Biasanya petani kelapa sawit dan karet, lada dan kelapa ketiban untung dari situasi ini. Namun sebaliknya, harga komoditas-komoditas andalan masyarakat Kalbar malah anjlok," jelas dia.
Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof Eddy Suratman meyebut kondisi yang ada cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh ke daya beli masyarakat.
"Apalagi sektor perkebunan mengambil porsi sekira 40 persen dari ekonomi Kalbar. Di mana sektor ini bersentuhan langsung dengan ekonomi masyarakat," papar dia.
Ia menambahkan harga-harga sawit dan karet ini sangat berpengaruh ke ekonomi masyarakat. Jika harga terus anjlok, sementara biaya produksi naik maka daya beli masyarakat dalam bahaya.
"Apabila demikian maka imbasnya ke semua sektor. Pemerintah lokal harus mengambil langkah cepat dan tepat. Supaya petani tidak terlalu terbebani. Caranya adalah dengan mengucurkan dana untuk menyubsidi biaya produksi para petani. Subsidi itu bisa disalurkan ke pupuk atau biaya lainnya. Sementara sumber pendanaanya bisa menggunakan kas daerah maupun APBN," papar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"NTP di bawah 100 poin masuk katagori rendah atau belum sejahtera. Itu tentu perlu ditingkatkan. Rendahnya NTP pada Juni karena indeks harga yang diterima petani turun 0,01 persen dan indeks harga yang bibayar petani naik 0,60 persen," ujar Kepala BPS Kalbar Pitono di Pontianak, Minggu.
Ia merinci sejumlah subsektor pertanian mengalami penurunan seperti tanaman padi dan palawija Juni 2018 94,50 poin, turun 0,58 persen dibanding Mei 2018. Selain itu NTP hortikultura Juni 2018 100,30 poin, turun 0,99 persen dibanding bulan sebelumnya. Adapun NTP tanaman perkebunan rakyat Juni 2018 95,07 poin, turun 0,99 persen dibanding bulan sebelumnya.
"Kenaikan NTP justru terjadi pada sektor peternakan dan perikanan, pada ?Juni 2018 94,22 poin, naik 0,19 persen dibanding Mei 2018. Begitu juga NTP perikanan Juni 2018 105,42 poin, naik 1,41 persen dibanding Mei 2018," kata dia.
Ia menambahkan kondisi pertanian Kalbar sendiri pada Juni 2018 berbanding terbalik dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan.
"Cukup terpukul adalah sektor perkebunan. Harga karet dan sawit rendah. Padahal harga dolar sudah tembus Rp14.000- an dan minyak dunia tembus 78 dolar AS per barel. Biasanya petani kelapa sawit dan karet, lada dan kelapa ketiban untung dari situasi ini. Namun sebaliknya, harga komoditas-komoditas andalan masyarakat Kalbar malah anjlok," jelas dia.
Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof Eddy Suratman meyebut kondisi yang ada cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh ke daya beli masyarakat.
"Apalagi sektor perkebunan mengambil porsi sekira 40 persen dari ekonomi Kalbar. Di mana sektor ini bersentuhan langsung dengan ekonomi masyarakat," papar dia.
Ia menambahkan harga-harga sawit dan karet ini sangat berpengaruh ke ekonomi masyarakat. Jika harga terus anjlok, sementara biaya produksi naik maka daya beli masyarakat dalam bahaya.
"Apabila demikian maka imbasnya ke semua sektor. Pemerintah lokal harus mengambil langkah cepat dan tepat. Supaya petani tidak terlalu terbebani. Caranya adalah dengan mengucurkan dana untuk menyubsidi biaya produksi para petani. Subsidi itu bisa disalurkan ke pupuk atau biaya lainnya. Sementara sumber pendanaanya bisa menggunakan kas daerah maupun APBN," papar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018