Pontianak (Antaranews Kalbar) - WWF Indonesia dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah Kubu Raya, Kalimantan Barat, membangun komitmen dalam upaya perlindungan koridor habitat orangutan dan bekantan di wilayah Kabupaten Kubu Raya.
Acting Muller Schwaner Arabela Landscape Leader WWF-Indonesia, Ian M Hilman dalam keterangan tertulis di Pontianak, Selasa, mengatakan untuk melestarikan keanekaragaman hayati di Kubu Raya, diperlukan upaya konservasi yang lebih terpadu dengan melibatkan para pihak.
"Pertemuan dan proses diskusi sebelumnya menjadi langkah awal membangun sekaligus menjaring komitmen para pihak untuk bersama-sama terlibat atau berkontribusi dalam perlindungan kawasan-kawasan yang menjadi habitat kehidupan satwa liar, khususnya bekantan dan orangutan, termasuk pemangku kepentingan dari pemerintah dan sektor swasta," ujarnya.
Hal ini merujuk pada hasil dokumentasi tahun 2012 yang mendeteksi keberadaan spesies pesut (Irrawaddy Dolphin) pertama kali di perairan Kubu Raya.
"Keberadaan satwa lindung itu menjadi indikator bahwa kondisi alam masih cukup baik di daerah tersebut. Sejak saat itulah, kami mulai melakukan serangkaian studi dan survei keanekaragaman hayati ekosistem mangrove di Kubu Raya," katanya.
Hingga 2017, telah teridentifikasi sekitar 40 jenis vegetasi mangrove, bekantan (Nasalis larvatus) dengan 54 titik perjumpaan yang tersebar di wilayah konsesi, delapan jenis kelompok crustaceae, 110 jenis burung, dan empat jenis mamalia laut (lumba-lumba punggung bungkuk, lumba-lumba tanpa sirip atau porpoise, paus, dan pesut), katanya.
Menurut dia, orangutan dan bekantan merupakan satwa khas Pulau Kalimantan, yang saat ini keberadaannya di kantong-kantong habitat dengan ukuran populasi yang bervariasi.
Baca juga: Perlu upaya cepat selamatkan koridor orangutan di Ketapang
Populasi orangutan dan bekantan saat ini jauh menurun dan habitatnya semakin terancam. Konservasi atau perlindungan terhadap orangutan dan bekantan menjadi salah satu upaya untuk menekan laju pengurangan populasinya di alam serta laju pengurangan luasan hutan yang menjadi habitatnya.
Sementara itu, Kepala UPT KPH wilayah Kubu Raya, Ponty Wijaya menyatakan, inisiatif membangun koridor satwa skala lanskap perlu didukung, mengingat bekantan merupakan satwa endemik Kalimantan, khususnya di wilayah Kubu Raya yang saat ini kondisi habitnya semakin terdesak.
Ia mengapresiasi adanya ide pertemuan yang digagas oleh WWF dan juga pihak swasta yang akan menjamin keberlangsungan jenis satwa bekantan dan orangutan melalui koridor satwa sistem lanskap. Harapannya sistem tersebut dapat ditingkatkan menjadi suatu Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).
"Ke depannya, masyarakat tidak hanya dilibatkan dalam menjaga kelestarian habitat orangutan dan bekantan, tapi juga bisa memperoleh manfaat dengan adanya habitat yang lestari bagi perekonomian mereka, sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan," ujarnya.
Acting Manager Protected and Conserved Areas sekaligus "focal point" untuk spesies orangutan WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan upaya penetapan KEE satwa liar yang saat ini dibahas secara langsung akan berkontribusi dalam mendukung target pencapaian nasional yang tertuang di dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan dan bekantan.
Baca juga: 1.200 hektare kawasan konservasi di Ketapang terancam rusak
Hal itu, termasuk merespon rekomendasi dari laporan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) 2016 yang menyebutkan salah satu meta-populasi orangutan, yaitu Pygmaeus Fragmented South yang datanya masih belum tersedia.
"Koridor orangutan yang dimaksud adalah bagian meta-populasi untuk jenis pygmaeus. Dengan demikian, Kalbar telah berupaya menurunkan rencana aksi di level nasional ke tingkat sub-nasional, sekaligus menjawab rekomendasi PHVA 2016," ujar Albert.
Turut hadir dalam diskusi pihak perusahaan antara lain PT Wana Subur Lestari (WSL), PT Kandelia Alam, PT Ekosistem Khatulistiwa Lestari (EKL), PT Bina Silva Nusa (BSN), dan PT Mayangkara Tanaman Industri (MTI), yang melakukan pengelolaan kawasan di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Sanggau, dan Ketapang.
Wakil Direktur Utama PT WSL dan PT MTI, Tsuyoshi Kato mengatakan, pihaknya mendukung dan menyambut baik pengelolaan kolaboratif para pihak, dalam hal ini pembentukan koridor sebagai upaya perlindungan spesies dan habitat bekantan dan orangutan, khususnya yang masuk dalam wilayah kelola perusahaan.
Keberadaan perusahaan salah satunya berfungsi sebagai pendorong pengembangan ekonomi suatu daerah. Di sisi lain, ada upaya yang juga harus dibangun oleh perusahaan untuk pelestarian habitat satwa, termasuk pula upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Bagaimana hal tersebut dapat dijalankan secara seimbang, menjadi amanah bagi seluruh pihak terkait kegiatan konservasi khususnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
Acting Muller Schwaner Arabela Landscape Leader WWF-Indonesia, Ian M Hilman dalam keterangan tertulis di Pontianak, Selasa, mengatakan untuk melestarikan keanekaragaman hayati di Kubu Raya, diperlukan upaya konservasi yang lebih terpadu dengan melibatkan para pihak.
"Pertemuan dan proses diskusi sebelumnya menjadi langkah awal membangun sekaligus menjaring komitmen para pihak untuk bersama-sama terlibat atau berkontribusi dalam perlindungan kawasan-kawasan yang menjadi habitat kehidupan satwa liar, khususnya bekantan dan orangutan, termasuk pemangku kepentingan dari pemerintah dan sektor swasta," ujarnya.
Hal ini merujuk pada hasil dokumentasi tahun 2012 yang mendeteksi keberadaan spesies pesut (Irrawaddy Dolphin) pertama kali di perairan Kubu Raya.
"Keberadaan satwa lindung itu menjadi indikator bahwa kondisi alam masih cukup baik di daerah tersebut. Sejak saat itulah, kami mulai melakukan serangkaian studi dan survei keanekaragaman hayati ekosistem mangrove di Kubu Raya," katanya.
Hingga 2017, telah teridentifikasi sekitar 40 jenis vegetasi mangrove, bekantan (Nasalis larvatus) dengan 54 titik perjumpaan yang tersebar di wilayah konsesi, delapan jenis kelompok crustaceae, 110 jenis burung, dan empat jenis mamalia laut (lumba-lumba punggung bungkuk, lumba-lumba tanpa sirip atau porpoise, paus, dan pesut), katanya.
Menurut dia, orangutan dan bekantan merupakan satwa khas Pulau Kalimantan, yang saat ini keberadaannya di kantong-kantong habitat dengan ukuran populasi yang bervariasi.
Baca juga: Perlu upaya cepat selamatkan koridor orangutan di Ketapang
Populasi orangutan dan bekantan saat ini jauh menurun dan habitatnya semakin terancam. Konservasi atau perlindungan terhadap orangutan dan bekantan menjadi salah satu upaya untuk menekan laju pengurangan populasinya di alam serta laju pengurangan luasan hutan yang menjadi habitatnya.
Sementara itu, Kepala UPT KPH wilayah Kubu Raya, Ponty Wijaya menyatakan, inisiatif membangun koridor satwa skala lanskap perlu didukung, mengingat bekantan merupakan satwa endemik Kalimantan, khususnya di wilayah Kubu Raya yang saat ini kondisi habitnya semakin terdesak.
Ia mengapresiasi adanya ide pertemuan yang digagas oleh WWF dan juga pihak swasta yang akan menjamin keberlangsungan jenis satwa bekantan dan orangutan melalui koridor satwa sistem lanskap. Harapannya sistem tersebut dapat ditingkatkan menjadi suatu Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).
"Ke depannya, masyarakat tidak hanya dilibatkan dalam menjaga kelestarian habitat orangutan dan bekantan, tapi juga bisa memperoleh manfaat dengan adanya habitat yang lestari bagi perekonomian mereka, sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan," ujarnya.
Acting Manager Protected and Conserved Areas sekaligus "focal point" untuk spesies orangutan WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan upaya penetapan KEE satwa liar yang saat ini dibahas secara langsung akan berkontribusi dalam mendukung target pencapaian nasional yang tertuang di dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan dan bekantan.
Baca juga: 1.200 hektare kawasan konservasi di Ketapang terancam rusak
Hal itu, termasuk merespon rekomendasi dari laporan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) 2016 yang menyebutkan salah satu meta-populasi orangutan, yaitu Pygmaeus Fragmented South yang datanya masih belum tersedia.
"Koridor orangutan yang dimaksud adalah bagian meta-populasi untuk jenis pygmaeus. Dengan demikian, Kalbar telah berupaya menurunkan rencana aksi di level nasional ke tingkat sub-nasional, sekaligus menjawab rekomendasi PHVA 2016," ujar Albert.
Turut hadir dalam diskusi pihak perusahaan antara lain PT Wana Subur Lestari (WSL), PT Kandelia Alam, PT Ekosistem Khatulistiwa Lestari (EKL), PT Bina Silva Nusa (BSN), dan PT Mayangkara Tanaman Industri (MTI), yang melakukan pengelolaan kawasan di wilayah Kabupaten Kubu Raya, Sanggau, dan Ketapang.
Wakil Direktur Utama PT WSL dan PT MTI, Tsuyoshi Kato mengatakan, pihaknya mendukung dan menyambut baik pengelolaan kolaboratif para pihak, dalam hal ini pembentukan koridor sebagai upaya perlindungan spesies dan habitat bekantan dan orangutan, khususnya yang masuk dalam wilayah kelola perusahaan.
Keberadaan perusahaan salah satunya berfungsi sebagai pendorong pengembangan ekonomi suatu daerah. Di sisi lain, ada upaya yang juga harus dibangun oleh perusahaan untuk pelestarian habitat satwa, termasuk pula upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Bagaimana hal tersebut dapat dijalankan secara seimbang, menjadi amanah bagi seluruh pihak terkait kegiatan konservasi khususnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018